Museum Rasulullah Jadi Catatan BPK, Berpotensi Kehilangan Pendapatan

Alvi Warda
Alvi Warda

Monday, 06 Jun 2022 20:39 WIB

Museum Rasulullah Jadi Catatan BPK, Berpotensi Kehilangan Pendapatan

MUSEUM: Identitas Museum Probolinggo yang telah tergantikan oleh signase Museum Rasulullah.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Pengelolaan Museum Rasulullah yang menempati Museum Probolinggo, menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas keuangan Pemkot Probolinggo tahun anggaran 2021, BPK menyebut Pemkot Probolinggo kehilangan potensi pendapatan minimal Rp 117.240.000 atas pajak hiburan dan Rp 46.687.328 atas  atas sewa.

Dalam LHP BPK ada 7 item catatan terkait pengelolaan Museum Rasulullah (baca infografis). Pertama, penggunaan sebagian gedung Museum Probolinggo oleh PT FED untuk Museum Rasulullah adalah berbentuk konsesi. Hal ini tercantum dalam perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Probolinggo dengan PT FED (IM) tentang Perbanyakan Koleksi Peninggalan Rasulullah dan para sahabat yang ditempatkan pada Gedung Museum Probolinggo. 

BPK menyatakan, konsesi adalah bentuk keputusan pejabat atas sebuah kegiatan. Sedangkan penggunaan barang milik daerah bukanlah sebuah kegiatan, maka pemanfaatan barang milik daerah tidak mengatur mengenai konsesi.   

Kedua, soal luasan ruang yang tidak sesuai kondisi senyatanya. Luasan ruangan yang dipergunakan untuk operasional Museum Rasulullah yang tidak termasuk perjanjian adalah seluas total 61,02 m2. Luas itu terdiri dari ruang operator sound system seluas 9 m2, ruang perpustakaan seluas 28,98 m2, dan ruang gudang 23,04 m2.

Sedangkan dalam pemeriksaan juga menunjukkan terdapat prasarana lain yang dimanfaatkan oleh pengelola Museum Rasulullah, yaitu selasar depan (teras) sebagai tempat tunggu pengunjung dan backdrop untuk spot foto, ruang terbuka petugas penerimaan (sebelum pintu masuk), musholla gedung kesenian (air dan listrik ditanggung oleh gedung kesenian), dan halaman parkir kendaraan pengunjung. BPK menyatakan bahwa prasarana ini tidak termasuk perjanjian yang dapat dimanfaatkan oleh Museum Rasulullah.

Ketiga, signase huruf timbul Museum Rasulullah menghilangkan nama Museum Probolinggo. Berdasar pemeriksaan fisik atas Museum Probolinggo diketahui bahwa gedung Museum Probolinggo telah terpasang signase huruf timbul Museum Rasulullah di sisi depan. “Siapapun orang yang melihat gedung tersebut akan menyatakan bahwa gedung tersebut adalah Museum Rasulullah disbanding menyatakan sebagai Museum Probolinggo,” demikian pernyataan BPK.

Keempat, koleksi Museum Probolinggo senilai Rp 95.564.000 berpotensi rusak. Berdasar pemeriksaan fisik atas Museum Probolinggo diketahui bahwa pemanfaatan ruangan untuk Museum Rasulullah atas ruang tengah adalah setengah dari ruang Museum Probolinggo.

Hal ini menyebabkan sebagian dari koleksi Museum Probolinggo dipindahkan penempatannya di eks UPT SD dan PAUD Kecamatan Kademangan, Museum dr Muhammad Saleh. Ada pula tiga buah arca yang ditempatkan di depan toilet belakang Museum Probolinggo.  

Koleksi Museum Probolinggo yang dipindahkan ke eks UPT antara lain berupa peralatan pertanian, peralatan tambak, alat-alat rumah tangga, dan alat-alat transportasi.

Dengan kondisi ini maka masyarakat yang mengunjungi Museum Probolinggo tidak dapat menyaksikan koleksi yang sudah dipindahkan. Selain itu, koleksi yang dipindahkan keluar dari Museum Probolinggo berisiko rusak, karena tidak disimpan di tempat yang seharusnya. “Nilai koleksi yang dipindahkan tersebut berdasar daftar barang Dinas Pendidikan dan kebudayaan adalah senilai Rp 95.465.000,” tulis BPK dalam LHP.

Kelima, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menanggung biaya listrik dan air Museum Rasulullah. Berdasar pemeriksaan atas dokumen perjanjian diketahui bahwa perjanjian tidak mengatur tentang pemakaian dan pembayaran atas penggunaan listrik dan air atas Museum Rasulullah.

Pemeriksaan lebih lanjut atas bukti pertanggungjawaban atas biaya listrik menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan telah membayar tagihan listrik Museum Probolinggo pada nomor pelanggan PT PLN atas nama Museum Probolinggo senilai Rp 1.690.382 dan atas nama Panti Budaya senilai Rp 79.080.200. Pembayaran ini adalah penggunaan listrik seluruh ruang museum termasuk ruangan museum yang digunakan sebagai Museum Rasulullah.

Pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban atas biaya air juga menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan telah membayar tagihan air dari PDAM atas nama Graha Bina Harja senilai Rp 44.538.800. Pembayaran ini adalah atas penggunaan air seluruh ruang museum termasuk penggunaan air untuk operasional Museum Rasulullah. 

Keenam, terdapat pembayaran dari PT FED kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di luar perjanjian. Hasil konfirmasi kepada pengelola Museum Rasulullah menunjukkan bahwa sepanjang 2021, pengelola Museum Rasulullah telah menyetorkan uang untuk pembayaran biaya listrik senilai Rp 14.560.100.

Uang tersebut diterima oleh saudari Nn (staf TU) senilai Rp 5.645.000 dalam dua kali penerimaan dan senilai Rp 8.915.000 diterima oleh saudara Srd (Kabid Kebudayaan) dalam sekali penerimaan. Uang dari saudari Nn dan saudara Srd selanjutnya diserahkan kepada Msdr (Kasubag TU Disdikbud selaku PPTk).

Lalu BPK menyatakan bahwa konfirmasi kepada pihak ketiga selaku pelaksana pembayaran belanja listrik menunjukkan bahwa pihak ketiga menerima pembayaran secara transfer (LS) dari Disdikbud, tidak ada pembayaran berupa uang tunai baik dari bendahara pengeluaran Disdikbud maupun dari PPTk. Pemeriksa tidak dapat melakukan konfirmasi lanjutan kepada Kasubag TU Disdikbud karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.

Ketujuh, Pemerintah Kota Probolinggo kehilangan potensi pendapatan sewa senilai Rp 46.687.328 dan potensi pajak hiburan senilai Rp 117.240.000. Sesuai dengan perjanjian berbentuk konsesi, maka Kota Probolinggo tidak mengenakan biaya sewa atas penggunaan sebagian ruangan Museum Probolinggo.

Sebagai gantinya, Pemerintah Kota Probolinggo akan mendapatkan bagi hasil 10 % dari pendapatan yang diterima dari pengunjung setelah Break Event Point (impas) PT FED. Sampai dengan pemeriksaan 11 April 2022, pihak Kota Probolinggo ataupun PT FED tidak dapat menyampaikan perhitungan Break Event Point yang telah disepakati.

Dengan ketentuan ini, maka Kota Probolinggo kehilangan potensi pendapatan sewa atas pemanfaatan barang milik daerah minimal senilai Rp 46.687.328.

Lalu berdasar Perda Kota Probolinggo nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah pasal 24 mengatur bahwa besarnya tarif pajak untuk setiap jenis hiburan dalam hal ini berupa pemeran ditetapkan senilai 15 % dari tiket masuk.

Berdasar laporan pendapatan dari PT FED sejak Januari 2021 sampai Desember 2021 diketahui bahwa total pendapatan dari penjualan tiket adalah senilai Rp 781.600.000. Dengan tarif pajak hiburan 15 % maka Pemerintah Kota Probolinggo kehilangan potensi penerimaan pajak senilai Rp 117.240.000 (15 % x Rp 781.600.000).

Atas dasar temuan tersebut, BPK mengeluarkan dua rekomendasi kepada walikota Probolinggo. Pertama, agar walikota menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk merevisi perjanjian yang sesuai ketentuan perundang-undangan. Kedua, agar walikota menginstruksikan Kepala BPPKAD untuk menetapkan dan menagih Pajak Hiburan sebesar minimal senilai Rp 46.687.328 atas sewa dan minimal senilai Rp 117.240.000 atas pajak hiburan.

Lantas bagaimana tindak lanjut Pemkot Probolinggo atas rekomendasi BPK terkait Museum Rasulullah?  Kepala Inspektorat Yusron Sumartono saat dikonfirmasi Senin (6\6\2022) melalui pesan tulis membenarkan adanya temuan BPK tersebut. Menurutnya, Disdikbud telah memproses revisi perjanjian sesuai rekomendasi BPK. “Rekomendasi BPK itu, perjanjian kerjasamanya direvisi. Dispendik sudah memprosesnya,” kata Yusron yang juga menjabat Plt Kepala BPPKAD.

Hanya, menurut Yusron, proses revisi tersebut belum dilaporkan kepada Inspektorat. Sebab, tindak lanjut revisi perjanjian terhitung masih dalam proses. Yusron menambahkan, BPK sudah memberikan batas waktu selama enam bulan sejak 5 Mei 2022.

Selanjutnya, terkait catatan BPK tentang potensi kerugian daerah (atas sewa dan pajak hiburan), menurut Yusron  tidak ada pengembalian ke negara. Itu sudah sesuai dengan rekomendasi dari BPK. Namun, apabila proses revisi tidak dilakukan, sejumlah uang itu bisa berpotensi harus dikembalikan. “Nilai tersebut berpotensi apabila perjanjian kerjasama tidak direvisi,” kata Yusron. (alv/why)


Share to