Mbah Amad, Umur 103 Tahun, Saksi Sejarah Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato

Alvi Warda
Friday, 10 Nov 2023 12:40 WIB

DI TENGGER: Mbah Amad saat disambut oleh pemangku Suku Tengger, Selasa (7/11/2023).
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Nama aslinya Ahmad. Tetapi ia karib disapa Mbah Amad. Ia merupakan sosok veteran dari Surabaya yang turut andil dalam peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, pada 19 September 1945 silam.
Di tahun 2023 ini, usia Mbah Amad menginjak 103 tahun. Mbah Amad masih sehat. Ia masih sanggup bersilaturrahim di kawasan Wisata Gunung Bromo Probolinggo, Selasa (7/11/2023) petang. Ia pun menyampaikan pesan-pesan atau petuahnya pada generasi muda. Juga ingatan akan perjuangannya.
Dalam catatan sejarah, insiden perobekan bendera Belanda terjadi di Hotel Yamato, Jalan Tunjungan, Surabaya pada 19 September 1945. Peristiwa ini terjadi sebagai rangkaian perjuangan rakyat Indonesia sebelum meletusnya pertempuran 10 November 1945.
Pada saat itu, orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu pasukan sekutu. Atas kepemimpinan Victor W. Charles Ploegman, mereka mengibarkan bendera Belanda yang berwarna merah putih biru di puncak Hotel Yamato.
Pengibaran bendera Belanda ini kontan memancing amarah para pemuda Surabaya. Tindakan ini dianggap sebagai penghinaan kepada Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya, satu bulan sebelumnya, yaitu 17 Agustus 1945.
Residen Surabaya Sudirman kemudian meminta orang-orang Belanda menurunkan bendera tersebut. Namun, Belanda menolaknya. Karena perundingan gagal, para pemuda menyerbu Hotel Yamato. Terjadi bentrokan.
Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda yang berkibar di puncak Hotel Yamato. Warna biru pada bendera itu disobek, dan mengibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah itu, ketegangan antara pejuang Indonesia dengan Belanda dan sekutu yang tidak menerima kemerdekaan Indonesia, terus meningkat. Puncaknya terjadi pertempuran sejak 10 November 1945 hingga sekira tiga minggu. Puluhan ribu pejuang dari Surabaya dan daerah-daerah sekitarnya gugur. Sedangkan dari pihak Belanda dan sekutu, ada belasan ribu tentara terbunuh.

Momen perjuangan itulah yang dulu menjadi bagian dari jejak sejarah yang dilintasi Mbah Amad. Mbah Amad yang merupakan warga Genteng Kali, Surabaya. Hari itu saat berkunjung ke Tengger, ia tampak mengenakan seragam perjuangannya.
Di kawasan Gunung Bromo yang dingin, Mbah Amad tidak memakai jaket. Ia justru tampak asyik bercengkrama, meskipun suhunya sekitar 19 derajat celsius.
Tak banyak yang ia ceritakan, kala perjuangannya dulu. Yang ia kenang, gelora Bung Tomo yang selalu bersemangat saat melawan Belanda hingga tewasnya Brigadir Jenderal AWS Mallaby. "Itu yang selalu saya kenang," katanya.
Bahkan pesan Bung Tomo, yang terus menanamkan rasa nasionalis dan tidak mudah menyerah, terus dipegang teguh olehnya hingga kini.
Mbah Amad menuturkan, saat terjadi gerakan melawan Belanda di Surabaya hingga perobekan bendera, dirinya mendapat tugas menyiapkan tangga. Selain itu pada tahun 1965 mbah bercucu 5 ini, mendapat tugas misi perdamaian di Kongo.
Di momen peringatan Hari Pahlawan ini, Mbah Amad berpesan kepada generasi muda terus mengisi kemerdekaan dengan cara selalu mentaati semua peraturan pemerintah. "Terus semangat dan konsisten," ujarnya.
Selain itu menurutnya, pemuda harus selalu menghormati orang tua atau kepada kaum yang lebih tua. "Karena perbuatan tersebut dasar membentuk generasi muda yang berkarakter ditengah krisis moral saat ini," katanya. (alv/why)




Share to
 (lp).jpg)