Melihat Sukses CSR PT Paiton Energy di SMKN 54 Jakarta dan Taman Margasatwa Ragunan

Imam Wahyudi
Imam Wahyudi

Thursday, 12 Dec 2024 07:21 WIB

Melihat Sukses CSR PT Paiton Energy di SMKN 54 Jakarta dan Taman Margasatwa Ragunan

PLTS: Milan, siswa SMKN 54 Jakarta menjelaskan modul pembangkit listrik tenaga surya.

Kebutuhan energi listrik kita selama ini dipenuhi dengan pemanfaatan energi fosil, seperti minyak bumi dan batu bara. Tetapi, tidak selamanya energi tersebut dapat memenuhi seluruh kebutuhan listrik sepanjang masa. Energi yang berasal dari fosil juga bisa berjumpa dengan masanya menipis dan membutuhkan waktu lama bagi alam untuk memproduksinya kembali. Maka, penggunaan energi terbarukan, tidak bisa terelakkan lagi. Salah satunya adalah tenaga surya.

JAKARTA, TADATODAYS.COM - PT Paiton Energy, salah satu perusahaan pembangkit listrik batu bara di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Paiton, Probolinggo, membuka ruang kesadaran tentang renewable energy (energi terbarukan). Yang terbaru, melalui program CSR (Corporate Social Responsibility)-nya, PT Paiton Energy memfasilitasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di SMKN 54 Jakarta.

Sejak 21 Mei 2024, panel surya atau solar cell di SMKN 54 Jakarta dilaunching sebagai pilot project CSR PT Paiton Energy dengan benang merah program “solar school”.

Panel surya tersebut mampu menghasilkan daya listrik hingga 10 ribu watt. Namun, rata-rata daya listrik harian yang dihasilkan di angka 8 ribu. Sedangkan jika cuaca mendung, panel surya hanya mampu menghasilkan daya listrik 10 persen atau 1 ribu watt saja.

PANTAU: Daya listrik yang dihasilkan panel surya dapat dipantau secara realtime melalui aplikasi.

SMKN 54 yang terletak di Jl Bendungan Jago, Kemayoran, Jakarta Pusat, memiliki sekitar 900 siswa dengan 24 rombongan belajar (rombel). Kebutuhan listrik di sekolah ini rata-rata mencapai 50-60 ribu watt per hari. Dengan kebutuhan listrik harian sebesar itu, SMKN 54 mengeluarkan alokasi anggaran rata-rata Rp 15 juta per bulan untuk bayar listrik yang disediakan PLN.

Setelah memiliki panel surya dari CSR Paiton Energy, ada 8-10 ribu watt listrik “gratis” yang disumbangkan untuk kebutuhan listrik harian di SMKN 54. Maka, beban bayar listrik bulanannya pun jadi berkurang, menjadi Rp 12-13 juta per bulan.

Kepala SMKN 54 Jakarta Hamidah Nasir pun berterima kasih, karena sekolah yang dipimpinnya ini dipilih oleh PT Paiton Energy sebagai pilot project PLTS di lingkungan sekolah. Faktor pertama yang menurut Hamidah patut disyukuri ialah dampak penghematan. “PLTS ini sedikit banyak, telah mengurangi pembiayaan (listrik, red) kami,” katanya saat menerima kunjungan “Journalist Visit – Program CSR Paiton Energy”, Senin (9/12/2024) pagi.

Faktor berikutnya yang disebutkan Hamidah Nasir, adanya CSR dari Paiton Energy ini memacu semangat guru dan murid SMKN 54 untuk berinovasi dalam hal renewable energy. Khususnya solar cell yang memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi. “Alhamdulillah, telah melahirkan banyak temuan berupa alat (yang menggunakan solar cell sebagai sumber energi, red) yang sudah kita patenkan,” ujar perempuan berhijab itu. 

Kepada tadatodays.com, Hamidah merinci ada tiga penjurusan di SMKN 54. Masing-masing ialah Teknik Pendingin dan Tata Udara (TPTU), Teknik Kendaraan Ringan Otomotif, dan Teknik Komputer Jaringan.

Menurut Hamidah, solar cell dari CSR Paiton Energy ini sangat relate dengan para pelajarnya di jurusan TPTU. Ia menyebut CSR Paiton Energy ini sangat memotivasi anak-anak didiknya untuk berkreativitas. Bahkan sampai lahir Sanggar Konversi Energi (Sanggar Sinergi) di SMKN 54. “Kami ingin, melalui berbagai peralatan yang telah berhasil diciptakan, mampu meneruskan menjadi tangannya Paiton (Paiton Energy, red), menjadi berguna untuk masyarakat,” tutur Hamidah. 

SINERGI: Inilah “markas” Sinergi (Sanggar Konversi Energi) SMKN 54 Jakarta. 

SANGGAR KONVERSI ENERGI

Sebuah ruangan di SMKN 54 menjadi “markas” Sanggar Konversi Energi (Sinergi). Sanggar ini menjadi tempat beraktivitas dari rumpun ekstrakurikuler di SMKN 54 yang memilih fokus melahirkan berbagai peralatan inovatif untuk membantu kehidupan manusia.

Di Sanggar Konversi Energi ini, para siswa diajak berkreasi. Memetakan persoalan-persoalan yang dekat dengan masyarakat sekitar, lalu berusaha menciptakan peralatan-peralatan untuk memecahkan persoalan tersebut. Yang istimewa, seluruh peralatan yang diciptakan itu menggunakan tenaga surya sebagai sumber energinya.

PENGAMPU: Mohamad Wafirul Hadi, staf kesiswaan SMKN 54 yang menggerakkan Sanggar Konversi Energi.

Mohamad Wafirul Hadi, seorang staf kesiswaan SMKN 54, menjadi pengampu di Sinergi. Pada saat Journalist Visit, Wafirul Hadi bersama para siswa yang mengikuti Sinergi, mengekspose peralatan-peralatan berbasis energi surya yang telah berhasil mereka ciptakan. Berikut ini beberapa di antaranya.

GENSO: Inilah wujud Genso Genset.

Ada alat yang diberi nama Genso Genset. Ini genset solar panel (genso) berbentuk koper dan portable. Panel solar cell bisa dibuka-tutup, gampang dipindah-pindah tempat karena berkaki-roda. Alat ini mampu menghasilkan daya listrik hingga 1.000 watt, dan disimpan dalam baterai lithium berkapasitas 1.200 mAh.

“Tetapi, penggunaan efektifnya 500 watt,” kata Wafirul Hadi. Pada brosur yang disebar anak-anak Sinergi hari itu, jika ada yang ingin memesan Genso Genset ini, tertulis harganya Rp 4,5 juta.

Berikutnya ada alat bernama Genso SPKLS. Ini generator dari teknologi panel surya untuk UMKM dan stasiun pengisian kendaraan listrik. Alat ini mampu menghasilkan daya listrik hingga 2.000 watt, disimpan dalam baterai berkapasitas 2.400 mAh. Pada brosur tertulis alat ini dihargai Rp 7 juta.

DETEKSI: Inilah alat untuk mendeteksi banjir.

Sinergi juga mampu melahirkan alat yang diberi nama Teksiban atau Alat Pendeteksi Banjir. Dengan menggunakan daya yang dihasilkan panel surya, alat ini bekerja memberi tanda potensi terjadi banjir berupa sirine.

Menurut Wafirul Hadi, alat bernama Teksiban ini bisa dipasang di pintu air. Sensornya akan bekerja bila terjadi ketinggian air melebihi air permukaan. “Jadi, indikatornya adalah kelebihan tinggi air permukaan,” kata pria yang pernah menyabet predikat Pemuda Pelopor di Cawang, Jakarta Timur dan nasional itu. Untuk Teksiban ini harganya dipatok angka Rp 4,5 juta.

Sinergi juga punya alat bernama Apusel atau Air Purifier Solar Cell. Ini merupakan alat untuk memonitor dan memurnikan kualitas udara dari polusi. Alat ini juga bekerja dengan sumber energi hasil panel surya. “Bila kadar pollutan 500 ppm misalnya, bisa turun sampai 200 ppm,” terang Wafirul Hadi. Nah, alat ini dipatok harga Rp 5,5 juta.

Satu lagi alat kreasi Sinergi yang dipastikan sangat bermanfaat bagi masyarakat ialah Sitrosen atau Antrasit Reverse Osmossis Berbasis Solar Cell. Alat ini mendestilasi air payau menjadi air bersih/tawar. “Alat ini bisa mengatasi masalah kebutuhan air bersih, khususnya di daerah pesisir,” kata Wafirul Hadi. Untuk alat ini harganya dipatok Rp 7,5 juta.

Setidaknya sudah ada 8 peralatan inovatif berbasis panel surya yang telah dilahirkan Sanggar Konversi Energi di SMKN 54 Jakarta. Peralatan-peralatan inovatif tersebut bahkan sudah mengantongi hak cipta dengan nomor 000625267 dan judul ciptaan: GENSO GENset SOlar Panel.

INTI SOLAR SCHOOL

CSR Paiton Energy di SMKN 54 Jakarta berwujud panel surya yang kemudian berkembang dengan aktivitas di Sanggar Konversi Energi, segaris dengan tujuan program “solar school”. PT Paiton Energy ingin menularkan dan membuka ruang kesadaran tentang sumber energi terbarukan.

Pada saat menyampaikan sambutan di Journalist Visit, Head of External Relations PT Paiton Energy Bambang Jiwantoro gembira melihat produk-produk peralatan yang dilahirkan anak-anak SMKN 54 sebagai pengembangan dari energi terbarukan.  

Menurutnya, salah satu peralatan yang patut diapresiasi ialah alat yang mampu mengonversi air payau menjadi air tawar. “Ini bisa menjadi solusi yang bisa ditawarkan, terutama di daerah pesisir yang tentu membutuhkan air bersih,” katanya.

Ada pula alat deteksi banjir, yang juga sangat dibutuhkan di daerah-daerah. Termasuk di Probolinggo yang juga memiliki kerawanan banjir. Alat tersebut menjadi sangat penting, karena bisa mendeteksi dini sebagai bagian dari mitigasi awal untuk mengurangi risiko-risiko banjir. 

Namun, Bambang Jiwantoro mengakui, peralatan-peralatan yang dilahirkan dari SMKN 54 masih memerlukan penelitian lebih lanjut, penyempurnaan lebih lanjut, trial and error, sebelum nantinya diaplikasikan di daerah lain. 

Bambang Jiwantoro kemudian menyatakan, dalam program solar school ini poin utamanya bukan sekedar mengurangi daya listrik, tetapi lingkungan. Bahwa energi ke depan itu justru yang renewable, terbarukan. Pembangunan ke depan menurutnya, justru lebih banyak menggunakan tenaga surya dan angin.

“Dan kita, negara dengan potensi luar biasa. Kaya angin, solar atau cahaya matahari. Pertanyaannya, siapa nanti yang akan mengoperasikan, memelihara, membuat programnya, kalau bukan adik-adik yang sekarang masih di SMA, SMK. Jadi, inilah yang sebenarnya menjadi tujuan utama program solar school ini. Memberikan edukasi, bahwa kita bisa,” kata Bambang Jiwantoro.

Tujuan besar itupun dilebarkan. CSR Paiton Energy berwujud panel surya tidak berhenti di SMKN 54. Paiton Energy kemudian juga memberikan CSR serupa di dua sekolah lagi di Jakarta, yaitu SMKN 53 dan SMAN 70.   

Lantas bagaimana dengan Probolinggo, daerah yang menjadi tempat beroperasinya pembangkitan listrik batu bara oleh PT Paiton Energy? Apakah CSR panel surya juga akan diberikan di sekolah-sekolah di Probolinggo?

“Solar cell tidak menjadi fokus kami (Paiton Energy, red) di Probolinggo,” kata Bambang Jiwantoro kepada tadatodays.com di sela Journalist Visit di SMKN 54.

Bambang menjelaskan, pendekatan CSR Paiton Energy ialah menyelesaikan kebutuhan atau masalah berdasar potensi daerah atau desa masing-masing. “Fokus kami (Paiton Energy, red) di Probolinggo adalah mikrohidro. Sebab, yang sangat dibutuhkan adalah listrik yang terus menerus. Maka, disediakan mikrohidro, dengan memanfaatkan sumber energi potensial yang tersedia di daerah setempat, yaitu air,” terangnya.

WASTE TO ENERGY

PT Paiton Energy berdiri sejak 1994. Perusahaan ini mengoperasikan tiga pembangkit listrik batu bara di PLTU Paiton, Probolinggo. Paiton Energy mampu menghasilkan sekitar 13,500 GWh listrik per tahun. Itu berarti Paiton Energy mampu berkontribusi memasok sekitar 6 persen kebutuhan listrik di Jawa per tahun.

Sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat, Paiton Energy memiliki program-program CSR yang mengena pada kebutuhan masyarakat. Selain masyarakat di Probolinggo sebagai daerah utama tempat beroperasinya perusahaan, Jakarta yang menjadi kantor pusatnya, tidak luput dari atensi Paiton Energy. 

Pada laman resmi PT Paiton Energy disebutkan bahwa PT Paiton Energy berkomitmen penuh dalam melaksanakan program CSR berdasarkan 3 prinsip utama, yaitu lingkungan yang bersih; berkontribusi kepada komunitas lokal; dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Nah, sentuhan CSR Paiton Energy juga telah dirasakan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) Jakarta. TM Ragunan berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), berada di bawah naungan Dinas Pertamanan DKI Jakarta.

Dani Basuki, Corporate Affairs Manager Paiton Energy menjelaskan, CSR Paiton Energy di TMR dilakukan sejak 2018. Paiton Energy dengan Pemprov DKI Jakarta masa itu bekerjasama dalam program Langit Biru, yaitu bagaimana menciptakan lingkungan yang lebih bersih.

BANTUAN: Jajaran sepeda motor listrik CSR Paiton Energy di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta.

“Terpikirlah untuk memberikan beberapa unit motor listrik yang bisa dipakai oleh Pemprov DKI Jakarta, termasuk di TMR. Kami sebar 50 motor listrik. TMR dapat 20 unit, sama charging station-nya,” kata Dani, saat memandu diskusi Journalist Visit bersama jajaran pengelola Taman Margasatwa Ragunan, Senin (9/12/2024) siang.

Setelah itu, lanjut Dani, muncul ide kebutuhan mobil golf listrik (golf car). Ini dibutuhkan sebagai pengganti mobil diesel yang biasa disewakan untuk pengunjung TMR. “Kita ingin memberikan pelayanan kendaraan untuk pengunjung berkeliling, tetapi udara tetap bersih. Akhirnya kita sampai pada ide mobil golf ini,” ujar Dani.

LISTRIK: Di antara mobil golf CSR Paiton Energy di Taman Margasatwa Ragunan.

Pertama diberikan 6 unit mobil golf. Setelah melalui masa pendampingan, TMR sudah bisa secara mandiri menjalankan mobil golf itu, bahkan bisa menambah profit. Karena pemanfaatan dan keberlanjutannya dinilai baik, selanjutnya pada 2023 Paiton Energy menambah 2 unit mobil golf untuk satu-satunya kebun binatang di Asia Tenggara yang memiliki koleksi satwa gorilla.

PRASASTI: Jejak peresmian program CSR Paiton Energy “Waste to Energy” di Taman Margasatwa Ragunan.

Kerjasama Paiton Energy dengan TMR kemudian berlanjut. Dari serangkaian diskusi, muncul problem yang dirasakan sangat merepotkan, yaitu sampah yang sangat berdampak pada lingkungan. Maka muncullah program Waste to Energy (WTE).

Taman Margasatwa Ragunan terhampar di lahan seluas 127 hektare. Sebagai area konservasi, di dalamnya ada 2.279 ekor satwa, dan lebih dari 20 ribu pohon. Pada libur Natal, jumlah pengunjung bisa 70 ribu orang. Saat libur Lebaran jumlah pengunjung bisa 70 ribu sampai 100 ribu orang. Jumlah pengunjung tertinggi terjadi di tahun baru, bisa sampai 200 ribu orang dalam satu hari.

Dari jumlah satwa penghuni, populasi pohon, dan jumlah pengunjung, tergambar problem besarnya,  yaitu sampah. Baik itu sampah sisa aktivitas para pengunjung, sampah daun, maupun kotoran satwa. Problem inilah yang menjadi critical point kelanjutan CSR Paiton Energy di Taman Margasatwa Ragunan, yaitu bagaimana mengelola sampah menjadi energi, Waste to Energy.

Sebagai wujudnya, CSR Paiton Energy memfasilitasi instalasi pengolahan sampah hingga menjadi energi. Khususnya, sampah daun, sisa makanan, dan kotoran satwa.

PENGOLAHAN: Dwiko Adam menjelaskan proses pengolahan sampah di Taman Margasatwa Ragunan.

Dwiko Adam, penanggung jawab pengolahan sampah di TMR menjelaskan, sampah campuran per hari rata-rata 16 kubik (1 kubik = 500 kg) atau kurang lebih 8 ton perhari. Asumsinya secara kasat mata, sampah organiknya 5-10 persen. “Ada sampah sisa makanan, dan mayoritas sampah daun,” kata Adam dalam diskusi.

Untuk satwa, penghasil sampah terbanyak secara proporsi adalah gajah. Dari 13 ekor gajah yang ada di TMR, menghasilkan sampah kotoran (feses) sampai jumlah terbanyak mencapai 500 kg per hari. Satwa lainnya menghasilkan kotoran mencapai 500 kg per hari. Jadi, dari total 8 ton sampah harian di TMR, 1 ton di antaranya berupa feses satwa.

Dwiko Adam menjelaskan, feses gajah memiliki karakter berbeda. Gajah memakan rumput gajah, tetapi hanya bagian daun rumputnya yang diolah dan cerna. Sedangkan tulang rumputnya tidak dicerna. Kotoran dari tulang rumput yang tidak dicerna inilah yang susah dihancurkan di mesin pencacah. “Karena itu sekarang masih sedang dilakukan modifikasi alat pencacah,” katanya.

KONVERSI: Penyimpanan listrik hasil konversi biogas.

Sebelumnya, feses gajah dan satwa lainnya hanya ditumpuk, hingga jadi humus. Setelah ada instalasi pengolahan sampah yang difasilitasi CSR Paiton Energy, sampah organik, termasuk feses satwa, menghasilkan output berupa pupuk cair, pupuk padat, dan biogas. “Biogas ini yang kemudian dikonversi menjadi listrik,” kata Adam.

Untuk menghasilkan biogas, prosesnya membutuhkan waktu sekitar 21 hari. Sedangkan biogas yang dihasilkan per bulan, paling besar mencapai 69 kwh. Prinsipnya, biogas dikonversi oleh genset menjadi listrik. Nah, biogas tersebut yang menjadi bahan bakar campuran genset itu sendiri. 

Berikutnya, pupuk padat dipakai untuk pertamanan. Sedangkan pupuk cairnya dipakai pembibitan dan buah. “Hasilnya secara kasat mata lebih bagus buahnya,” kata Adam. (why)


Share to