Lembu Ireng: Wujud Pemuda Berkarya

Tadatodays
Tadatodays

Sabtu, 16 Oct 2021 19:42 WIB

Lembu Ireng: Wujud Pemuda Berkarya

BERKARYA: Latihan rutin kelompok daul Lembu Ireng. Tetap berkarya meski harus dengan susah payah mengawalinya.

MARAKNYA musik daul di Kota Probolinggo memunculkan fenomena yang patut disyukuri. Musik daul semakin disenangi masyarakat. Seiring dengan itu, musik tradisional juga semakin digemari anak muda. Ini pula yang terjadi pada kelompok musik daul Lembu Ireng dari Kelurahan Kebonsari Kulon.

Kelompok daul Lembu Ireng bermarkas di Jalan Pahlawan Gang 3, RT 3 – RW 2, Kelurahan Kebonsari Kulon,  Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo. Saat dikunjungi tadatodays.com pada Sabtu (2/10/21) malam,  kelompok Lembu Ireng tengah berlatih di halaman kantor Kelurahan Kebonsari Kulon.   

Lembu Ireng berdiri pada tahun 2018. Pendirinya adalah Edo Andryansyah, pria 25 tahun yang saat ini menjadi ketua Lembu Ireng. Meskipun terbilang masih baru, Lembu Ireng sudah memiliki semua alat musik dan perlengkapan yang dibutuhkan, termasuk kereta.   

Heny Dwi Yuliati (24) sebagai humas Lembu Ireng mengatakan, pemuda Kebonsari Kulon mengajak untuk melestarikan budaya lokal. Menurutnya, melalui kegiatan ini, pemuda dapat menjaga dan menjadi tonggak penerus bangsa.  

Heny menjelaskan, pada awalnya, Lembu Ireng hanya memiliki 11 pemusik. Mereka berasal dari lingkungan RT 3. Ternyata dari luar kelurahan kebonsari kulon juga banyak yang berminat gabung dalam kelompok musik tradisional ini. “Ternyata banyak dari luar kelurahan yang minat mengikuti kelompok ini,” kata Heny. 

Saat ini Lembu Ireng sudah memiliki 45 orang anggota. Mereka terdiri atas pemusik, vokalis, kru, dan 5 orang penari dari kalangan anak-anak sekolah SD hingga SMA. 

Karena keterbatasan dana, alat-alat musik yang dibuat oleh Lembu Ireng berasal dari kentongan bambu. Sebab, alat tersebut jadi lebih murah, tetapi tetap kreatif. Sedangkan alat musik tong bekas masih meminjam dari bekas bio komposter dan bekas lem.

Kemudian setelah 3 bulan lamanya akhirnya Lembu Ireng bisa membeli tong sendiri. Selain itu, Lembu Ireng mempunyai alat musik bernada rendah, yaitu demung, slendro bernada sedang, dan  peking yang bernada tinggi.

Menurut Heny, untuk memenuhi peralatan, uangnya diperoleh sebagian besar dari hasil tanggapan dan iuran rutin Rp 2.500 per orang. Jadi, eksistensi Lembu Ireng ditopang terutama oleh semangat gotong royong.

“Dari tanggapan, sebagian dimasukkan ke kas dan juga ada iuran rutin berkisar Rp 2.500 di tahun 2018. Alat musik ini tidak langsung terpenuhi begitu saja,” terang Heny. Alhasil,   di tahun 2021, semua kebutuan alat musik Lembu Ireng sudah terpenuhi.

Sedangkan untuk kereta, tidak tanggung-tanggung, Lembu Ireng beli langsung di Madura di awal tahun 2020. Heny yang memberanikan diri untuk beli kereta dengan uang pribadi, agar mampu bersaing dengan daul yang lain. “Sudah 1 tahun berdiri, saya memberanikan diri untuk beli kereta dengan uang pribadi. Agar bersaing dengan daul yang lain,” ujar Heny.

Kepala naga menjadi ikon kereta milik Lembu Ireng. Menurut Heny, dalam bahasa Jawa, lembu memiliki arti sapi, dan ireng berarti hitam. Jadi, Lembu Ireng diibaratkan sebagai pemuda yang memiliki semangat tinggi dan kepribadian kuat. Lembu Ireng diharapkan mampu membawa anak-anak kelurahan Kebonsari Kulon menjadi anak-anak yang dapat melestarikan budaya.  

“Lembu diibaratkan sebagai pemuda yang memiliki semangat yang tinggi meskipun ditunggangi untuk membajak sawah yang mempunyai manfaat dan berguna bagi kita. Anak-anak itu jangan sampai disalahgunakan untuk kegiatan yang negatif, seperti salah pergaulan. Sedangkan Ireng melambangkan kepribadian yang kuat,” papar Heny.

Keberadaan kelompok daul Lembu Ireng dengan segala aktivitasnya, menurut Heny, mendapat dukungan masyarakat sekitar. Bila anak-anak Lembu Ireng sedang berlatih, warga malah antusias melihat.

Respons atas eksistensi kelompok Lembu Ireng dirasa sangat baik. Menurut Heny, belum setahun berdiri,  kelompoknya sudah mendapat tawaran untuk tampil di acara Semipro (Seminggu di Kota Probolinggo).  Maka kelompok Lembu Ireng tanpa ragu tampil di acara Semipro.

Dalam proses berlatihnya, Lembu Ireng tidak sampai mendatangkan pelatih khusus. Ada Edo andryansyah selaku ketua, yang sekaligus menjadi pelatih musik di Lembu Ireng. Latihan lembu ireng dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu setiap Rabu dan Sabtu malam.  

BERSAMA: Kelompok Daul Lembu Ireng berfoto bareng penulis dan tim tadatodays.com, serta sekretaris lurah Kebonsari Kulon.

Dari proses latihan rutinnya, Lembu Ireng sudah memiliki 10 lagu. Di antaranya berupa lagu ciptaan sendiri dan lagu aransemen ulang berdasar kreatifitas mereka. Ada tiga lagu buatan sendiri yaitu berjudul “Probolinggo Kotaku Hebat”, “Probolinggo Mangga dan Anggur”, serta lagu terakhir yang masih belum rilis.

David Bekham, remaja 16 tahun, sudah berpatisipasi di Lembu Ireng sejak awal terbentuk  di tahun 2018. “Ikut kesenian ini agar mengenal musik tradisional, dan menambah pengalaman pribadi di dunia musik,” katanya saat ditemui di sela latihan malam itu.

Sementara, ditanya soal prestasi, Heny Dwi Yuliati pernah menjadi juara Pemuda Pelopor Kota Probolinggo tahun 2020 untuk bidang seni budaya. Lalu Lembu Ireng pernah menjadi juara harapan 2 lomba patrol tahun 2019.

Sedangkan tentang pengalaman tampil, Lembu Ireng sudah pernah tampil di berbagai kegiatan. Dari event tahunan Semipro, Hari Anak, Semarak Pagi Kota, Festival Budaya, hingga acara hajatan khitan dan pernikahan.  

Tentang karakter, Heny menyatakan kelompoknya masih menggali lagi pontensi untuk bisa mendapatkan suatu karya Probolinggo. “Kami masih menggali lagi pontensi untuk bisa mendapatkan suatu karya Probolinggo. Dan juga kami sudah menciptakan lagu bertemakan Probolinggo saja itu sudah cukup membawa karakter Probolinggo,” katanya. 

Selanjutnya, Heny berharap agar kesenian tradisional tetap lestari. Ia ingin membawa nama Kota Probolinggo di kancah luar kota dan mampu bersaing dengan kota lainnya. “Dan juga membawa nama pemuda untuk menjadi pemuda yang bangga melestarikan budaya, cinta budaya dan senang budaya. Supaya budaya kita tidak punah,” ujarnya. (ian/why) 


Share to