Nigeren Konah, Obat Rasa Kangen Kanigaran Jadul

Alvi Warda
Alvi Warda

Tuesday, 29 Nov 2022 13:00 WIB

Nigeren Konah, Obat Rasa Kangen Kanigaran Jadul

JADUL: Sajian tungku dan sepeda jadul di arena Festival Kesenian Kanigaran Tempo Dulu, Minggu (27/11/2022) di Taman Maramis.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Suasana jaman dahulu (jadul) tidak bisa terulang,  namun  masih bisa diciptakan kembali. Begitu pula dengan gelaran Festival Kesenian Kanigaran Tempo Dulu pada Minggu (27/11/2022). Event ini menyuguhkan nuansa jadul yang pernah ada di Kelurahan  Kanigaran, Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo.

Festival ini berlatar Taman Maramis, Kota Probolinggo namanya “Nigeren Konah”. Istilah ini kurang lebih berarti Kanigaran Jadul. Pernak-pernik dan ornamen yang berbau jadul seakan tercium.

Lapisan masyarakatpun berbondong-bondong menghampiri taman. Mulai dari anak-anak, kawula muda, dewasa hingga lanjut usia. Mereka membanjiri taman yang dibuka sejak pukul setengah tiga hingga pukul sembilan malam. Bahkan, mereka rela berdesak-desakan saat memasuki pintu masuk.

Sore itu taman maramis terasa lebih asri. Apalagi, cuaca mendung yang mendukung. Nuansa jadul yang sering dikaitkan dengan pedesaan terasa bukan buatan. Ada pernak pernik seperti lampu yang diberi tutup, anyaman bambu, juga outlet UMKM yang juga terbuat dari bambu.

KUDAPAN: Aneka makanan era jaman dulu juga dihadirkan dalam arena Festival Kesenian Kanigaran Tempo Dulu.

Pertama-tama, pengunjung disuguhi dengan sebuah spot yag disebut dengan dapur. Ada tungku api dengan kayu bakar, yang di atasnya ada dandang untuk menanak nasi. Tak lupa, dapur buatan dari anyaman bambu itu tergantung jagung, lampu teplok dan juga tempeh, khas jadul. Di spot itu juga terparkir sebuah sepeda jengki.

Kemudian pengunjung akan diingatkan dengan berbagai macam kuliner atau jajanan jadul. Nah, di festival ini menjadi hal yang menguntungkan bagi UMKM dan penjual makanan. Sebab, mereka diberi kesempatan untuk berjualan.

Jajanan itu seperti kue kucur, klepon, iwel-iwel, orem-orem, lapis, ondok-ondok,  ketan kratok, dan genting manis. Heni membuat sendiri semua jajanan jadul itu. Menggunakan baju kebaya dan sewek, Heni mengaku sangat gembira memiliki kesempatan berjualan di Nigeren Konah. “Ternyata masih laku,” ucapnya dengan tersenyum.

Lalu ada juga spot pengenalan kesenian. Ditampilkan kesenian jaran bodhag dari Sanggar Sinar Budaya, Triwung Lor. Mereka lincah menari jaran bodhag. Lengkap dengan gendang, gong, kenong telok dan juga kuda tiruan. Masyarakat duduk mengelilingi penari jaran bodhag.

PADAT: Warga Kanigaran ramai memadati arena Festival Kesenian Kanigaran Tempo Dulu, mengingat kembali masa-masa lampau.

Iringan musik lantunan “ngejung” merebak di udara. Suara itu berasal dari samping selatan taman. Di sana, ada alunan angklung dan juga gamelan. Mereka menabuhnya dengan memainkan lagu-lagu jaman dahulu.

Puas dengan penampilan jaran bodhag dan seni music tradisional, masyarakat bisa menuju sisi utara. Ada kesenian membatik dari Komunitas membatik AL-Barokah, Kanigaran. Berbagai macam batik dipampang. Batik-batik itu mereka jual pada masyarakat.

Melangkah lagi ke utara, pengunjung kembali bertemu dengan kuliner jadul. Seperti jajanan yang berbungkus godong gedang. Ada lemet dan lepet, jajanan umbi-umbian, bipang, dan bledus atau grontol. Masyarakat bisa langsung menikmati ketika membeli dengan duduk lesehan beralas terpal di taman.

Tak hanya jajanan jadul, makanan modern juga tersedia. Ada aneka roti rainbow, brownies dan roti bolu. Chelsea yang berjualan aneka kue modern ini merasa senang. Selama ini, ia berjualan di sekolah-sekolah. “Saya ingin kombinasikan jadul sama yang modern,” katanya.

KESENIAN: Atraksi kesenian khas Kota Probolinggo Jaran Bodhag tidak ketinggalan ditampilkan menghibur masyarakat.

Episode mengingat jajanan jadul pun usai. Di sisi utara, masyarakat diingatkan kembali dengan kuliner jadul yang berbau lauk. Seperti pepes ikan yang berwadah besek anyaman bambu. Ada juga manisan mangga dan juga makanan tradisional lainnya sebagai pencuci mulut. Kerajinan anyamanpun juga hadir mewarnai festival. Selain itu juga ada kerajian keramik.

Di belakang outlet kerajinan ada tabuh lesung tempat menumbuk padi. Penumbuknya para ibu-ibu yang sudah sepuh. mereka memegang kayu penumbuk dan bertingkah seolah menumbuk padi di dalam lesung.

Baru, di sisi utara dekat panggung ada kursi udangan yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu. Di atas mejanya, tersaji cemilan tradisional. Masyarakat juga dimanjakan dengan spot foto yang terhias dari sewek. Ada sebuah radio kuno dan kursi kuno.

Lalu di dekat panggung ada musik daul Gluduk Keng Tak Ojen Percussion. Mereka menampilkan musik daul untuk memanjakan telinga pengunjung. Kelabang songonya bergoyang begitu mereka memainkan music. Terlihat, masyarakat begitu menikmati.

Begitupun nuansa di malam hari. Penampilan tari-tarian dari siswa sekolah mewarnai festival ini kala malam hari. Namun, kulinernya sudah habis. Para pelaku UMKM sudah banyak yang kukutan.

Nigeren Konah ini baru kali pertama digelar. Tahun ini, Kelurahan Kanigaran sengaja mengadakan festival kesenian, sebab ada dana yang mencukupi. Ide tempo dulupun lantas muncul. “Kebetulan kelurahan memiliki dan berencana untuk membuat festival,” ucap Ahmad Nuryasin sebagai pembina acara festival.

Kesenian yang ada itu menjadi pilihan masyarakat kelurahan, karena dulu begitu lekat dengan mereka. Tentunya, acara yang dipandang sukses ini melewati persiapan yang tidak sebentar. “Kita bersiap dari tiga bulan lalu,” Yasin menjelaskan pihak Kelurahan bermitra dengan Pokmas Sriti Mandiri.

Penampilan kesenian, kuliner dan hal-hal di Festival ini sebagai obat kangen terhadap Kanigaran jaman dulu. Ide sederhana itu menjadi tantangan tersendiri bagi Yasin. “Soalnya takut punah, kami ingin menghidupkan kembali,” seperti Jaran Bodhag yang menurut Yasin, harus dikenalkan pada masyarakat luas. “Kalau Probolinggo, punya kesenian ini dari dulu,” ucapnya.

Melalui ide ingin menampilkan tempo dulu ini, Yasin sekaligus menginginkan agar masyarakat yang bergerak di bidang UMKM bisa berdaya. Ia mengundang sebanyak 30-an pelaku UMKM untuk meramaikan outlet Festival ini. Satu stan berisi tiga pelaku UMKM.

Yasin berharap, dengan adanya gelaran festival ini mampu mengenalkan pada masyarakat tentang kesenian dan kuliner jaman dulu yang melekat di Kelurahan Kanigaran. (alv/why)


Share to