Banyuwangi Kehilangan Maestro Gandrung, Sugeng Tindak Mak Pon

Dian Cahyani
Dian Cahyani

Monday, 08 Jun 2020 22:04 WIB

Banyuwangi Kehilangan Maestro Gandrung, Sugeng Tindak Mak Pon

SELAMAT JALAN: Poniti terkenal sebagai primadona gandrung pada tahun 1968 sampai tahun 1980-an. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada Senin (8/6/2020). Selamat jalan sang maestro Gandrung. (foto: istimewa)

Satu seniman gandrung legendaris, mangkat. Poniti namanya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya usai menjalani operasi bedah radang tenggorokan di RSUD Blambangan. M, Lufti mantan Camat Singojuruh mengungkapkan, Poniti adalah maestro gandrung tersepuh di Banyuwangi.

DIAN CAHYANI, Wartawan Tadatodays.com

PONITI terkenal sebagai primadona gandrung pada tahun 1968 sampai tahun 1980-an. Ia adalah seniman gandrung terop yang piawai melantunkan tembang-tembang populer, seperti onde- onde dan mak kualon. Sebagai gandrung profesional ia terkenal pada masanya. Tanggapan mengalir setiap hari tanpa henti.

Demi melangsungkan regenerasi seni gandrung, Poniti mengader anak-anak muda menjadi gandrung profesional. Beberapa generasi gandrung didikannya telah menjadi gandrung profesional yang populer di masyarakat, sebut saja Gandrung Supinah, Gandrung Temu dan Gandrung Mada’iyah.

Namanya sempat redup, ia tak banyak menerima tawaran manggung lagi. Ia pun beralih menyibukan diri di bidang pertanian. Poniti sempat mengelola dua petak sawah yang tersisa, sambil menanti permintaan tanggapan.

Masa sulit tersebut dialami sejak suaminya pada tahun 1995. Saat itu Poniti sudah pensiun sebagai penari gandrung profesional karena usianya yang sudah tua. Namun, suaranya masih sering diperlukan sebagai sinden jaranan dan gandrung.

Kehidupan perekonomianya terbantu sejak Kepemimpinan Camat Singojuruh beralih ke, Muhamad Lutfi. Semasa menjabat, M. Lutfi banyak meberikan program kesenian  yang melibatkan Poniti, salah satunya adalah tabuhan soren.

Tabuhan soren adalah sebuah kegaitaan seni yang diinisiasi oleh generasi muda Banyuwangi khusunya daerah Singojuruh. Kegiataan tersebut rutin dilakukan disetiap Sabtu sore, dengan menghadirkan Poniti untuk melantunkan beberapa tembang.

“Kami rutin melibatkan Mak Pon dalam kegiataan tabuhan sore. Selain itu, anak- anak muda Singojuruh juga berperan aktif nguri-nguripi kesenian Banyuwangi bersama Mak Pon,” ungkap Muhamad Lutfi sembari mengenang kejadian beberapa tahun silam dengan Poniti.

Muhamad Lutfi cukup akrab dengan Poniti. Bahkan, kedekatannya sudah seperti ibu dan anak. Namun, siapa sangka Poniti akan menghembuskan nafas terakhirnya di siang hari ini, Senin (8/6/2020).  Usai menjalani operasi bedah radang tenggorokan di RSUD Blambangan.

Sebelum dilarikan ke rumah sakit, Poniti berpesan ingin bertemu dengan Muhamad Lutfi. “Mak Pon katanya ingin berkunjung ke Banyuwangi Kota. Pengen ketemu saya, katanya. Itu pesan terakirnya kepada saya,” imbuhnya.

Namun, kini Muhamad Lutfi dirundung penyesalan lantaran masih belum bertemu dengan Poniti. Rencanaya, usai menjelani operasi Muhamad Lutfi akan menjenguk Poniti. “Rencannya malam ini saya mau ke rumah sakit. Tapi, bagaimana lagi? Allah sudah menggariskan. Itu yang saya sesali belum bertemu Mak Pon,” ungkapnya dengan suara parau. (dee/hvn)


Share to