Musim Kemarau, Nelayan Gili Ketapang Andun ke Paiton hingga Pasuruan

Alvi Warda
Alvi Warda

Friday, 27 Oct 2023 08:23 WIB

Musim Kemarau, Nelayan Gili Ketapang Andun ke Paiton hingga Pasuruan

SURUT: Kapal-kapal nelayan Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo tak melaut dan bertengger di tengah pasir pantai.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Musim kemarau menjadi musim rawan bagi nelayan. Pasalnya, ikan-ikan bermigrasi ke perairan yang lebih dingin. Alhasil, tangkapan ikan para nelayan menurun. Di musim seperti ini nelayan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo punya tradisi andun atau merantau ke Paiton hingga Pasuruan.

Pulau Gili Ketapang yang masuk Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo, mayoritas penduduknya menjadi nelayan. Mata pencaharian utamanya adalah nelayan. Namun, layaknya ombak, ada pasang surut juga pada hasil tangkapan nelayan. Terutama di musim kemarau.

JARING: Di musim kemarau, hasil tangkapan ikan menurun. Nelayan Gili banyak memanfaatkan waktu dengan menjahit jaring.

Nelayan Gili Ketapang tidak terkejut dengan apa yang akan mereka hadapi, jika musim kemarau tiba. Mereka sudah menduga, jika hasil tangkapannya akan menurun bahkan nihil. Mereka memilih merantau.

Namun, ada pula yang menyandarkan kapal dan memanfaatkan waktu dengan merenovasi kapal, atau menjahit jaring ikan.

Seperti yang terjadi pada Rabu (25/10/2023), di Dermaga Selatan itu berjejer kapal yang tidak melaut. Pasir bahkan terlihat karena air laut surut hingga 200 meter dan berlumut karena kering. Kondisi ini diwajarkan oleh nelayan. Namun, keluhan tetap mereka lontarkan.

Salehuddin, seorang nelayan Gili Ketapang pada Rabu itu memilih tidak melaut. Ia mengatakan jika musim kemarau tiba, berganti mangsa tangkapan menjadi jurusnya. "Akhirnya beralih ke tangkap cumi. Daripada tidak menghasilkan," katanya.

Namun berbeda bagi nelayan kapal porsen yang satu kapal berisi hingga 20 orang awak. Mereka memilih merantau ke Pasuruan dan Paiton. "Kadang ke Tajung, Pamekasan," ujarnya.

Biasanya, terutama di musim penghujan, nelayan Gili bisa mendapat penghasilan jutaan. Namun, di musim kemarau, per-nelayan hanya menerima upah Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu. "Kondisi kayak gini terjadi, baik pada nelayan porsen atau nelayan mancing," ucapnya.

Bagi Salehudin, berapapun hasil yang ia dapatkan, tetap disyukuri. Menjadi nelayan seolah pekerjaan yang harus ia junjung. Sebab, mata pencaharian itu turun temurun sejak nenek moyang mereka. (alv/why)


Share to