13 Tahun Sanggar Mardi Budoyo, Gelar Meriah “Juanda Menari”

Alvi Warda
Alvi Warda

Monday, 12 Dec 2022 07:01 WIB

13 Tahun Sanggar Mardi Budoyo, Gelar Meriah “Juanda Menari”

JUANDA MENARI: Reog Sanggar Mardi Budoyo, menjadi salah satu persembahan dalam event Juanda Menari di sepanjang Jalan Juanda, Kelurahan Tisnonegaran, Kota Probolinggo, Sabtu (10/12/2022).

Berdiri sejak 31 Desember 2009, Sanggar Mardi Budoyo di Kota Probolinggo terus melestarikan ragam kesenian tradisional di kotanya. Sanggar yang digandrungi anak sekolah itu kini telah berusia 13 tahun tepat pada Sabtu 10 Desember 2022. Di hari spesial Sanggar Mardi Budoyo melebur bersama masyarakat menggelar event kesenian di sepanjang Jalan Juanda dengan tajuk Juanda Menari.

--------------------

MARDI merupakan bentuk umum dari kata Martha, yang artinya seorang ratu atau tuan rumah. Sedangkan budoyo merupakan bahasa Jawa yang berarti budaya. Maka Mardi Budoyo berarti ratunya budaya.

Penamaan sanggar yang bermarkas di Jl Juanda, Kelurahan Tisnonegaran Kota Probolinggo ini juga terkait dengan pendirinya. Dia adalah Yuyun Widowati, seorang perempuan yang merupakan anak dari penyanggah etnis pendhalungan yang ada di Kota Probolinggo, Mbah Guco.

Sanggar Mardi Budoyo salah satu jalan bagi Yuyun Widowati, untuk tetap menjaga kesenian sebagai aset berharga untuk Kota Probolinggo. Mendirikan sanggar seni ini, sebagai bentuk cinta Yuyun terhadap kesenian. Markas sanggar yang merupakan rumah Mbah Guco dan Yuyun tempat anak didiknya berlatih.

Tepat pada Sabtu 10 Desember 2022, Sanggar Mardi Budoyo 13 tahun sudah berdiri. Dimana, di dalam markasnya tersedia berbagai alat kesenian seperti reog, tari-tarian, karawitan dan benda pusaka milik Mbah Guco.

Di ruang depan atau ruang utama itu sengaja Yuyun perkhususkan untuk menyimpan alat-alat kesenian. Sedang, mereka berlatih setiap Sabtu Sore dan Minggu pagi di sisi barat daya bangunan.

Depan bangunan sanggar itu, membentang Jalan Juanda arah timur dan barat. Jalan ini biasanya menjadi pilihan Yuyun untuk menampilkan kesenian-kesenian. Tak luput, hari jadi saggar juga ia rayakan di sepanjang Jalan Juanda.

Sejak pandemi di tahun 2020, warga setempat tidak merasakan aroma peringatan hari jadi sanggar. Namun di tahun 2022 ini, mereka akhirnya kembali bersemarak merayakan usia sanggar yang mencapai 13 tahun.

Peringatan hari jadi sanggar itu sekaligus didukung oleh keluarga Kelurahan Tisnonegaran, khususnya warga RW 2. Alhasil, tidak hanya keluarga sanggar yang mengisi acara, namun warga setempat ikut terlibat. Panitia yang mempersiapkan acara ini adalah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Lerem Tisno.

Ulang tahun sanggar ini mengusung tema Juanda Menari. Juanda Menari mengonsep apik kirap kesenian di sepanjang Jalan Juanda. Startnya di depan Kantor Kelurahan Tisnonegaran atau dari arah timur menuju arah barat jalan, yang kemudian finish di Sanggar Mardi Budoyo.

Sabtu sore itu, orang-orang memadati bahu Jalan Juanda dengan duduk anteng. Mereka siap menunggu kesenian demi kesenian yang akan lewat di depan mata mereka.

Di sebuah tenda hajatan menghadap utara di depan kantor kelurahan, duduk beberapa tamu undangan seperti Wali Kota, Polresta, Anggota DPRD dan juga Staf Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dispopar) Kota Probolinggo.

Di depan tenda itu pula akan ada sungguhan 14 kesenian yang beragam. Juanda Menari bukan hanya menampilkan tari-tarian, namun juga memeperlihatkan kesenian lain seperti kearifan budaya lokal, Ogoh-ogoh dan Hadrah.

Juanda Menari pada Sabtu sore itu merupakan kali ke-tujuh masyarakat Tisonegaran nikmati. Anggota yang terlibat ada sekitar 560 orang. “Sebanyak 14 kelompok dengan total 560 orang yang  ikut dalam acara ini,” ujar Tutut yang merupakan ketua Panitia Juanda Menari.

Benar saja, satu demi satu dari 14 kelompok itu menampilkan kesenian yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Pertama, ada kesenian kuno milik Kota Probolinggo, yaitu Jaran Bodhag. Kesenian itu dibintangi oleh Siswa TK ABA Kota Probolinggo.

Mereka kompak berkostum hijau kuning dengan membawa tiruan Jaran Bodhag. Di depan Walikota Probolinggo, Hadi Zainal Abidin, mereka menampilkan tari Jaran Bodhag selama beberapa menit. Lalu, lanjut ke arah barat jalan.

HADIR: Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin hadir di tengah kemeriahan event Juanda Menari du sepanjang Jl Juanda.

Lalu, kelompok kedua berbaris siswi TK Cempaka, mereka menyebutnya “Bahana Suara Cempaka”. Belasan siswi itu tetrlihat mengenakan kostum etnis tionghoa  yang eksis keberadaannya di Kota Probolinggo. Hal ini menjadi kesempatan bagi guru TK Cempaka untuk mengenalkan salah satu etnis tua di Kota Probolinggo.

Mereka sekaligus menabuh alat drumband sebagai pelengkap penampilan kesenian. ”Kata guru TK Cempaka, penampilan etnis Tionghoa ini supaya dikenal oleh murid-murid,” kata Yuyun pada Walikota yang berdiri di sampingnya.

Seyum lebar dan mata berbinar seakan terpancar dari raut muka masyarakat. Mereka begitu senang melihat kesenian-kesenian yang ditampilkan. Masyarakat juga rela berdesakan dan berpanas-panasan. Walau itu menjadi keberuntungan bagi Yuyun, sebab cuaca di Sabtu sore itu begitu cerah.

Kesenian ketiga yaitu Tari Kolaborasi dari SD Negeri Tisnonegaran 3. Anak didiknya menampilkan tari-tarian, sedang guru-gurunya menampilka konstum khas karnaval. Di momen ini, ada seorang murid yang memberikan bunga pada Walikota. Hal itu, mendapat tepuk tangan dari masyarakat.

Lalu berlanjut ke kesenian dari ibu-ibu RT 3 RW 2 Kelurahan. Mereka mengenakan kebaya yang sangat lekat dengan tradisi jawa. Tak lupa mereka memegang bendera merah putih yang terbuat dari plastik, sebagai tanda cinta terhadap NKRI.

Ibu-ibu itu tak tahan melihat senyum Walikota yang terus merekah. Salah satu mengatakan, “Daripada senyum habib terbuang mending kita foto bareng yuk ibu-ibu.” Mereka pun menyerbu demi mendapat foto terbaik bersama Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin.

Setelah puas berfoto mereka kemudian melanjutkan langkah kaki menuju sanggar. Langkah ibu-ibu itu ternyata diiringi alunan hadrah dan lantunan sholawat. Bahkan, pemeganng bas menaiki becak yang terletak di tengah-tengah anggota lain.

Tak ada habisnya kesenian yang ditampilkan. Ada tari Sandurenang penampilan dari RT 2 RW 3 Keurahan Tisnonegaran. Mereka kompak mengenakan kostum tari dengan mahkota emas yang terbuat dari pelastik. Di pinggulnya ada selendang kuning hijau sebagai pelengkap tari. Merekapun menari selama beberapa menit, sebelum melanjutkan langkah kaki.

Kemudian, kesenian hadrah juga menjadi pilihan santri TPQ Masjid Al-Bashiron yang berada di Jl. Pahlawan No. 21. Namanya, hadrah Nurul Ishlah. Mereka melantunkan sholawat dengan tabuan rebana.

Penampilan dari RW 3 yang menyuguhkan Ogoh-ogoh menyusul langkah Hadrah Nurul Ishlah. Nama kelompok RW 3 ini adalah Argalas atau arek gang Sewelas. Mereka menampilkan Ogoh-ogoh.

Junjungan patung Ogoh-ogoh dari Bali ini diwarnai dengan semburan petasan kentut. Patung anoman mereka junjung dengan iringan musik khas Hindu. Tak lupa, masyarakat juga ikut bergoyang ria.

Kemudian, disusul oleh Fokessa atau Forum Kelurahan Siaga Sehat di lingkungan Tisnonegaran. Mereka yang mayoritas adalah ibu-ibu menampilkan drumbang dari alat-alat rumah tangga, seperti panci dan galon.

Sejumlah 20 ibu-ibu berdendang memainkan musik dengan memakai daster dan sandal jepit. Sontak, masyarakat banyak yang tertawa sebab menganggap penampilan dari Forkessa ini lucu dan menghibur.

Berlanjut penampilan dari UPTD Puskesmas Kel. Tisnonenagaran. Mereka goyang cantik sebagai suguhan kesenian untuk masyarakat. Selanjutnya ada penampilan dari anggota pokdarwis kelurahan, yaitu Tari Jaran Bodhag.

Penampilan terakhir dan menjadi gong suguhan kesenian itu adalah reog dari Sanggar Mardi Budoyo. Mereka menampilkan barong kepruk. Pecutan panjang dan reog melakukan atraksi sebagaimana permainan Barung Kepruk dilakukan.

Penampilan demi penampilan ini membuat walikota terkesima. Makanya, ia mengatakan siap menerima pelaku kesenian yang ada di Kota Probolinggo untuk berlatih di Rumah Dinas Walikota yang berada di Jalan Panglima Sudirman.

 “Saya sangat mengapresiasi semangat masyarakat untuk menjaga aset kesenian yang begitu berharga,” ucap Wali Kota Hadi saat diwawancara sebelum meninggalkan tenda.

Tak hanya Wali Kota, wargapun juga turut antusias dan terkesima. Olly misalnya, ibu empat anak yang berada di lingkunga RW 2 itu sangat rindu festival kesenian yang ada biasanya ia saksikan di sepanjang Jalan Juanda.

Ulang tahun sanggar ini menjadi kesempatan untuknya dan sangat ia nantikan. “saya berharap, acara ini terus berlanjut di setiap tahunnya. Apalagi ada UMKM dan PKL yang juga berkesempatan mengais rejeki,” kata Olly yang bersemangata melihat Juanda Menari.

Memang, selain menyuguhkan kesenian, Yuyun juga membuka kesemapatan bagi pelaku UMKM dan juga PKL untuk membuka stan mereka. Hal itu menjadi salah satu rangakaian acara Juanda Menari, yaitu gelaran bazar UMKM.

Di sepanjang jalan itu, masyarakat membuka stan di depan rumahnya untuk menjual UMKM mereka. Selain pelaku UMKM, pelaku PKL yang bukan warga Tisnonegaranpun turut berjualan di Juanda Menari. Minuman dingin, makanan ringan seperti telur gulung ada di gelaran bazar UMKM itu.

Masyarakat bisa menikmati kesenian dengan membeli jajan atau minuman. Jadi, penjual juga merasa untung. Salah satunya seperti usaha UMKM dari ibu Heti Linawati. Warga Kel. Tisnonegaran ini menjual es jelly lumut.

Ia sangat bahagia, sebab produknya laku keras. “Lakunya banyak, alhadulillah,” ia menyediakan 60 botol, dan tersisa 10 botol. Es jeli miliknya sangat cocok untuk diminum saat menikmati kesenian engan cuaca panas.

Bazar UMKM itu menjadi penutup rangkaian acara pada sore hari. Namun, Juanda Menari akan berlanjut hingga pukul 7 malam. rangakaian acaranya adalah fashion show, memancing ikan di RW 2 dan tari-tarian di depan Sanggar.

Fashion on street itu menarik bakat anak sekolah yang ada di Kel. Tisnonegaran. Mereka tampil dengan mengenakan busana bollywood atau khas indian. Langkah jenjang setiap model menyusui jalan juanda yang panjangnya sekitar 100 meter di RW 2 itu.

Walau menurut Zalfa, yang menjadi salah satu model sangat gerogi saat melangkah disaksikan masyarakat di lingkungannya sendiri. namun, ia senang bisa memiliki kesempatan. “Pengen ikutan aja, kayak tertarik gitu,” ucapnya.

Selain Zalfa, Satrio Agung Pamungkas yang juga model Juanda Fashion Street itu merasa tidak percaya diri saat berlenggak lenggok dengan mengenakan kostum ala-ala pemuda india. “Ini pertama kali jadi gerogi,” namun, usai tampil nafas lega Satrio hembuskan dari hidungnya.

Di samping fashion on street itu ada memancing di sungai di RW 2. Tentunya, ini menjadi momen bagi bapak-bapak dan pemuda di Kel. Tisnonegaran yang hobi memancig. Ada ikan lele dan ikan sungai lainnya yang senagaja mereka hanyutkan ke sungai.

Setelah itu, mereka akan memancing dengan waktu yang disepakati.  Sebetulnya memancing dengan mengahyutkan ikan secara sengaja ini sudah menjadi kebiasaan warga Tisnonegaran. Namun, di acara Juanda mamancing juga menjadi salah satu rangkaian acara.

Setelah puas menikmati Fashion on street dan memancing, masyarakat bisa beralih ke depan sanggar. Disana, ada suguhan tari-tarian. Mulai dari reog hingga tari jaran bodhag.

Juanda Menari selasai pada pukul 10 malam lebih. Persiapan demi persiapan untuk memcapai acara yang sukses ini bukanlah hal yang mudah bagi Yuyun. Tiga bulan ia menyiapkan acara, agar ulang tahun sanggar setelah vakum akibat pandemi ini bisa berlangsung meriah.

Tak hanya persiapan tenaga, persiapan materi juga menjadi fokus Yuyun. Dana dari acara yang meriah itu bersumber dari swadaya masyarakat dan sponsor. “Saya sangat berterimakasih,” ujarnya saat wawancara di dalam ruangan sanggar saat acara berakhir.

Bagi Yuyun, Juanda Menari ini menjadi apresiasi untuk anak didiknya yang belajar selama satu tahun. “Tapi potensi yang ada di Kelurahan juga coba saya gali, makanya tidak hanya ada tari-tarian. Ternyata masyarakat kita itu antusias,” katanya dengan suara bersemangat.

Selain masyarakat, ia juga mengundang pelaku seni yang menjadi temannya, seperti yang berasal dari Lumajang, Pasuruan dan Jember. Sehingga, kesenian di Juanda Menari malam hari semakin berwarna.

Ia bercita-cita di Juanda Menari selanjutnya bisa lebih meriah. Setelah mengandeng warga asli Tisnonegaran ini menjadi semangat baru baginya untuk terus melestarikan kesenian. (alv/why)


Share to