Kiprah IKM Batik Ronggomukti dalam Menghasilkan Batik Tulis Kualitas Nasional, Kreatif di Masa Pandemi, Berdayakan Warga Sekitar Jadi Pengrajin

Zainul Rifan
Zainul Rifan

Wednesday, 18 Nov 2020 17:12 WIB

Kiprah IKM Batik Ronggomukti dalam Menghasilkan Batik Tulis Kualitas Nasional, Kreatif di Masa Pandemi, Berdayakan Warga Sekitar Jadi Pengrajin

GRADASI: Batik Ronggomukti memiliki warna yang cerah dan lembut. Batik tulis yang diproduksi IKM besutan Mahrus Ali ini menggunakan warna sintetis dan warna alami.

Sejak ditetapkan sebagai warisan budaya lisan dan nonbendawi manusia oleh Unesco di tahun 2009, batik menjadi populer sebagai pakaian nasional. Karena itu, banyak IKM batik yang muncul di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Probolinggo. Salah satunya IKM batik Ronggomukti.

ZAINUR RIVAN, Wartawan Tadatodays

SEJUMLAH IKM Batik Kabupaten Probolinggo banyak bermunculan dan menciptakan batik dengan motif khas. Termasuk IKM Batik Ronggomukti yang berada di Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.

Tidak susah menemukan lokasi IKM batik Ronggmukti. Mayoritas warga di Kelurahan Sidomukti, tak asing dengan usaha milik Mahrus Ali ini. Terlebih, dalam menjalankan usahanya, Mahrus Ali melibatkan warga sekitar sebagai pengrajin.

Saat tadatodays.com berkunjung ke rumahnya, tampak sejumlah batik dengan beragam corak dan warna berjejer di tempat yang memang didesain untuk display usaha. Mahrus Ali yang mengetahui kedatangan tadatodays.com, langsung mempersilahkan masuk.

Mahrus Ali lantas menceritakan proses usahanya mendirikan usaha batik ini. Meski terbentuk 1 Januari 2015, namun upayanya mendirikan usaha batik tercatat setahun sebelumnya. Yakni, 2 Desember 2014. Di mana saat itu ia menggelar pelatihan bersama 40 orang lainnya.

Selain berasal dari warga sekitar, juga wali murid yang anaknya kursus di rumahnya kala itu. Pada saat itu, rumahnya ditempati sebagai tempat kursus bahasa Inggris. Pelatihan itu dibantu oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, melalui progam pendidikan nonformal.

Kurang dari satu bulan pelatihan itu dilakukan, sudah terlihat beberapa orang yang mempunyai bakat dan minat dalam seni membatik. Saat itu, terkumpullah 8 orang yang bertahan dalam melanjutkan kreasi membuat seni batik tersebut. Dengan tekad bulat, IKM Ronggomukti pun dibentuk.

PRODUKTIF: Meski di tengah pandemi IKM Ronggomukti tetap memproduksi batik tulis sesuai pesanan. Salah satunya membuat masker kain.

Dengan alat yang dibantu oleh Pemkab Probolinggo, IKM ini mulai berproduksi. Tepat pada 1 Januari 2015 pesanan sudah mulai ada dari berbagai kalangan. Mulai Pemkab Probolinggo sendiri, tokoh masyarakat, dan warga lainnya. Dukungan ini melipatgandakan semangat 8 karyawan. Meski ia mengakui saat itu kualitas batik yang diproduksi belum maksimal, namun pesanan saat itu tetap berdatangan.

Mahrus Ali mengisahkan, saat tu dirinya belum memiliki alat timbangan pewarna. Tanpa timbangan itu, terkadang pencampuran warna bisa berlebih dan bisa kurang. Bahkan bisa merusak batik dan menyebabkan mereka harus mengulang prosesnya dari awal lagi. Baru setelah memiliki timbangan warna, gradasi pewarnaan lebih maksimal.

Lebih lanjut Mahrus Ali mengatakan, IKM batik ini berdiri bukan semata-mata faktor bisnis pribadi. Melainkan juga ingin mendongkrak perekonomian warga. Termasuk membawa misi mempertahankan budaya nusantara.

"Sebelum ada IKM batik ini, kami membuat kreasi hantaran nikahan atau tunangan. Dan ada beberapa orang yang saat ini masih aktif membuat itu kalau ada pesanan," ucap lelaki kelahiran Probolinggo, 10 April 1978 ini.

Dari itulah, kemampuan membatiknya sudah mulai terasah. Pemesan pun kian hari kian bertambah. Singkat cerita pada tahun 2017, ia menjajaki kerjasama dengan PT. PJB Paiton melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Di mana PT PJB Paiton saat itu juga berperan membina IKM di Kabupaten Probolinggo.

Beberapa IKM ini digabungkan untuk mendapatkan pelatihan yang diberikan oleh PT. PJB Paiton. Gabungan IKM yang dibina ini kemudian membentuk perkumpulan yang diberi nama Asosiasi Adikarya Pengrajin Batik, Bordir dan Aksesoris (APBBA). Dukungan inilah yang membuat IKM Batik Ronggo Mukti semakin berkembang dan bersaing di kancah nasional.

Sebelum bermitra dengan PT. PJB, ia mengaku kualitas batik yang dibuatnya kurang baik. Karena sebelumnya tidak ada pelatihan yang fokus pada pengembangan kualitas. Kemudian tim dari PT. PJB Paiton memberikan wewenang kepadanya untuk mencari trainer. Beragam workshop pun digelar untuk meningkatkan kualitas batik.

"Dulu ada 10 IKM pada 2017, sampai sekarang ada 22 anggota IKM. Baik batik, bordir dan aksesoris. Dulu gak sebagus sekarang warnanya,” katanya. Saat ini ada dua jenis batik yang ia produksi. Yaitu batik dengan pewarna sintetis (remasol) dan pewarna alami.

Batik yang menggunakan pewarna sintetis memiliki warna yang terlihat lebih ngejreng dan tajam. Banyak masyarakat Probolinggo yang lebih suka menggunakan batik dengan jenis bahan tersebut.

Sedangkan batik yang menggunakan pewarna alami lebih kalem dan sejuk dipandang. Untuk pewarna alami ini, ia menggunakan daun pohon ketapang yang sudah mau roboh, atau yang di pinggir jalan yang masih hijau. Daun tersebut menghasilkan warna kuning.

Kemudian menggunakan daun manga yang masih berwarna hijau. Untuk mendapatkan daun mangga, ia mengaku tak susah. Yakni dengan memanfaatkan pohon mangga yang sudah di tebang. Daun mangga ini ternyata menghasilkan warna kuning.

Selanjutnya ia juga menggunakan kulit kayu jaran, yang didapat dari pohon yang sudah roboh pula. Warna yang didapat adalah cokelat tua dan cokelat muda. Sedangkan warna merah didapat dari secang. Jika bahan tersebut dalam komposisi tertentu, akan  dicampur antara bahan satu dengan yang lainnya maka menghasilkan perpaduan warna yang berbeda.

"Satu karung daun itu bisa menghasilkan 5 kain ukuran 2,5 ×1,15 meter. Dari awal pengambilan bahan (daun, kulit kayu, dan secang, red) itu sekitar 10 hari sudah jadi kain batik asal tidak hujan. Kalau hujan ya agak lama. Kami memiliki batik abstrak dan batik pakem," ujar ayah dari tiga anak ini.

Bahan baku kain yang digunakan untuk membatik, ia dapatkan dari wilayah Solo. Karena kualitas serat kain dan porinya dapat menyerap warna batik lebih baik. Tapi sebelum itu ia mendapatkan kain dari berbagai daerah, hingga akhirnya ia temukan dan paten kain dari Solo ini.

Pemasaran batiknya sendiri dilakukan melalui online, lalu dipamerkan saat ada pameran batik berlangsung. Sedangkan konsumennya tak hanya berasal dari daerah sendiri.  Namun juga banyak dari luar daerah. Seperti Nusa Tanggara Timur (NTT), Tangerang, Bandung, Jakarta, dan lain sebagainya.

Harga yang ditawarkan batik produksi IKM ini beragam. Mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 1,2 juta. Itu yang masih berbentuk kain. Sedangkan untuk harga pakaian, baik jenis baju ataupun gaun (long dres) dibanderol dari harga Rp 200 ribu hingga Rp 1,5 juta, tergantung kualitas yang dipilih. Harga paling mahal itu dari batik pewarna alami.

PEMBERDAYAAN: Mahrus Ali (paling kanan) juga memberdayakan sejumlah ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar rumahnya untuk membuat batik.

Omset Merosot di Masa Pandemi, Inisiatif Buat Masker

AWAL pandemi, usaha Batik Ronggo Mukti miliknya diuji dengan merosotnya penjualan batik. Setiap bulan industri batik asal Kelurahan Sidomukti ini dapat menghasilkan omzet hingga ratusan juta rupiah. Namun saat pandemi turun drastic. Menyisakan sekitar belasan juta rupiah saja.

Padahal, dari omset itulah ia menggaji karyawannya. Saat normal, Mahrus Ali sanggup menggaji karyawannya Rp 400 ribu-750 ribu setiap dua pekan sekali. Tergantung produktivitas masing-masing karyawan. Karena pandemi pula, pendapatan karyawan otomatis berkurang.

Mahrus Ali pun memutar otak agar omsetnya tak jatuh-jatuh amat. Salah satunya memproduksi masker batik. Di mana saat pandemi, masker menjadi salah satu alat perlindungan diri yang wajib digunakan. Ia kemudian menawarkan masker yang tak hanya berfungsi mengantisipasi penyebaran virus, namun juga fashionable.

Kain-kain yang sudah dibatik, dipotong dengan pola berbentuk masker. Saat ini pesanan masker batik baik dari perorangan maupun instansi, salah satunya Pemkab Probolinggo, mencapai ribuan.

Mahrus Ali mengatakan, saat ini karyawannya sudah mencapai 34 orang. Semua karyawannya ini sebelumnya telah mengikuti pelatihan. Mereka direkrut sejak tahun 2017 ketika industrinya mulai berkembang. Karyawannya tak hanya berasal dari kelurahan setempat, namun juga dari desa lainnya. Di antaranya, Desa Alassumur, Desa Kandang Jati, Desa Widoro, dan Desa Kebonagung.

"Penambahan karyawan itu dari teman-teman yang dulu belajar, akhirnya mereka belajar lagi, dan kami rekrut. Di masa awal pandemi, 10 karyawan kami itu liburkan sementara selama 10 hari. Tapi setelah itu kami pekerjakan kembali,” terangnya.

Mahrus mengaku, perkembangan usahanya dan IKM di bawah APBBA tidak luput dari peran serta PT. PJB dalam program CSR. Di mana yang awalnya hanya bisa menghasilkan 3 stok barang saja, sedangkan saat adanya campur tangan CSR dapat menghasilkan lebih banyak stok. 

"Senangnya itu, PJB memberi keleluasaan. Contohnya jika kami butuh alat itu, ditanggung PJB. Tinggal kita mengajukan proposal. Biasanya cair satu bulan atau paling lama dua bulan," papar guru bahasa Inggris di SMA Nurul Jadid itu.

Saat ini pihaknya akan membuka koperasi penyediaan bahan baku kain. Ketika anggota APBBA yang bergerak di bidang batik atau keperluan lain, tidak lagi bingung untuk membeli bahan baku. Lagi-lagi modal usaha koperasi ini dibantu PT. PJB Paiton.

Kendala untuk menjalankan usaha ini bukannya tidak ada. Ia mengaku kerap mengalami kesulitan bahan baku. Padahal pesanan sudah banyak. Karena itu, pelayanan terhadap konsumen menjadi kurang maksimal. Meski begitu, ia bersyukur usahanya mampu memberdayakan masyarakat sekitar.

"Saya berharap semoga produk IKM batik kami ini semakin banyak yang menyukai dan berminat untuk membelinya. Dan kami ingin batik kami ini bisa mendunia, bersaing di kancah Internasional," tutupnya. (zr/hvn)


Share to