AJI Jember Desak Kepala Daerah Komitmen pada Keterbukaan Informasi Publik

Andi Saputra
Andi Saputra

Monday, 28 Dec 2020 17:07 WIB

AJI Jember Desak Kepala Daerah Komitmen pada Keterbukaan Informasi Publik

TRANSPARANSI: Ketua AJI Jember Ira Rachmawati mendesak kepala daerah untuk mematuhi UU KIP sebagai bagian dari penyehatan demokrasi. Dengan begitu, fungsi kontrol terhadap kebijakan publik optimal.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember mendesak kepala daerah yang terpilih di Pilkada Serentak 2020, berkomitmen pada Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pasalnya, tak jarang birokrasi tertutup untuk urusan transparansi. Baik itu program maupun anggaran.

Hal itu disampaikan Ketua AJI Jember Ira Rachmawati. Menurutnya, keterbukaan informasi publik adalah salah satu unsur penting dalam kehidupan demokrasi. Dengan begitu, fungsi kontrol oleh masyarakat bisa optimal.

“Kita tidak mungkin membicarakan pemerintahan yang bersih, tanpa keterbukaan informasi. Sudah satu dasawarsa perjalanan UU Nomor 14/2008 tentang KIP, tapi prakteknya belum sesuai harapan,” terang jurnalis yang akrab disapa Ira itu dalam siaran persnya, Senin (28/12/2020).

Dalam konteks Kabupaten Jember misalnya, AJI Jember menyoroti perihal indeks keterbukaan publik yang selama lima tahun terakhir selalu menempati peringkat paling buncit di banding daerah-daerah lain di Jawa Timur.

Berdasarkan survei tahunan yang dilakukan oleh Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2018, Jember menduduki peringkat ke-27. KIP di Jember kian memburuk ketika pada tahun 2019, KI Provinsi Jawa Timur tidak bisa memberikan penilaiain.

Pasalnya, Pemkab Jember tidak mengembalikan Self Assessment Questionnaire (SAQ) yang dikirimkan KI Jatim. Tak hanya di Kabupaten Jember, AJI Jember yang sudah berdiri sejak tahun 2006 juga meminta kepatuhan pada UU tersebut ditunjukkan pemda se-Tapal Kuda.

Seperti diketahui, AJI Jember mencakup kerja di lima daerah. Selain Jember, juga Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang. Selain itu AJI Jember juga meminta agar pemda tidak melakukan intervensi terhadap independensi media.

“Praktek  intervensi ini kerap terjadi. Dengan intervensi melalui iklan, media kesulitan untuk melakukan kerja jurnalistik yang independen. Sehingga media yang seharusnya mendorong transparansi kebijakan publik serta menjadi kontrol sosal, justru menjadi sarana kapitalisasi dan pencitraan kepala daerah. Padahal, iklan media tersebut bersumber dari dana publik. Ini tentu menjadi ironi,” jelasnya.

Untuk mengawal transparansi publik di daerah, AJI Jember juga berencana untuk mendorong peran aktif lembaga non-pemerintah yang lain. “Kita perlu bekerjasama dengan elemen masyarakat, untuk bersama-sama mengawal transparansi kebijakan pemerintah daerah,” papar Ira.

AJI Jember juga mengajak seluruh pekerja media untuk bersama-sama mengawal kebijakan publik di masa pandemi, dengan tetap taat pada protokol kesehatan. Menurutnya, peran media yang kritis dan konstruktif, sangat dibutuhkan untuk mengawasi jalannya kebijakan pemerintah dalam mengatasi dampak dari pandemi.

Selain untuk mencegah penyimpangan, kontrol media juga penting untuk mendorong kebijakan pemerintah yang tepat dan efektif di masa pandemic. Ia juga meminta agar jurnalis taat untuk menerapkan protokol Kesehatan, untuk meminimalisasi risiko jurnalis terpapar covid-19.

Saat ini, AJI Jember sedang menyusun kepengurusan yang baru. Salah satu program pentingnya yakni membentuk Divisi Perempuan dan Kelompok Marginal. Pembentukan divisi ini untuk memperkuat advokasi dalam liputan-liputan terkait perempuan dan kelompok marginal.

“Terlebih selama beberapa waktu terakhir, kerap terjadi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kelompok marginal di Jember dan Banyuwangi, yang hal itu membutuhkan advokasi tersendiri,” kata jurnalis kompas.com tersebut.

Sementara itu, Abdul Manan, Ketua Umum AJI menyoroti keberpihakan media pada jurnalis di mana mereka bekerja. Dalam kondisi pandemic, bukan hanya perusahaan media yang terdampak, namun juga wartawan.

“Dalam rantai industri media, kontributor adalah kelompok yang paling rentan dan pertama kali terdampak ketika terjadi krisisi media. Banyak anggota AJI yang berstatus kontributor. Ini akan menjadi tantangan kita dalam setahun dua tahun ke depan, bagaimana kita membantu jurnalis yang terdampak,” tutur Manan.

Manan -sapaan akrabnya – juga mengajak seluruh jurnalis untuk tidak menggadaikan idealisme dan kode etik jurnalis karena alasan krisis. “Walau dalam kondisi sulit, itu bukan alasan untuk tidak profesional,” kata Manan dalam sambutannya di arena Konferta AJI Jember.

Tantangan lain di tingkat nasional bagi jurnalisme, menurut Manan adalah soal kebebasan berekspresi di masa Jokowi yang kian memburuk. Ancaman kebebasan berekspresi di era Jokowi menurut The Economist Intelligence Unit (EIU), semakin menurun. (as/sp)


Share to