Mohammad Hendra: Terinspirasi Karya Imam Al Ghozali dan KH. Moh. Hasan, Terbitkan 12 Buku

Zainul Rifan
Zainul Rifan

Thursday, 21 May 2020 22:11 WIB

Mohammad Hendra: Terinspirasi Karya Imam Al Ghozali dan KH. Moh. Hasan, Terbitkan 12 Buku

TAKZIM: Mohammad Hendra saat mendampingi pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah di kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MB).

Mohammad Hendra adalah seorang penulis yang aktif sebagai dosen dan tenaga pengajar di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Tercatat ada 12 karya buku yang dihasilkan. Menulis baginya adalah salah satu jalan menginspirasi orang lain. Tentunya bagi pembaca karya-karyanya.

PERTEMUAN antara tadatodays.com dengan Mohammad Hendra akhirnya terealisasi usai Rabu (20/5/2020). Tentu selepas pria yang akrab disapa Hendra itu memungkasi aktivitas Salat Tarawih. Saat itu, pria yang menggunakan baju putih dengan sorban ini tampak duduk di samping pengimaman masjid.

Mengetahui kedatangan tadatodays.com, Hendra menyambut ramah dan mengajak ngobrol di kantor masjid. Anak dari pasangan Abdul Hadib dan Djumaati ini mulai bercerita tentang perjalanan hidupnya yang memamg kental dengan kehidupan pesantren. Bayangkan saja, sejak usia 11 tahun, Hendra kecil sudah dimondokkan oleh ayahnya.

Pesantren yang dituju kala itu adalah Ponpes Raudatul Hasaniyah, Kota Probolinggo, yang diasuh oleh almarhum KH. Romli Bakir. Setelah lulus, ia pun hijrah ke Kecamatan Pajarakan untuk melanjutkan studinya di MTs Zainul Hasan Genggong. Tentu, sembari nyantri di Ponpes tersebut.

Tak ingin segera pergi dari pesantren, setelah lulus MTs, Hendra remaja tetap meneruskan pendidikannya di Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang masih dalam naungan Ponpes Zainul Hasan (Zaha). Tiga tahun lulus di sekolah tersebut, ia menempuh perguruan tingginya di STAI Zaha.

Di sini awal karirnya sebagai penulis dimulai. Pria yang karib di sapa Ustaz Hendra ini mengaku, keinginan menjadi penulis buku sudah ada sejak ia masih kuliah S-1 di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Zaha. Selain kuliah, Hendra juga mengabdi menjadi pengajar di pondok induk dan cabang Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Saat menjadi pengajar di pesantren yang diasuh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah itu, ia mengajar kitab Nadhom Safinah karya Almarhum K.H. Moh. Hasan. “Saat itu saya juga masih menjadi santri,” kata pria kelahiran 8 Januari 1985 ini.

Saat mengajar kitab karya pengasuh kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong itulah, terlintas dalam benaknya, betapa mulianya KH. Moh. Hasan. Alasannya, meski sudah puluhan tahun wafat, karya-karyanya masih tetap dibaca dan dinikmati banyak orang. Dari situ, timbulah niat dalam dirinya untuk menjadi penulis.

PRODUKTIF: Menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk buku. Hendra setidaknya telah melahirkan 12 karya selama menjadi pendidik.

Demi memuluskan tekadnya, selepas mengikuti kegiatan di pesantren, ia selalu menyempatkan diri berziarah ke makam KH. Moh. Hasan. Di sana, ia berdoa kepada Allah SWT agar dimudahkan mewujudkan cita-citanya menjadi penulis. Awalnya, Ia mencoba menulis apa yang dialami dan dilihat sehari-hari. Kemudian ia menyusunnya hingga menjadi karya berupa kata-kata mutiara.

Tapi karya tersebut hanya disimpan dalam buku catatanya. Keinginannya menjadi penulis pun sempat tertunda selama 3 tahun. Karena Ia harus menyelesaikan skripsinya, dan melanjutkan studi pascasarjananya di jurusan Psikologi Pendidikan Agama Islam di Universitas Darul Ulum Jombang pada 2010 silam.

Penantian Panjang atas keinginannya menjadi penulis tercapai dan membuahkan hasil pada tahun 2011. Saat itu, ia sudah menerbitkan karya perdananya berjudul mengawal remaja melalui Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Setahun berselang dari peluncuran buku pertamanya, ia menikahi gadis pujaan hatinya bernama Umamah Elhaza, asal Desa Maron Kidul, Kecamatan Maron.

Setelah itu, dengan semangat dan menekuni dunia kepenulisan. Sehingga bapak satu anak itu kembali menghasilkan karya-karyanya yang lain. Di antaranya Kata-kata Mutiara Kehidupan, Remaja dalam Genggaman Agama, Fiqih Dasar di Masyarakat, Pendidikan Agama Islam (untuk perguruan tinggi), Fiqih Ramadhan, Jahiliyah Jilid II, Menghidupkan Islam, Inovasi Pendidikan Akhlak, Sejarah Peradaban Islam, Pendidikan dalam Perspektif Al Quran, dan Toleransi Beragama.

“Alhamdulillah, sampai saat ini karya saya yang sudah diterbitkan ada belasan buku. Mayoritas karya saya tentang Islam. Tujuan saya, agar pembaca dapat memahami Islam dalam perspektif sesuai isi buku,” ujar pria yang hobi membaca ini.

AKTIF: Hendra mengajar di MA Zainul Hasan. Sejak masih nyantri ia sudah dipercaya menjadi salah satu pengajar.

Meski dominan tentang Islam, ia mengatakan bahwa karyanya bisa dibaca semua kalangan. Ia berkeinginan dengan karyanya umat muslim dapat makin meyakini kalau Islam agama yang benar dan paling bisa menjawab tantangan zaman. Sedangkan bagi nonmuslim, karyanya bisa dijadikan alat untuk memahami apa itu Islam.

“Terutama konsep bahwa Islam itu adalah agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Ini juga menjawab tudingan banyak orang yang menstigmakan Islam adalah agama teror,” katanya.

Perjalanannya menulis buku, bukan berarti tanpa kendala. Saat menulis, ia harus menyediakan waktu khusus di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga pengajar di tiga lembaga pendidikan. Termasuk dengan jabatan struktural kampus sebagai Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STIH Zainul Hasan.

Selain itu, Hendra juga mengaku masih butuh banyak literatur karena ilmunya masih dangkal. Untuk menyiasatinya, setiap mendapat ide, Hendra selalu menyempatkan diri menuliskanya dalam handphone. Selepas mengajar, konsep ini dipindah ke laptop dan dirangkai menjadi kalimat yang utuh.

Pria yang juga mengajar di MA Zainul Hasan 1 Genggong ini mengaku, motivasi terbesarnya menjadi seorang penulis adalah umur. Karena usia seseorang tidak bisa ditebak. Selain itu, Wakil Kepala Biro Pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong ini juga termotivasi tokoh idolanya Imam Al Gozali yang sudah menelurkan 1.200 karya.

Karenanya, Hendra terus berusaha menulis meski belum diterbitkan. Apalagi saat wabah covid-19 ini, di mana lebih banyak waktu yang ia punya karena lembaga pendidikan diliburkan. “Alhamdulillah, banyak dosen, guru hingga mahasiswa sudah saya bantu untuk menjadi penulis. Mulai dari bantu ngedit hingga menerbitkan,” katanya bersyukur. (zr/sp)


Share to