Kampung Nila Sukabumi Kota Probolinggo, Dulu Kumuh, Kini Jadi Tempat Selfie Hingga Nongkrong Pemancing

Muhammad Musleh
Muhammad Musleh

Sunday, 13 Sep 2020 21:01 WIB

Kampung Nila Sukabumi Kota Probolinggo, Dulu Kumuh, Kini Jadi Tempat Selfie Hingga Nongkrong Pemancing

NYAMAN : Suasana yang teduh menjadi tempat tersendiri bagi pengunjung yang mau memancing.

Tidak disangka, Kampung Nila di jalan Anggrek, Kelurahan Sukabumi dulunya merupakan kampung kumuh. Sempat dijuluki jadi tempat gelandangan dan pengamen, sebelum disulap oleh warga setempat menjadi objek wisata buatan.

MUHAMMAD MUSLIH, Wartawan Tadatodays.com

MEMASUKI Kampung Nila Sukabumi, sebetulnya tidak susah. Lokasinya hanya berjarak 50 meter dari jalan lingkar utara atau Jalan Anggrek. Tepatnya sebelum Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Probolinggo dari arah selatan perempatan Pilang.

Sayangnya, pengunjung harus bertanya pada warga sekitar, karena memang belum ada papan nama Kampung Nila di sekitar lokasi. Tapi, warga sekitar akrab betul dengan tempat yang baru dibenahi setahun yang lalu itu.

Saat masuk kampung yang berada di RT7 RW7 Kelurahan Sukabumi pengunjung akan disuguhi taman-taman yang rapi dan sedap dipandang. Termasuk, taman tempat bermain anak juga ada di kampung ini.

Begitu masuk kedalam kampung, tambak yang sebelumnya tak terurus, saat ini terlihat bersih dan nyaman untuk tempat santai. Di sekitar tambak yang berjumlah 4 petak, ada jalan penghubung berwarna-warni. Meski empat petak namun luasnya mencapai dua hektar lebih.

Saat Tadatodays.com berkunjung ke sana, suasana masih sepi. Hanya sebagian saja warga terlihat santai makan di pos dan sebagian lagi, sepasang anak muda sedang berfoto ria. “Kalau hari Minggu ramai, karena kita buka pemancingan Ikan Nila,” kata Suhartono, Ketua RT setempat.

Tono bercerita, Kampung Nila tidak ujug-ujug bagus seperti sekarang ini. Dulu, merupakan tempat gelandangan dan rawa. “Jadi sangat kumuh pokoknya,” ujarnya.

Saking kumuhnya, sampai pernah didatangi oleh tim survey kampung kumuh dunia dan heran dengan keadaannya. Kampung mulai berubah setelah kampung ini disurvei dan mendapat bantuan dari program Kotaku sebesar Rp 1 Miliar. “Dari situlah saya bersama warga mulai menata kampung ini,” terangnya.

Awal menata, banyak warga yang mencemooh. “Tapi, saya tetap bertekad terus maju, dan tak mendengarkan mereka,” ceritanya.

Dari sebagian warga memang banyak yang tak yakin dengan ide dan gagasannya. “Sampai kuping saya panas mendengarnya, dan hampir saja putus asa,” kata pria kelahiran 1983 ini.

WARNA-WARNI : Sejak dibangun jalan penghubung banyak warga mendatangi tempat ini untuk berfoto dengan baground tambak.

Karena memiliki potensi tambak, dirinya kemudian menyulapnya. Dari empat tambak yang berada di lokasi itu, dua disewa dan mulai digunakan sebagai budidaya ikan Nila. “Sebetulnya, keempatnya asset Pemkot Probolinggo, warga hanya punya hak pakai,” ujarnya.

Awal-awal Pemkot Probolinggo melalui kelurahan dan kecamatan setempat menyuruh warga untuk memakai. “Tapi saya tolak, kasihan orang yang punya hak pakai. Kalau itu kita ambil mereka tidak dapat penghasilan. Kemudian kita hitung sewanya 2 juta per tahun untuk tambak sebelah timur,” ungkapnya.

Begitu budidaya jalan, dirinya mulai membuat konsep lomba memancing ikan Nila. “Alhamdulillah, mancing perdana pesertanya cukup antusias. Pendaftarnya saja sebanyak 200 orang dan hasilnya dapat 8 juta bersih,” urainya.

Pria yang bekerja sebagai tukang servis motor ini melanjutkan, pendapatan itu tidak masuk ke kantong pribadinya. “Semuanya saya masukkan kas RT. Kecuali hasil parkir kita berikan pada yang jaga,” katanya.

Begitu selesai lomba mancing, hasilnya dibiat untuk membenahi jalan. Mulai beli bambu hingga membuat taman di lokasi. “Saya bahkan beli pring satu truk dari Sukapura untuk membuat pagar pintu masuk kampung. Termasuk kita belikan bunga-bunga untuk taman,” ucapnya.

Semua hasil budidaya ikan Nila, disetor ke kas RT. “Saat ini kasnya yang didapat dari hasil kolam sebanyak Rp 6 juta, ditambah hasil panen akhir tahun ini. Tahun depan kita bisa benahi besi jalan penghubung di sekitar tambak,” ujarnya.

Meski masih serba terbatas. Tono optimis kampung Nila bisa terus maju, selain karena dukungan pemerintah, kekompakan warga menjadi kuncinya. “Tapi Alhamdulillah sekarang warga sudah kompak mendukung,” katanya.

Saat ini perkembangan Kampung Nila ini terus membaik. Bahkan ada warga yang membangun warung makan dengan menu khas ikan bakar Nila. “Nanti pengunjung maupun pemancing bisa makan di tempat ini,” tegasnya.

Di sisi barat, rencananya dirinya bakal membangun tempat foto selfie di tengah tambak termasuk warung apungnya. “Pelan-pelan, sementara ini kita fokuskan di sisi timur dulu,” pungkasnya.

Kampung Nila itu juga menjadi berkah buat warga sekitar terutama bagi mereka yang punya usaha tambak. “Kalau dulu kami hanya budidaya lalu dijual. Sekarang kita lombakan juga. Tiketnya mulai 60 ribu hingga 75 ribu,” tambah Hari pemilik tambak di lokasi.

Hari merasakan, sejak disulap jadi kampung Nila, banyak warga mengunjungi tempat ini. “Bahkan kalau pas lomba mancing, yang datang ada yang dari Lumajang dan Pasuruan,” katanya. (mm/hvn)


Share to