Hasan-Tantri Digulung KPK

Tadatodays
Tadatodays

Sunday, 05 Sep 2021 13:20 WIB

Hasan-Tantri Digulung KPK

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Bagaikan petir di siang bolong. Perumpamaan itulah yang menggambarkan kasus yang tengah melilit Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan anggota DPR RI sekaligus mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin. Publik terkejut. Seakan tak percaya dengan kabar ditangkapnya Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wajar jika masyarakat Probolinggo kaget dengan kabar tersebut. Sebab, Pemerintah Kabupaten Probolinggo di bawah kepemimpinan Bupati Puput Tantriana Sari -karib disapa Tantri- dan Wakil Bupati Timbul Prihanjoko dinilai sukses dalam menjalankan roda pemerintahan. Seperti nyaris tidak ada permasalahan di lingkaran birokrasi.

Tapi, semua itu buyar bak ditelan bumi sedalam-dalamnya. KPK membongkar praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan. Bukan di level kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang merupakan “pembantu” Bupati, tapi di level yang paling bawah yakni pemerintahan desa.

DIGELANDANG: Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, saat keluar dari ruang Ditreskrimsus Polda Jawa Timur. Selanjutnya, kedua bersama 8 orang lain yang turut diamankan akan diterbangkan ke Jakarta (30/8/2021).

Dari informasi yang dihimpun tadatodays.com, KPK mengendus praktik jual beli jabatan itu sejak dua tahun lalu. Tapi belum diketahui apakah saat itu Harun mengendus praktik jual beli jabatan Penjabat (Pj) kades yang saat ini ditangani KPK, atau kasus lain. Sebab saat itu, Satgas  Penyelidikan KPK yang diketuai Harun Al Rasyid tidak bisa segera mengeksekusi lantaran belum mendapat izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Yang pasti, kasus jual beli jabatan Pj kades sudah mendapat “restu” dari Dewas. Hingga akhirnya Harun dan timnya melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin.

Dikonfirmasi tadatodays.com melalui pesan WhatsApp pada Senin (30/8) sekira pukul 10.25 WIB, Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan penangkapan tersebut. “Benar, informasi yang kami terima tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap beberapa pihak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi di wilayah Jawa Timur,” katanya.

OTT itu dilaksanakan pada Senin, 30 Agustus 2021, dini hari. Sekira pukul 02.00 WIB, tim KPK langsung memasuki rumah pribadi Hasan di Jalan Ahmad Yani nomor 9, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo. Dalam OTT itu, KPK juga mendapati Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan seorang ASN bernama Sumarto yang disiapkan untuk menjadi Pj Kades Karangren, Kecamatan Krejengan.

DITAHAN: KPK menunjukkan 17 ASN Pemkab Probolinggo yang menjadi tersangka penyuap Bupati nonaktif Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin. (foto: Istimewa)

Dalam OTT itu, KPK mengamankan uang tunai Rp 240 juta, sejumlah proposal berisi pengajuan nama-nama ASN yang diajukan oleh Camat Krejengan Doddy Kurniawan ke Bupati Tantri melalui Hasan, untuk diangkat menjadi Pj kades. Dari rumah pribadi Hasan itulah, KPK mengamankan keempat orang tersebut berikut barang bukti uang dan sejumlah berkas.

Di waktu yang sama, KPK ternyata membagi satu tim lainnya untuk mendatangi rumah Camat Paiton Muhamad Ridwan, di Kelurahan Curahgrinting, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo. Di situ, KPK mengamankan uang Rp 112,5 juta.

Selain lima orang tersebut, KPK juga mengamankan Camat Kraksaan Poniri, Camat Banyuanyar Imam Syafi’i, Camat Gading Hari Cahyono, serta dua orang ajudan Bupati Pitra Jaya Kusuma dan Faisal Rahman.

Setelah OTT, sekira pukul 5 pagi, lembaga antirasuah itu langsung membawa kelima orang tersebut ke Mapolda Jawa Timur untuk dilakukan pemeriksaan awal. Setelahnya, KPK menerbangkan mereka ke Jakarta untuk diperiksa lanjutan di Gedung Merah Putih kantor KPK.

Bupati Tantri-Hasan Aminuddin Jadi Tersangka

SEPULUH orang yang digelandang KPK akhirnya tiba di Jakarta, Senin sore. Untuk menjelaskan kepada publik terkait OTT kasus tersebut, KPK pun menggelar pers rilis pada Selasa (31/8), sekira pukul 03.00 WIB. Tadatodays juga mengikuti rilis tersebut melalui akun youtube KPK RI. Dalam rilis itu, KPK ternyata hanya menunjukkan Tantri, Hasan, Ridwan, Doddy dan Sumarto sebagai tersangka.

Sementara lima orang lainnya, yakni  Camat Kraksaan Poniri, Camat Banyuanyar Imam Syafi’i, Camat Gading Hari Cahyono, serta dua orang ajudan Bupati Pitra Jaya Kusuma dan Faisal Rahman dipulangkan dan tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Rilis dipimpin oleh Wakil Ketua KPK Alex Marwata, dengan didampingi Ali Fikri. Alex menjelaskan, bahwa Bupati Tantri, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan dan Muhamad Ridwan menerima suap dalam kasus jual beli jabatan Pj kades. Sementara Sumarto, dianggap sebagai pemberi suap.

Selain Sumarto, lanjut Alex, KPK juga menetapkan 17 ASN lainnya sebagai pemberi suap. Mereka adalah Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, dan Mashuren. Lalu, Abdul Wafi, Khoim, Ahmad Syaifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nurul Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsudin. Namun saat itu, ketujuh belas tersangka tersebut belum diamankan KPK.

Alex selanjutnya membeber bagaimana praktik jual beli jabatan Pj kades itu dilancarkan oleh Hasan Aminuddin dan kawan-kawan. Dimana, ada 252 desa yang masa jabatan kepala desanya akan berakhir pada 9 September 2021. Pemkab Probolinggo pun mengagendakan Pilkades Serentak pada akhir 2021 mendatang. Tapi jadwal Pilkades itu diputuskan dimundurkan pada 2022 mendatang, sementara masa jabatan 252 kepala desa tetap akan berakhir pada 9 September. Itu artinya, ada masa dimana 252 desa itu tidak memiliki kepala desa.

Karena itulah, pengangkatan PNS sebagai Pj kades dibutuhkan agar tidak ada kakosongan pemimpin di 252 desa tersebut. Namun sayang, proses pengangkatan Pj itu justru mengabaikan regulasi yang ada. Hasan, malah memilih “menjual” jabatan tersebut kepada PNS yang bersedia. Dengan catatan, setiap PNS tersebut harus membayar “mahar” 20 juta rupiah kepada dirinya yang dianggap mewakili istrinya Bupati Tantri.

Tak cukup di situ. Pria yang juga biasa disapa Bindereh itu meminta agar setiap Pj kades membayar upeti Rp 5 juta dari setiap satu hektare tanah desa atau tanah bengkok yang jadi hak pengelolaan setiap kadaes.

Nah, syarat-syarat tak lazim itulah yang diendus KPK sebagai bentuk tindak pidana suap jabatan. Karenanya, KPK menetapkan Bupati Tantri, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan dan Muhamad Ridwan sebagai penerima suap. Mereka dijerat dengan pasal Pasal 12 (a-b), Pasal 11 UU Tipikor Junto Pasal 55 KUHP. Sementara untuk tersangka Sumarto dan 17 PNS lainnya ditetapkan sebagai pemberi suap, dan dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 (a-b), Pasal 13 UU Tipikor.

Setelah rilis itu, kelima tersangka langsung dijebloskan ke tempat penahanan berbeda.  Bupati Tantri ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih; Hasan Aminuddin ditahan di Rutan KPK pada Kabin C 1; Doddy Kurniawan ditahan di Mapolres Jakarta Pusat; Muhamad Ridwan ditahan di Mapolres Jakarta Selatan; dan Sumarto ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

ANGKUT: Tim KPK mengamankan sejumlah koper dari empat yang digeledah, untuk mencari tambahan barang bukti kasus dugaan jual beli jabatan Pj kades. Selain itu, KPK juga mengangkut 17 tersangka yang merupakan ASN yang disiapkan untuk diangkat menjadi Pj kades.

Geledah Banyak Tempat, Angkut 17 Tersangka

SETELAH merilis kelima tersangka, KPK kembali bergerak cepat. Mulai dari penggeledahan di banyak tempat, hingga mengangkut 17 tersangka berstatus PNS yang semula akan diangkat menjadi Pj kades.

Dimulai pada Kamis, tanggal 2 September 2021. KPK menggeledah rumah pribadi Hasan Aminuddin, Jalan Ahmad Yani nomor 9, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo. Dari rumah mewah itu, petugas yang memakai rompi khas KPK mengamankan sejumlah berkas. Tak hanya dari dari dalam rumah, berkas-berkas itu juga didapati dari dalam mobil pribadi Hasan.

Penggeledahan itu memakan waktu hingga 8 jam lebih dan baru selesai pada pukul 19.25 WIB, dengan membawa 5 koper dan belasan tas yang diduga berisi barang bukti tambahan. Selain di rumah pribadi, KPK juga menggeledah Rumah Dinas Bupati yang juga beralamat di Jalan Ahmad Yani Kota Probolinggo. Tepatnya, di selatan alun-alun kota.

Tak hanya di dua tempat tersebut, tim antirasuah juga menggeledah Kantor Bupati Probolinggo, Jalan Panglima Sudirman, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. Upaya mencari barang bukti itu ditunjukkan dengan adanya satu koper yang dibawa petugas KPK dari ruang kerja Bupati.

Seorang sopir berinisial R, yang mengemudikan salah satu mobil rombongan KPK di Kantor Bupati mengatakan, bahwa KPK sehari sebelumnya juga mendatangi dua kantor kecamatan. “Tapi saya tidak tahu itu kantor kecamatan mana,” ujarnya.

R juga menyebutkan, bahwa ia sudah membawa rombongan KPK sejak Rabu (1/9) malam.

Berlanjut di hari Jumat, 3 September. Penyidik KPK memeriksa 17 PNS yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum diamankan. Pemeriksaan itu berlangsung di ruangan Rupatama Parama Satwika Polres Probolinggo. Di sela-sela pemeriksaan, tadatodays.com melihat kehadiran empat pejabat Pemkab Probolinggo.

Keempatnya, yakni Sekretaris Daerah Soeparwiyono, Kepala Inspektorat Tutug Edi Utomo, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Edy Suryanto, dan Kepala Bagian Hukum Priyo Siswoyo. "Saya ngantarkan itu (dokumen) saja," ujar Soeparwiyono, usai keluar dari ruangan pemeriksaan pukul 11.30 WIB. Keluarnya sekda itu juga diikuti 3 pejabat lainnya.

Sementara, 17 tersangka masih disidik KPK di ruangan lantai 2 Mapolres Probolinggo. Banyaknya para tersangka itu membutuhkan waktu yang cukup lama bagi penyidik KPK. Hingga waktu yang ditunggu-tunggu tadatodays, dan sejumlah wartawan dari media lain pun datang. Ketujuh belas tersangka turun dari lantai dua melalui tangga di lobi mapolres.

Dengan tergesa-gesa menghindari sorot kamera wartawan, serta dengan pengawalan aparat kepolisian, para tersangka digiring masuk ke bus Pandawa 87 Mercedes Benz warna hijau nopol N 7186 UV. Bus itulah yang mengantarkan 17 tersangka menuju Gedung Merah Putih Kantor KPK, di Jakarta. Petugas juga memasukkan 5 koper ke dalam bus, dan salah satu koper bersegel KPK.

Saat keluar dari halaman Mapolres Probolinggo, tadatodays melihat banyak orang yang menunggu pemberangkatan para tersangka. Mereka merupakan keluarga para tersangka, yang tak kuasa menahan tangis saat melihat keluarga mereka dibawa oleh KPK. “Papa, papa,” kata seorang perempuan muda yang menangis saat melihat bus pengangkut 17 tersangka.

Tidak diketahui, keluarga dari tersangka siapa perempuan tersebut. Sebab saat tadatodays hendak mengambil gambar perempuan tersebut, seorang laki-laki yang berada di belakangnya langsung memeluknya dan melarang wartawan tadatodays untuk mengambil gambarnya.

Sementara dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa 17 tersangka itu akan dibawa ke Jakarta. “Ya, para tersangka dibawa ke Jakarta,” kata Ali.

Sejenak, kita beralih ke wilayah Kota Probolinggo. Sebuah rumah di Perumahan Grand Royal, Jalan Mastrip, Kelurahan/Kecamatan Kedopok digeledah KPK. Rumah itu milik Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi.

Belum jelas, apakah penggeledahan rumah Kadis DLH itu ada kaitannya dengan kasus jual beli jabatan Pj kades, atau ada kasus lain. Tadatodays telah mengkonfirmasi Juru Bicara KPK Ali Fikri. Tapi sang juru bicara belum menjawabnya. Yang pasti, KPK membawa satu koper dari dalam rumah Dwijoko.

Berlanjut di hari Sabtu, 4 September. Lagi-lagi, petugas KPK melakukan penggeledahan. Kali ini yang jadi sasaran adalah dua rumah yang ditinggali kedua anak Hasan Aminuddin, Dini Rahmawati dan Zulmi Noor Hasani, hasil pernikahanya dengan istri pertama Dian Prayuni. Tapi, Hasan dan Dyah telah cerai.

Dari kedua rumah yang letaknya berdampingan, di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, KPK mengamankan satu koper.

Patut ditunggu bagaimana kelanjutan penyidikan yang dilakukan KPK RI. Apakah akan berkembang ke tersangka-tersangka baru, penggeledahan lanjutan. Atau, justru melebar ke dugaan kasus-kasus lain di Kabupaten Probolinggo. (tim redaksi)


Share to