Bertemu Soewardi, Veteran Pejuang Kemerdekaan

Mochammad Angga
Mochammad Angga

Friday, 15 Nov 2019 10:44 WIB

Bertemu Soewardi, Veteran Pejuang Kemerdekaan

PAHLAWAN: Suwardi, salah satu veteran pejuang kemerdekaan yang masih hidup hingga saat ini. Soewardi dulunya bergabung dengan tentara rakyat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

PROBOLINGGO, TADATODAYS - Soewardi adalah salah satu saksi hidup bagaimana peliknya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Jepang. Belum lagi mempertahankan kemerdekaan yang hendak direbut pasukan Sekutu. Saat ditemui Tadatodays, ingatan tentang perang masih melekat kuat di kepalanya.

Soewardi mengaku lahir dan besar di Probolinggo. Dulunya, ia adalah seorang bekas anggota Tentara Rakyat. Tugasnya hanya satu, meraih kemerdekaan. Bagaimana caranya mengusir penjajah. Ketika itu dirinya masih bocah ingusan, namun sudah diminta ikut terlibat dalam perang. “Senjata seadanya. Gak ada komando dari atasan. Karena waktu itu saya juga masih kecil. Tapi ikut saja membantu tentara-tentara yang lebih dewasa untuk berperang,” ungkap bapak 5 anak ini saat ditemui di rumahnya di Jl Ikan Lumba-lumba, Mayangan.

Usai Indonesia merdeka, Soewardi mengaku sempat masuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang selanjutnya diganti menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Ketika menjadi anggota TKR Soewardi baru mendapat pelatihan khusus bagaimana menghadapi musuh. “Koordinasi sudah lebih bagus dan pemimpim juga memberikan arahan yang mudah diikuti,” ceritanya.

Soewardi mengaku menjadi tentara tak mengikuti rekrutmen seperti layaknya calon prajurit TNI saat ini. Di mana dirinya harus masuk sekolah kemiliteran. “Jaman dulu sukarela saja. Karena yang lebih dipentingkan yang mau perang dan siap mati. Karena meski Indonesia sudah merdeka tapi keadaan belum stabil,” ungkapnya.

Ketika pecah perang 10 November di Surabaya, Soewardi mengaku tak ikut ke sana. Tapi dia mengikuti berita dan perkembangannya. Ketika Jendral Mallaby dari pihak sekutu tewas dalam pertempuran di Jembatan Merah Surabaya, sorak sorai kemenangan sampai di Probolinggo. Semua rakyat bersuka cita.

Tapi usai Bangsa Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan, masih ada pihak-pihak yang memberontak. Ia pun ditugaskan menumpas pemberontakan itu. Namun tugas yang diingatnya paling berat ketika ikut pertempuran di Irian Jaya (sekarang Papua, Red.) dan Timor-Timur yang kini menjadi negara Timor Leste.

"Bebannya sangat berat dibanding rakyat biasa. Berjuang untuk bertempur. Masak nasi ketika hujan, makan nasi basah atau makan makanan tidak layak itu sudah biasa. Paling takut bukan pada musuh karena doktrinnya sudah membunuh atau dibunuh. Justru paling takut itu kalau ngantuk. Karena ketika ngantuk, kewaspadaan hilang,” jelasnya.

Saat ini, Soewardi hidup dengan anak dan cucunya. Ia menarima uang pensiun sekitar Rp 2 juta setiap bulannya.

Selama mengabdi sebagai tentara, Soewardi menerima penghargaan Satya Lencana. “Bagi saya yang penting itu bukan penghargaannya, tapi bagaimana anak muda sekarang ini lebih menghargai orang tua. Bagaimana mereka mengisi kemerdekaan ini dengan menjadi pemuda yang baik dan tidak merusak masyarakat,” pungkasnya. (ang/hvn)


Share to