Komunitas Pegon Banyuwangi, Kumpulan Sejarawan Muda Nahdlatul Ulama
![Dian Cahyani](https://cdn.tadatodays.com/admin/20200114152109DIAN CAHYANI 2 OK.png)
Dian Cahyani
Sunday, 28 Jun 2020 21:47 WIB
![Komunitas Pegon Banyuwangi, Kumpulan Sejarawan Muda Nahdlatul Ulama](https://cdn.tadatodays.com/posts/2020/06/28/20200628214833.jpg)
PAMERAN: Sejumlah santri mendatangi pameran naskah kuno. Selain meneliti naskah kuno, Komunitas Pegon juga mengadakan pameran yang memamerkan naskah-naskah kuno ke khalayak umum.
Sejarah mencatat, kaum nahdliyin menjadi salah satu aktor utama dalam orkestra dunia politik nasional. Jejak sejarah perjuangan ini tidak banyak tersimpan dengan rapi. Inilah yang menjadi alasan utama berdirinya Komunitas Pegon di Banyuwangi.
TEPAT pada 6 Agustus 2017 lalu Komunitas Pegon resmi berdiri. Berawal dari sebuah penulisan buku sejarah Nahdlatul Ulama di Banyuwangi pada tahun 2016 yang dilakukan oleh dosen sejarah Universitas Jember sekaligus kader NU Banyuwangi, Ayung Notonegoro.
Dalam perjalanan penelitian tersebut, Ayung Notonegoro menemukan banyak hal yang belum terungkap. Di antaranya, peninggalan budaya ulama pesantren di Banyuwangi, naskah-naskah kuno, dan kitab-kitab kuno. “Kami menemukan banyak hal yang masih belum terungkap, belum terekspos dan terpublikasi dengan baik,” ungkap Ayung saat ditemui di kantor Pimpinanan Cabang Nahdlatul Ulama Banyuwangi.
Dari situlah Ayung Notonegoro mengajak beberapa kader NU untuk meneruskan riset sejarah yang sebelumnya dilakukannya. Tujuannya hanya mengungkap sejarah perkembangan NU di Banyuwangi.
PEGON: Salah satu naskah berhuruf pegon yang menjadi objek penelitian Komunitas Pegon di Banyuwangi.
Ia bersama rekan-rekannya memutuskan untuk menamai komunitas ini sebagai Komunitas Pegon. Filosofinya adalah, secara historis huruf pegon di abad 19 menjadi aksara yang cukup populer. Tidak hanya di Nusantara tapi juga di belahan dunia lainnya. Lebih lagi huruf pegon lekat dengan pesantren.
![](/_nuxt/img/IKLAN AGAK PANJANG2 BARU.bc08484.jpg)
“Riset yang dilakukan Ginanjar Sabang, menyebutkan bahwa aksara pegon ini menjadi salah satu aksara yang digunakan untuk penerbitan di Timur Tengah hingga Asia Tenggara. Patani misalnya,” papar Ayung dengan nada meyakinkan.
Kendati namanya pegon dengan filosofis yang sedemikian rupa, Ayung mengatakan penulusuran sejarah ini tidak hanya akan menitikberatkan pada peninggalan pegon saja. Lebih dari itu, komunitas ini memiliki ikhtiar besar untuk meneliti, mendokumentasi dan mempublikasikan sejumlah arsip sejarah pesantren ulama khusunya di Banyuwangi.
PENGHARGAAN: Ayung Notonegoro menerima penghargaan dari Bupati Banyuwangi, Azwar Anas pada tahun 2019 atas kiprahnya mengembangkan Komunitas Pegon yang dinilai sebagai tindakan inspiratif dalam bidang seni budaya.
“Untuk sementara ini jangkauaannya masih di Banyuwangi, tapi tidak menutup kemungkinan penulusuran bisa meluas lebih dari Banyuwangi. Karena masih belum ada pihak yang berkonsentrasi mengurus khazah historigrafi jejak para ulama, terutama di Banyuwangi,” jelas Ayung.
Hingga kini, komunitas Pegon telah berhasil mengumpulkan ribuan naskah kuno, kitab- kitab kuno dan juga arsip- arsip kuno. Beberapa output publikasinya dapat berupa buku, artikel- artikel yang dimuat di media sosial. Juga menggelar seminar sejarah ulama di Banyuwangi baik berlangsung secara virtual maupun nonvirtual.
Tak hanya itu, beberapa riset yang bekerja sama dengan akademisi kampus-kampus tertentu kerap dilakukan. Juga meggelar pameran naskah kuno di beberapa acara Nahdlatul ulama. Hingga saat ini jumlah anggota komunitas pegon yakni ada lebih dari 50 orang. (dee/hvn)
![](https://cdn.tadatodays.com/advertisement/20250110124825HUT PDIP.jpg)
![](https://cdn.tadatodays.com/advertisement/20250207125129IDI 1080x771.jpg)
![](https://cdn.tadatodays.com/advertisement/20250210142047PT DUA AGRO GARMIASIH INDONESIA 1080x771 ALT.jpg)
Share to
![](https://cdn.tadatodays.com/advertisement/20240215094343AOD-TADATODAYS 450x60 (1x) (lp).jpg)