Kisah Haical, Santri asal Probolinggo Korban Runtuhan Musala Pesantren Sidoarjo: Semangat Hidup Baru

Alvi Warda
Friday, 17 Oct 2025 17:41 WIB

ORANG TUA: Abdul Hawi dan Dwi Ajeng, orang tua Syehlendra Haical Raka Aditya.
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Syehlendra Haical Raka Aditya, santri berusia 13 tahun asal Probolinggo, menunjukkan semangat luar biasa setelah selamat dari kejadian tragis runtuhnya Pondok Pesantren Al-Khoziny Sidoarjo pada Senin (29/9/2025) lalu. Meski harus kehilangan kakinya dalam peristiwa tersebut, remaja ini memilih untuk tetap bersyukur dan meneruskan hidupnya dengan tabah.
Haical, terhitung baru nyantri selama tiga bulan di Pondok Pesantren Al-Khoziny untuk menempuh pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTS) kelas 7. Ia pulang ke Probolinggo setelah dirawat pada Kamis (16/10/2025).
Ayahnya, Abdul Hawi (40), menceritakan kisah perjuangan anaknya, pada Jumat (17/10/2025) di rumahnya, Perum Arum Abadi Bogowonto, Kelurahan Kareng Lor, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo. Anak sulungnya itu, setiap hari Jumat siang pasti meneleponnya. Hal itu juga terjadi pada Senin saat bencana menimpa ponpes. "Sejak Hari Jumat saya kangen. Biasanya anak saya telepon jam 1 siang, setelah ashar,"katanya.
Pada Senin, Haical menelepon ayahnya meminta makanan kesukaannya, ayam bakar. Namun panggilan itu sangat singkat, hanya berlangsung dua menit. Berbeda dengan biasanya yang mencapai tujuh menit. Ayah Hawi tidak tahu bahwa itu adalah panggilan terakhir sebelum bencana menimpa.
Tak lama setelah itu, berita mengejutkan datang. Pondok pesantren tempat anaknya belajar mengalami keruntuhan. Musala tempat santri melaksanakan salat ashar runtuh saat pelaksanaan rakaat ketiga.
Abdul Hawi bersama istrinya, Dwi Ajeng, langsung berangkat menuju Sidoarjo, membutuhkan waktu satu jam perjalanan dari Probolinggo. Sampai di lokasi, dia melihat keadaan yang menghancurkan. Tim Basarnas, relawan, dan Polri sudah berada di tempat untuk melakukan evakuasi korban.
"Saya langsung ke belakang pondok. Ada 5 Haical (nama santri yang sama). Saya ke RS Siti Hajar, ke RS manapun ada ambulan saya langsung lihat. Takut anak saya kan," katanya.
Ketika melihat video yang viral di media sosial, Abdul Hawi terkejut menyadari bahwa anak laki-lakinya ada dalam video tersebut. Dia langsung berwudhu dan kembali ke pondok untuk memantau keadaan putranya.
Proses evakuasi berjalan selama tiga hari. Pada hari Selasa malam sekitar pukul 10, Abdul Hawi menunggu Haical di rumah sakit, namun terjadi gempa yang menghambat proses evakuasi. Basarnas memberikan penjelasan yang mengguncang hatinya: posisi Haical terjepit di antara beton dan cor-coran, dan saat dikeluarkan, anak itu tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. "Basarnas bilang anak tidak ada nafasnya. Saya disuruh berdoa di dalam ambulans," ucapnya.
Tim medis segera memberikan oksigen. Haical dibawa ke RSUD Sidoarjo dalam perjalanan yang penuh doa dari orang-orang yang bahkan tidak mengenal keluarganya.

Setelah sampai di rumah sakit dan dibersihkan, dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh. Infeksi telah menyerang luka-luka Haical, dan satu-satunya solusi medis adalah amputasi pada kaki kiri hingga lutut untuk menyelamatkan nyawanya.
Saat itu, Abdul Hawi dihadapkan pada pilihan yang paling berat dalam hidupnya. Namun dengan jernih, dia memahami bahwa kesehatan dan kehidupan anaknya adalah yang terpenting.
"Saya pasrah, mana yang terbaik menurut dokter. Saya nerima daripada saya kehilangan anak saya. Tidak apa-apa anak saya diamputasi saja," tegas Abdul Hawi.
Prosedur amputasi dilakukan. Ketika proses selesai, Abdul Hawi menerima kedua kaki anaknya dan langsung memakamkannya di Desa Sepoh Gembol, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo, kediaman orang tuanya, dengan rasa cinta dan ikhlas.
Ketika Haical sadar setelah operasi, ayahnya menjelaskan kondisi yang telah terjadi. "Dengan hati yang ingin meringankan beban anak saya, saya bilang kalau bisa ayah saja yang sakit daripada Haical," katanya sambil menteskan air mata.
Namun respons anaknya menggetarkan hati sang ayah. "Haical menjawab, ‘gapapa, ayah, harus sehat selalu agar bisa jaga mama, aku, dan adik," ujarnya
Pada saat itu, Abdul Hawi tidak mampu menahan air mata. Ketabahan dan keikhlasan anaknya jauh melampaui apa yang diharapkan dari seorang remaja berusia 13 tahun.
Cita-cita Haical untuk menjadi seorang tentara memang berubah. Tetapi semangat untuk menjadi anak yang pintar dan bermanfaat bagi keluarga tetap membara dalam dirinya.
"Kita menerima asal Haical sehat dan jadi anak pintar. Cita-cita Haical yang tentara rubahlah jadi anak pintar saja," kata Abdul Hawi.
Pada Jumat (17/10/2025) Wali Kota Probolinggo dr. Aminuddin mendatangi kediaman Haical dan memberikan dukungan serta sembako. Haical akan diberikan bantuan kaki palsu melalui Kementerian Sosial. (alv/why)


Share to
 (lp).jpg)