Hari Jadi Kota Probolinggo 663 (bagian 4) : Kali Banger, Riwayatmu… 

Imam Wahyudi
Imam Wahyudi

Sabtu, 03 Sep 2022 09:41 WIB

Hari Jadi Kota Probolinggo 663 (bagian 4) : Kali Banger, Riwayatmu… 

KALI BANGER: Pada 23 Februari 2020, komunitas Formalis bersama para pelajar membersihkan dan mempercantik Kali Banger di spot jembatan tua bawah Toko Wolu. (Foto: dokumen Formalis)

Kali Banger menjadi tetenger vital bagi Kota Probolinggo. Sebab, jauh sebelum diganti menjadi Probolinggo pada 1770, daerah yang sekarang ini menjadi Kota Probolinggo, sudah lebih dulu terkenal dengan nama Banger.

--------------------

BANGER menjadi penanda keberadaan wilayah kota Probolinggo dengan selimut mitos bahwa sungai ini dulunya berbau anyir gegara darah Minakjinggo saat dihabisi oleh Damarwulan. Di antara simpang siur sejarah seputar siapa sebenarnya Minakjinggo dan peran sejatinya, mitos bau anyir Kali Banger terjadi karena darah Minakjinggo, rupanya tidak berdasar kuat.

Ini salah satu alasannya. Jika yang dimaksud Minakjinggo adalah Bhre Wirabumi yang terbunuh dalam Perang Paregreg, maka peristiwanya terjadi pada rentang 1401-1406. Sedangkan nama Banger sudah dikenal jauh sebelum Perang Paregreg. Termasuk perintah Raja Hayam Wuruk pada 4 September 1359 untuk membuka alas Banger. 

Terlepas dari mitosnya, sungai Banger masih ada sampai saat ini. Sungai ini mengalir di sisi timur tengah Kota Probolinggo, terus sampai ke muara.

Cerita orang tua-tua menyebutkan, Kali Banger dulu lebar. Perahu dari Madura bisa masuk ke tengah kota melalui Kali Banger, bahkan sampai ke daerah yang disebut “Pasar Kambing” atau sekarang disebut Jalan Siaman. Daerah itu disebut dengan nama “Tambak Pasir”.

Sedangkan dosen arsitektur UK Petra Surabaya Handinoto punya catatan lain. Dalam bukunya, “Sejarah Kota Probolinggo 1746 – 1940” Handinoto menyebutkan bahwa semua hasil pertanian pada zaman pra kolonial diangkut dari pedalaman lewat Kali Banger dan sungai sungai kecil lainnya ke daerah pelabuhan.

Selain itu, Kali Banger yang bermuara tidak jauh dari pelabuhan, menjadi awal jalan masuk orang China ke Probolinggo. Karena itu, di tepi barat Kali Banger tersebut dibangun kelenteng dan daerah itu kemudian berkembang menjadi daerah Pecinan.

Di samping Kali Banger, pada peta tua bertahun 1800-an terlihat ada kali-kali kecil lainnya tapi kemudian kali tersebut mati karena mengalami pendangkalan.

Sayangnya Kali Banger yang lebar, mengalir di tengah kota, tinggal cerita. Dalam riwayat sejarahnya, sekitar tahun 1928, sepanjang kira-kira 200 meter Kali Banger disebutkan diurug dijadikan jalan. Urugan tersebut sekarang menjadi Jalan Abdul Azis dan Jalan Siaman.

Aliran Kali Banger dari muara sampai tengah kota kini tersisa menjadi sungai kecil saja. Sebagaian besar sungai legendaris ini melintasi pemukiman penduduk. 

***

Saat ini aliran Kali Banger yang masih bisa dilihat fisiknya melintang di Jl Teuku Umar – Jl Imam Bonjol – Jl Basuki Rahmad – Jl Patiunus – Jl Pattimura, kemudian sampai di muara.

Keberadaan Kali Banger yang strategis dan legendaris, mendapat atensi serius Pemkot Probolinggo. Sejumlah upaya dilakukan Pemkot Probolinggo bersama masyarakat, baik itu upaya perawatan hingga rencana revitalisasinya.

Mantan Kepala Dispopar Kota Probolinggo Budi Krisyanto menuturkan, Kali Banger sudah pernah diidentifikasi oleh Icomos (International Council on Monuments and Sites) yaitu sebuah asosiasi internasional yang bekerja untuk konservasi dan perlindungan tempat-tempat warisan budaya di seluruh dunia. “Kali Banger sudah pernah diidentifikasi Icomos, dan ini menjadi salah satu bagian penting perencanaan Kota Probolinggo sebagai Kota Pusaka,” ujar Budi saat ditemui di kediamannya, Selasa (23/8/2022).

Di gelaran Kancaba (Pekan Perencanaan Pembangunan) Kota Probolinggo oleh Bappeda pada 2010, Kali Banger sempat muncul sebagai bahan diskusi. Ada keinginan kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan Kali Banger menjadi ikon Kota Probolinggo.

Berikutnya pada 2019, upaya-upaya revitalisasi Kali Banger menguat lagi. Terutama karena Kota Probolinggo akan menjadi tuan rumah gelaran Apeksi Wilayah IV pada 2020. Maka, dilakukanlah upaya pembenahan secara bertahap agar Kali Banger sebagai ikon Kota Probolinggo bisa dikunjungi para tamu Apeksi.

Selain  pembenahan secara bertahap, ada langkah-langkah sosial yang juga dilakukan Pemerintah Kota  Probolinggo bersama masyarakat. “Yang utama adalah menghidupkan semangat masyarakat untuk ikut merawat Kali Banger,” terang Budi Krisyanto yang kini menikmati masa pensiunnya. 

Sebagai wujudnya, dibentuklah komunitas Relawan Kali Banger yang kemudian berubah menjadi Forum Peduli Kali Banger. Dari komunitas kecil ini kemudian berkembang menjadi wadah masyarakat peduli sungai tingkat Kota Probolinggo, yaitu Formalis (Forum Masyarakat Peduli Sungai).

Pada awal 2020, Formalis Bersama sejumlah elemen gencar melakukan bersih-bersih Kali Banger. Ada satu spot yang bebatuannya sampai dipercantik dengan cat warna-warni, yaitu Kali Banger di bawah jembatan tua yang di atasnya berdiri Toko Wolu.

Namun sayang, Maret 2020, pecah pandemi Covid-19 di Indonesia. Apeksi 2020 urung digelar offline di Kota Probolinggo. 

Ada banyak pemikiran dan wacana berkeliaran seputar upaya revitalisasi Kali Banger. Terutama agar Kali Banger bisa direvitalisasi secara nyata, misalnya dengan cara dilebarkan, dibuatkan jogging track di kedua sisinya, dipercantik dan dikembangkan sebagai heritage tourism.

Namun, dalam wacana revitalisasi total Kali Banger, memang ada kendala, yaitu padatnya pemukiman warga di sepanjang aliran sungai tersebut. Namun, gagasan solusi untuk mengatasi kendala tersebut masih hanya menjadi pemikiran di forum-forum diskusi terbatas, belum pernah menjadi wacana maupun kajian resmi oleh Pemerintah Kota Probolinggo.

“Tetapi sesungguhnya (revitalisasi Kali Banger, red) bukan hal yang mustahil dilakukan,” kata Budi Krisyanto. Ia kemudian mencontohkan kebijakan pemerintah Kota Seoul di Korsel merevitalisasi Sungai Cheonggyecheon.

Sungai Cheonggyecheon sebenarnya sungai bersejarah bagi Kota Seoul. Tetapi demi kepentingan transportasi, Sungai Cheonggyecheon ditutup untuk jalan layang. Dalam perkembangannya, jalan layang itu mengalami banyak masalah pada struktur pondasi hingga munculnya gas beracun.

Berikutnya oleh pemerintah Kota Seoul, jalan layang di atas Sungai Cheonggyecheon dibongkar. Selain faktor masalah pada jalan layang, pembongkaran ini dilakukan untuk membangun kembali ruang publik dan mengembalikan sungai bersejarah di kota itu.

Aliran Sungai Cheonggyecheon dipulihkan. Kini, Sungai Cheonggyecheon menjadi ruang publik multifungsi, sekaligus merupakan salah satu destinasi wisata popular di Seoul. (why)


Share to