Komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial, Membumikan Kisah Nabi Yusuf Melalui Tembang

Dian Cahyani
Dian Cahyani

Sunday, 09 Aug 2020 20:38 WIB

Komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial, Membumikan Kisah Nabi Yusuf Melalui Tembang

BACA: Anggota MLY membaca naskah Lontar Yusup dalam acara rutinan komunitas MLY Banyuwangi.

Mengenal kisah-kisah nabi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui tembang atau syair yang dinyanyikan. Seperti yang dilakukan Komunitas Mocoan Lontar Yusup

DIAN CAHYANI, Wartawan Tadatodays.com

KOMUNITAS Mocoan Lontar Yusup Milenial beranggotakan 28 anak muda yang peduli budaya. Mereka membentuk komunitas ini bertujuan untuk menghidupkan kembali tradisi masyarakat Banyuwangi membaca tembang Lontar Yusup yang nyaris terkikis.

Untuk membaca Lontar Yusup, harus dilakukan dengan menembang. Atau dinyanyikan dengan irama tertentu yang kerap membuat pendengarnya merinding. Bahkan pembaca syair Lontar Yusup wajib memakai baju  budaya khas Banyuwangi, warna hitam. Bagi laki- laki wajib memakai udeng. Perempuannya, wajib memkai jarik. Tampilan ini pula yang menyebabkan sebagian kalangan anak muda menganggap kegiataan mocoan lontar Yusup sebagai ritual mistis. Padahal kegiataan ini merupakan bentuk membumikan kisah Nabi Yusup melalui tembang khas Banyuwangi.

Penjaringan anggota dimulai dari agenda pelatihan mocoan Lontar Yusup yang digelar setiap tahun. Di pelatihan ini para peserta diajarkan 4 tembang dasar mocoan Lontar Yusup. Ke empat tembang itu adalah tembang kasmaran, tembang pangkur, tembang sinom dan tembang durmo. "Ini adalah tembang dasar mocoan Lontar Yusup. Jadi yang dibaca Lontar Yusup itu banyak macam tembangnya," ujar Ketua Komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial, Naufal Anfal.

Untuk bisa menjadi peserta, anak-anak muda dengan jenjang usia rata-rata 20 hingga 30 tahun wajib mengikuti seleksi dari panitia. Seleksinya berupa, mengirimkan sampel suara bernyayi dan menyertakan biodata diri. "Kita mengutamakan orang yang bener-bener pengen belajar, kan bisa dilihat dari alasannya dia mau ikut. Suara itu bisa diperbaiki. Kadang ada yang suaranya bagus, tapi tidak konsisten mengikuti pelatihan," papar Naufal Anfal kepada Tadatodays.com.

Anggota komunitas ini pun diikuti oleh muda-mudi berbagai ras tayang ada di Banyuwangi. Yakni, dari ras Madura, Osing, Jawa, dan bahkan dari Ras Arab.

PELATIHAN: Peserta pelatihan moco Lontar Yusup di Komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial di tahun 2020

Naufal Anfal mengatakan, bagi anak- anak muda lainnya yang berminat mengikuti kegiataan mocoan namun tak lolos mengikuti seleksi pelatihan, ada cara tersendiri. Termasuk bagi yang ketinggalan informasi. Yaitu dapat langsung bergabung mengikuti pelatihan ataupun kegiataan rutinan yang diadakan dalam sebulan dua kali. "Intinya dia mau belajar, kami selalu menerima siapapun yang mau belajar. Mereka yang sudah lolos dan ikut pelatihan pun ada yang tiba-tiba gak aktif. Karena memang belajar tembang itu tidak mudah. Tapi, kalau konsisten dan komitmen, insyallah bisa," papar Naufal.

Kegiataan rutin komunitas Mocoan Lontar Yusup Melenial adalah anjang sana yang dilakukan setiap hari Jum'at malam Sabtu. Tempatnya bergilir di rumah anggota komunitas. Dalam kegiataan ini para anggota membaca lontar yusup secara bergantian layaknya tadarus Al-Qur'an selama tiga jam. Yakni mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.

Komunitas ini pun kerap tampil di hajatan  pernikahan, khitanan, slametan desa dan lainnya. Selain diundang untuk tampil di beberapa hajatan dan ritual, komunitas ini juga sering diundang untuk acara-acara peresmian atau pembukaan acara formal. "Kita pernah ritual di beberapa tempat di Oleh Sari, di Kampung Anyar, di Kemiren dan Tumpang. Selain itu, kita juga diundang ngisi untuk peresmian tempat atau acara. Hanya untuk formalitas," lanjut Naufal .

Melalui eksistensi komunitas ini, Naufal berharap, dapat mengikis persepsi anak muda lainnya  bahwa mocoan Lontar Yusup adalah aktivitas ghoib, syirik. "Ini Kisah Nabi Yusup yang ada di Alquran dan melestarikan yang diversikan dengan kearifan lokal Suku Osing. Bukan ajaran ghoib," pungkas Naufal.

DIGITALISASI: Wiwin Indiarti menyerahkan naskah kuno asli Lontar Yusup dan digitalisasi tembang mocoan Lontar Yusup kepada budayawan Banyuwangi Adi Purwadi.

Mengenal Wiwin Indiarti, Inisiator Komunitas Mocoan Lontar Yusup (MLY) Melenial

WIWIN Indiarti pernah tak sengaja menemukan Buku Bernard Arp tetang pembacaan Lontar Yusup di sebuah meja Rumah Budaya Osing (RBO) milik budayawan Adi Purwadi. Kejadiaan tersebut berlangsung saat ia menghadiri gesah budaya di RBO milik pria yang akrab disapa Pur itu. Lalu, ia menggandakan buku tersebut. Ia pun menyimpannya di rak buku rumahnya, tanpa membuka untuk dipelajari ataupun sekedar dibaca. Lalu, di tahun 2017 juga Wiwin ditunjuk untuk membuat materi Sekolah Adat Banyuwangi yang baru saja dibentuk di Banyuwangi. Dua peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Komunitas Lontar Yusup Milenial.

Komunitas Mocoan Lontar Yusup (MLY) Milenial lahir dari sebuah kekhawatiran musnahnya kegiataan mocoan Lontar Yusup di kalangan muda-mudi Banyuwangi. Komunitas ini diinisiatori oleh Wiwin Indiarti, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Banyuwangi.

Berawal dari kewajibannya untuk membuat materi di sekolah adat Banyuwangi pada tahun 2017. Wiwin, sapaan akrabnya pun berinisiatif untuk memasukan mocoan Lontar Yusup menjadi materi ajar di sekolah adat Banyuwangi.

Menurutnya, tidak banyak yang mengetahui dan memahami makna dan nilai- nilai yang terkandung dalam naskah Lontar Yusup. Walapun, hingga saat ini kegiataan mocoan Lontar Yusup masih aktif ditembangkan. “Hal inilah yang mendorong saya untuk mengerjakan transliterasi dan penerjemahaan Lontar Yusup Banyuwangi,” ungkap perempuan 42 tahun itu kepada Tadatodays.com.

Di tahun yang sama pula, Wiwin mendapat kesempatan untuk melaksanakan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementrian Riset dan Teknologi.

Wiwin pun mulai melakukan proses transliterasi dan penerjemahan. Bagi Wiwin proses ini menjadi proses tersulit. Pasalnya, ia harus menguasai bahasa sumber. Untuk merampungkan tahap ini, Wiwin terbantu oleh Anasrullah yang tak lain adalah suaminya sendiri yang juga pembuat digitalisasi Bausastra Jawa Karya Poerdarminta.

Selanjutnya pada tahun 2018, Wiwin membuat sebuah pelatihan mocoan Lontar Yusup yang menyasar anak-anak milenial. Saat itu, peserta pelatihan sebanyak 30 orang. Pelatihan mocoan Lontar Yusup dilakukan dalam 5 kali pertemuan. Selama pertemuan tersebut, para peserta ditargetkan mampu menembangkan dengan 4 jenis tembang. Dari pelatihan inilah para peserta berinisiatif untuk membuat persatuan mocoan Lontar Yusup yang akhirnya menjadi Komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial atau MLY Milenial.

Pelatihan mocoan Lontar Yusup dibuka setiap tahun, dengan kuota peserta yang berbeda di setiap tahunnya. Pada tahun 2018 dan 2019 pelatihan ini menyerap 30 peserta. Sayangnya, seiring berjalannya waktu para peserta banyak yang tidak aktif mengikuti kegiataan rutinan. Kegiatan itu dilakukan setiap dua kali dalam satu bulan, di setiap minggu ke-2 dan ke-4 pada malam Jumat. Sehingga, di tahun 2020, hanya membuka peluang untuk 15 peserta. “Total jumlahnya anggota hingga saat ini, angkatan 2018 itu ada 14 orang. Sedangkan tahun 2019 hanya 1 yang bertahan dan angkatan ini ada 13. Total ada 28 orang,” ungkap Ketua MLY Milenial, Naufal Anfal.

Tujuan akhir dari eksistensi komunitas Mocoan Lontar Yusup ini adalah anggota komunitas mampu menghidupkan kembali kegiataan mocoan Lontar Yusup di daerah-daerah yang sudah mulai hilang.

 “Salah satu yang menggembirakan, sekarang Cungking mengadakan sendiri tidak pelatihan seperti ini, dari dua anggota di angkatan 2018. Dari situ juga, saat ini juru makam Boyo Cungking itu mau ngajari mocoan Lontar Yusup. Karena Cungking ini, dulunya gudangnya mocoan Lontar Yusup, tapi sekarang tinggal beberapa gelintir saja,” papar perempuan yang juga sebagai sekretaris Aliansi Masyarakat Adat Nusantara PD Osing.

Selain itu, nantinya akan ada pengembangan kolaborasi musik dan mocoan Lontar Yusup. “Makanya, kami menginventariskan biola untuk kegiataan pengembangan selanjutnya,” tambah Wiwin.

Wiwin berharap, dengan adanya komunitas ini, akan ada lebih banyak muda-mudi Banyuwangi yang mampu menembang Lontar Yusup. (dee/hvn)


Share to