Di Lubang Buaya Banyuwangi, Jasad 62 Pemuda Ansor Dibuang

Rifky Leo Argadinata
Friday, 30 Sep 2022 15:51 WIB

MONUMEN PANCASILA: Terletak di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Monumen Pancasila ini menjadi pengingat peristiwa berdarah G 30 S / PKI yang juga terjadi di Banyuwangi.
Peristiwa berdarah dalam pusaran Gerakan 30 September 1965 atau yang kemudian dilabeli peristiwa G 30 S/PKI, tidak hanya terjadi di Jakarta. Di Kabupaten Banyuwangi, terjadi pula insiden pembunuhan puluhan orang Pemuda Ansor yang kemudian dibuang di “Lubang Buaya Banyuwangi”.
--------------------
PERISTIWA berdarah itu terjadi pada 18 Oktober 1965. Ada 62 orang pemuda Ansor yang gugur. Mereka dibunuh oleh orang-orang PKI (Partai Komunis Indonesia), lalu jasadnya dibuang ke dalam sumur yang berada di RT 03 – RW 03 Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Saat ini tempat tersebut dikenal sebagai Lubang Buaya Banyuwangi.
Sebelum memasuki Lubang Buaya Banyuwangi, pengunjung akan lebih dulu disambut Monumen Pancasila Jaya dengan simbol Burung Garuda. Ada ukiran relief terpasang dalam dinding yang memutari sumur tersebut. Relief itu menceritakan penyerangan yang dilakukan kelompok PKI terhadap Pemuda Ansor hingga mereka terbunuh lalu jasadnya dibuang di tempat tersebut.
Di balik Monumen Pancasila Jaya, terdapat tiga sumur. Untuk menandainya, masing-masing diberi batas keramik berukuran sekitar 3 x 2 meter.
PERTUMPAHAN DARAH: Relierf di balik Monumen Pancasila yang menggambarkan pertumpahan daerah pada 18 Oktober 1965 di Cemetuk.
Tepat pada Jumat 30 September 2022 pagi, Kepala Dusun Cemetuk Sugiyono tampak sibuk dengan aktivitasnya bersama warga. Mereka bahu membahu membersihkan sumur Lubang Buaya Banyuwangi tersebut. Mereka melakukan ini untuk mengingat sejarah kelam, agar tidak terulang di generasi selanjutnya.
Kepada tadatodays.com, Sugiyono kemudian menceritakan kalau peristiwa kelam tersebut amat membekas dalam dirinya. Peristiwa berdarah itu diceritakan secara turun-temurun dari kakeknya, yang menjadi saksi pertumpahan darah di kawasan tersebut. "Pertumpahan darah itu terjadi pada 18 Oktober 1965,"ujarnya.
Menurutnya, hari itu ada ratusan orang datang dari Kecamatan Muncar. Mereka hendak datang ke sebuah acara pengajian di kawasan Banyuwangi selatan. Ratusan jamaah pengajian itu diangkut menggunakan beberapa truk.

Truk yang mengangkut rombongan jamaah pengajian tersebut mendadak dihentikan segerombolan orang saat melintasi Desa Karangasem atau sekarang Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi. "Sampai di Yosomulyo, truk mereka dihadang dengan menggunakan palang kayu dari depan dan belakang, lalu truk itu dibakar,"jelasnya.
Tindakan pembakaran tersebut menyulut emosi Pemuda Ansor yang ikut naik truk tersebut. Mereka melakukan perlawanan. "Mereka bertempur di sepanjang jalan Yosomulyo, hingga korban berjatuhan," kata Sugiyono.
LUBANG BUAYA: Tiga lubang sumur yang diabadikan di balik Monumen Pancasila di Desa/Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Tempat ini menjadi saksi pembunuhan 62 orang Pemuda Ansor di masa pecah G 30 S di Banyuwangi.
Pertempuran di Karangasem atau Yosomulyo meluas sampai ke Cemetuk. Ini dipicu beredarnya isu yang berkembang, bahwa terjadi pembakaran rumah di Cemetuk. Masyarakat banyak yang terprovokasi dan bersiap melakukan perlawanan. Adapun jarak dari Cemetuk ke Karangasem atau Yosomulyo sebenarnya cukup jauh, yakni sekitar 3 kilometer.
"Ya mungkin karena provokator dan kondisi politik yang carut marut saat itu, serta masyarakat yang masih awam, akhirnya pertempuran itu meluas hinga ke Cemetuk," ungkap Sugiyono.
Sugiyono menghentikan ceritanya sejenak, kemudian menghela nafas panjang. Setelah itu ia meneruskan ceritanya. Menurutnya, pertempuran saat itu terjadi sampai di depan makam warga Cemetuk. "Jadi mereka yang lari ke Cemetuk itu meninggal, dan yang lari ke arah selatan itu selamat," tuturnya.
Para korban yang meninggal kemudian dibawa ke sumur, lalu mereka ditimbun disana. Menurut Sugiyono, tiga lubang sumur diisi jumlah jenazah berberbeda – beda. ”Satu sumur itu diisi 24 orang, ada juga 21 orang yang dikubur disana," katanya.
Sugiyono berharap, peristiwa kelam itu tidak terulang kembali. "Mari kita untuk kedepanya bisa saling memperkuat persatuan dan demi kemajuan bangsa ini," pungkasnya. (rl/why)




Share to
 (lp).jpg)