Kasus Honor Covid-19 Mandek, Aktivis Demo, APH Beda Persepsi

Andi Saputra
Andi Saputra

Wednesday, 26 Oct 2022 18:18 WIB

Kasus Honor Covid-19 Mandek, Aktivis Demo, APH Beda Persepsi

POCONG: Aksi para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Cinta Jember (Ancer) melakukan orasi dan teaterikal di depan kantor Kejaksaan Negeri Jember.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi honor pemakaman jenazah pasien Covid-19 di Kabupaten Jember terkesan mandek. Situasi ini menggugah sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Cinta Jember (Ancer). Rabu (26/10/2022) siang mereka melakukan orasi dan aksi teaterikal di depan kantor Kejaksaan Negeri Jember di Jalan Karimata.

Dalam aksi tersebut, mereka memprotes mandeknya kasus dugaan korupsi honor pemakaman Covid-19. Sebelumnya, kasus tersebut menyeret dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu Mohammad Djamil dan Pentang Satria.

Saat beraksi, para aktivis mengenakan pakaian dinas ASN. Ada pula yang berdandan ala pocong. Lalu juga ada yang berdandan ala virus Covid-19.

Rahmad Hidayatullah dari Aliansi Cinta Jember mengatakan, teaterikal yang ditampilkan merupakan gambaran betapa mengerikan dan jahatnya pejabat negara yang memakan uang honor dari korban wabah Covid-19. Sedangkan aparat penegak hukum (APH), baik kepolisian maupun kejaksaan, dinilainya tidak serius menangani kasus ini.  "Aparat sepertinya menganggap sepele kasus Covid-19," katanya.

Untuk itu, ia bersama para aktivis Ancer meminta apparat penegak hukum agar segera menahan kedua ASN yang telah ditetapkan tersangka sejak awal 2022 lalu, sebagai bentuk keseriusan. Selain itu, Ancer menduga masih ada tersangka lain dalam kasus ini.

Lalu atas dasar supremasi hukum, aparat   diminta segera bergerak menuntaskan kasus korupsi tersebut. "Ketika tuntutan kami tidak diindahkan, jangan salahkan kami, bagian dari rakyat Jember, bakal serius menggugat institusi penegak hukum tersebut melalui jalur konstitusional," kata Rahmad. 

Beda Persepsi Jaksa dan Polisi

Di balik lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi ini, tercium adanya beda persepsi APH (Aparat Penegak Hukum), antara kepolisian dengan kejaksaan. Kejaksaan mengarahkan Polres Jember agar selain menggunakan Pasal 12 huruf huruf e, juga menggunakan Pasal 2, 3, dan 8 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sedangkan kepolisian tetap bersikukuh menggunakan Pasal 12 e dengan alasan agar sesuai dengan delik dan bukti-bukti hasil penyidikan.

Kasi Pidsus Kejari Jember Isa Ulin Nuha kepada mengaku pihaknya memang mengembalikan berkas perkara ke polisi dengan alasan memberi petunjuk perihal delik dan pembuktian. Bahkan, jaksa menginginkan supaya polisi memeriksa ulang 83 orang saksi-saksi yang sebelumnya pernah dimintai keterangan. Artinya, agar pemeriksaan mulai dari awal lagi.

"Berkas diserahkan tanggal 5 Maret 2022 atas nama tersangka Penta Satria dan Mohamad Djamil. Berkas tersebut belum memenuhi syarat formil dan materiil dari penelitian tanggal 15 Maret. Petunjuk Jaksa kami kirim ke polisi tanggal 21 Maret 2022. Permasalahan ini melibatkan banyak orang, dari 200 saksi hanya 83 saksi yang berkualitas," ujar Isa.

Sedangkan Kasat Reskrim Polres Jember AKP Dika Hadiyan Widya Wiratama menanggapi petunjuk jaksa dapat mengulur waktu penanganan kasus. Selain itu, berpotensi melepas tersangka dari jeratan perkara.

Padahal, menurut Dika, penyidik kepolisian sudah berkali-kali mengikuti petunjuk jaksa. Mulai dari pemeriksaaan tambahan saksi, hingga menambah tersangka ke Mohammad Djamil setelah Penta Satria.

Kepolisian telah sebanyak dua kali memperbaiki berkas perkara P19 setelah Djamil dan Penta ditetapkan sebagai tersangka. Namun demikian, lanjutnya, Kejaksaan masih mengembalikan berkas.

Polres tetap bersikukuh menerapkan Pasal 12 huruf e yang menyatakan: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Menurut AKP Dika, yang dilakukan oleh kedua tersangka adalah pada posisi penyalahgunaan wewenang sebagai ASN. Sedangkan, jika mengikuti petunjuk kejaksaan dengan Pasal 2, 3, dan 8 yang di situ ada korupsi non ASN, maka tersangka bisa lepas. "Jika harus memeriksa ulang 83 saksi, bisa jadi malah di antara mereka berubah keterangannya," katanya. (as/why)


Share to