Lake’ Percussion: Berawal dari Hadrah Musala

Tadatodays
Tadatodays

Monday, 27 Sep 2021 11:57 WIB

Lake’ Percussion: Berawal dari Hadrah Musala

SEMANGAT: Kelompok musik daul Lake' Percussion berlatih rutin di markasnya.

TADATODAYS.COM - Musik daul yang berasal dari Madura, semakin digemari di Kota Probolinggo. Dalam satu dekade terakhir, banyak muncul kelompok musik daul. Salah satunya adalah kelompok Lake’ Percussion yang bermarkas di Jalan KH Ahmad Dahlan Gang Goni nomor 23 RT 2 – RW 1, Kelurahan Kebonsari Wetan, Kota Probolinggo.

Perjalanan Lake’ Percussion hingga menjadi seperti hari ini, penuhi lika-liku. Lake’ Percussion berdiri tahun 2011. Kelompok musik ini didirikan dan dibina  oleh Asmad (57), yang juga merelakan rumahnya menjadi “markas” Lake’ Percussion. Sedangkan Nur Fajar Suryawan (51), saat ini dipercaya sebagai ketua Lake’ Percussion.

Selasa (21/9/21) malam, Tadatodays.com berkesempatan menyaksikan latihan rutin kelompok Lake’ Percussion di kediaman Asmad. Halaman rumah Asmad di Gang Goni memang sudah berubah wajah menjadi “markas” kelompok musik.

Di bagian depan ada sebuah bangunan mirip garasi, tetapi menjadi tempat menyimpan peralatan musik milik Lake’ Percussion. Di hadapannya, berdiri sebuah paseban kecil yang tidak hanya jadi tempat ngobrol, tetapi juga memajang kepala kereta daul Lake’ Percussion  berwujud kepala burung ababil.

Dalam perbincangan dengan Tadatodays.com, Asmad menceritakan bahwa awal mula Lake’ Percussion adalah komunitas seni hadrah di musala. Awalnya ada hanya 15 orang dari kelompok hadrah musala yang menjadi anggota inti Lake’ Percussion. “Dulu kami awali dari orang-orang yang seumuran saya. Tetapi tidak ada gregetnya, dan cuma beberapa orang,” ujar Pak Mad, sapaan Asmad.

Walau kurang greget, tetapi perjuangan generasi pertama itu berhasil membuat Lake’ Percussion jadi kelompok musik daul yang sekarang dipenuhi remaja. Saat ini Lake’ Percussion memiliki total 25 orang pemusik dan 15 orang kru. Mereka terdiri atas anak-anak sekolah dari berbagai jenjang Pendidikan. “Sekarang ini anak PAUD juga sudah ingin ikut Lake’ Percussion,” kata Pak Mad lalu menyungging senyum.

Remaja-remaja yang mengikuti Lake’ Percussion belajar musik daul secara otodidak. Tidak ada pelatih yang secara khusus didatangkan untuk melatih remaja-remaja tersebut. Tetapi memang ada 3 sampai 4 orang pemusik yang penguasaannya pada musik memang lebih,  lalu mengajari teman-temannya.

“Karena kepekaan anak-anak, tadinya lihat YouTube. Terus ada yang mencari not lagu. Ada 3 sampai 4 orang yang pegang banyak instrumen, sekaligus ngajarkan ke teman-temannya,” ujar Pak Mad yang sehari-harinya berjualan nasi kuning di sudut pangkal Jalan Pahlawan Kota Probolinggo. 

Soal nama Lake’ Percussion, kata Pak Mad, diangkat dari bahasa campuran. Suku kata “La” adalah singkatan dari kata “lare” yang memiliki arti anak-anak. Sedangkan suku kata “ke” adalah singakatan Kebonsari atau nama daerah. Jadi, kata Lake’ berarti anak-anak Kebonsari. Sedangkan percussion berarti alat pukul perkusi.  

Eksistensi Lake’ Percussion dimulai dari nol. Awalnya, Lake’ Percussion hanya memiliki tiga bonang, satu kendang, gong, dan sronen. Mulanya, mereka belum memiliki chasis mobil untuk kendaraan hiasnya. Sebagai gantinya, dulu Lake’ Percussion masih hanya menggunakan gerobak yang diseret. Dekorasinya pun tidak sefilosofis sekarang.  

POSITIF: Aktivitas bermusik daul menjadi kegiatan positif bagi arek arek Lake' Percussion. Kegiatan ini juga bermanfaat menghindarkan anak muda dari kenakalan menenggak miras dan memakai narkoba.

Lalu sebagai bentuk keseriusannya, kelompok Lake’ Percussion memberlakukan iuran dari remaja anggota yang telah bekerja dan orang tua para anggota. Selain itu, Lake’ Percussion juga sampai meminjam kentongan milik kelompok asal Ranusegaran, Kecamatan Tiris,  Kabupaten Probolinggo.  Saking seringnya kentongan itu dipinjam, akhirnya si pemilik minta agar diganti. Selain itu,  peking laras slendro dan satu kendang juga masih meminjam dari kelompok asal Kecamatan Nguling.

Namun, perlahan-lahan semua peralatan yang dibutuhkan berhasil dipenuhi sendiri oleh Lake’ Percussion. Mulai dari peralatan musik sampai kereta besi serupa chasis mobil. Tetapi tentu hal itu tidak bisa dipenuhi hanya berkat iuran.  

Kelompok Lake’ Percussion dengan didukung warga, sampai meminjam uang dari bank. Dari total uang Rp 80 juta rupiah yang sudah dikeluarkan untuk modal Lake’ Percussion, Rp 20 juta di antaranya merupakan hasil pinjam dari bank dengan menjaminkan BPKB kendaraan. “Kalau ditotal dari awal, kalau digenapkan, mending beli (mobil) Avanza,” seloroh Asmad disusul derai tawa.

Tetapi, semua utang itu berhasil terbayar, melalui hasil iuran dan uang yang disisihkan dari setiap tanggapan. “Pokoknya semua ditanggung bareng,” ujar Asmad yang dua anak lelakinya menjadi personel Lake’ Percussion.

Kini Lake’ Percussion telah berkembang. Selain berkat usaha sendiri, Asmad mengakui mendapat dukungan dan bantuan dari Sanggar Bina Tari Bayu Kencana (BTBK) binaan Peni Priyono, Dewan Kesenian Kota Probolinggo, dan Disdikbud Kota Probolinggo. 

Untuk dekorasi kepala keretanya, Lake’ Percussion tidak main-main. Mereka memesan langsung  dekorasinya di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Pamekasan Madura. Jika biasanya kepala kereta kelompok musik daul menggunakan barong naga, maka Lake’ Percussion memilih menggunakan kepala burung ababil. Seperti dikisahkan, burung ababil adalah burung yang membantu Nabi Muhammad saw dalam Perang Gajah.

Tentang wujud burung ababil, menurut Asmad, si pembuatnya mengandalkan kreativitas dan imajinasi pembuat dekor. Pemilihan burung ababil sebagai dekorasi ini menandakan Lake’ Percussion tidak meninggalkan asal-usul mereka sebagai komunitas musala. Bahkan hingga sekarang, lagu yang dibawakan Lake’ Percussion banyak yang mengandung shalawat.

Ciri khas dari Lake’ Percussion adalah budaya pendalungan yang hidup di Kota Probolinggo,  yaitu campuran budaya Madura dan Jawa. “Awalnya musik islami dari shalawatan. Sekarang, jadi pendalungan. Jawanya ada. Maduranya juga ada,” timpal Nur Fajar, sang ketua.

Sedangkan Asmad mengakui, karakter pasti musik pendalungan itu masih dalam proses mencari. Baginya, yang paling penting adalah  memperbanyak karya, hingga kelak menemukan benang merah karakternya.   

Setiap berlatih, tetabuhan kelompok Lake’ Percussion selalu menimbulkan suara-suara keras. Tetapi itu tidak sampai menimbulkan protes warga sekitar. Sebaliknya, warga justru mendukung kegiatan tersebut.  

Selain sudah mengantongi izin dari RT – RW setempat, kelompok Lake’ Percussion juga tahu batas. Bila ada warga sekitar yang sakit dan akan sangat terganggu bila ada suara keras, maka kelompok ini memilih tidak berlatih. “Warga sekitar bisa menerima kami, karena kami tahu batas,” kata Pak Mad.

Sebaliknya, bila semua dalam kondisi normal, setiap latihan Lake’ Percussion selalu menjadi hiburan gratis bagi warga sekitar. Warga ramai datang dan menonton anak-anak muda itu berlatih.

Asmad bercerita, di masa-masa awal dulu mereka memang sempat dicemooh, bahkan dianggap mengeksploitasi anak-anak remaja. Padahal, menurut Asmad, kegiatan ini justru berniat menghindarkan anak-anak dari kenakalan menenggak minuman keras dan menggunakan narkoba.  “Motivasi dibentuknya Lake’ Percussion itu begini, kami tidak mau anak-anak remaja berkeliaran di jalan, bergerombol, dan merusak,” kata Pak Mad. 

Selama eksistensinya, Lake’ Percussion sudah banyak tampil di berbagai acara pemerintahan. Sebut saja event peringatan Hari Jadi Kota Probolinggo, Semipro (Seminggu di Kota Probolinggo), petik laut, hingga food festival di BJBR. Selain itu, Lake’ Percussion juga sering diundang tampil di acara hajatan, terutama khitan dan pernikahan.

Sedangkan Nur Fajar selaku ketua Lake’ Percussion menyatakan harapan ke depan agar musik tradisional semakin bertambah banyak peminatnya dan semakin berkreasi. “Selain itu, perlu ada semakin banyak lomba-lomba yang mengangkat kesenian tradisional asli Kota Probolinggo,”  katanya. (sal/why)


Share to