Perpustakaan Buku Fotografi: Bercerita lewat Buku Foto

Iqbal Al Fardi
Iqbal Al Fardi

Monday, 11 Sep 2023 11:10 WIB

Perpustakaan Buku Fotografi: Bercerita lewat Buku Foto

PENGUNJUNG: Bahiroh (paling kiri, red) saat menemui pengunjung dari mahasiswa FIB Unej.

TUMPUKAN buku tampak di sebuah meja berpola catur di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (Unej), Rabu (6/9/2023). Buku-buku tersebut berisikan kumpulan foto dengan tema bermacam tema yang dibawa menggunakan sebuah kotak berbahan besi. Jejeran buku itu dibawa oleh Bahiroh Adilah milik Raws Syndicate yang berbasis di Bandung.

Event perpustakaan buku fotografi itu tidak hanya menyedot perhatian mahasiswa FIB Unej. Ssejumlah pencinta dan pelaku fotografi pun datang untuk berkunjung. Agenda tersebut baru pertama kalinya hadir di Kota Tembakau, Jember.

DISKUSI: Pencinta fotografi datang berkunjung dan berdiskusi seputar buku fotografi.

Bahiroh mengatakan, banyak pengunjung yang bingung dengan konsep apa itu buku foto. Ia menerangkan bahwa banyak pengunjung yang mengasumsikan bahwa buku yang dibawanya menerangkan fotografi yang baik. Pertanyaan yang terlontar, lanjutnya, masih sebatas hal teknis.

“Mereka banyak yang suka sih, karena cerita yang disampaikan, satu buku ceritanya soal ini, buku lain ceritanya soal ini. Ada yang tentang cahaya juga ‘oh, tadi aku habis belajar tentang cahaya di kelas’. Antusiasnya cukup tinggi sih,” katanya.

Konsep dari buku-buku tersebut pun bermacam-macam. Ada sejumlah buku yang jika dibuka akan memanjang ke atas. Buku-buku lainnya laiknya katalog foto dan tidak semua buku memiliki keterangan foto. Sebabnya, pengunjung bisa menginterpretasikan makna dari foto-foto itu.

Terdapat satu buku foto berjudul “Pandemi”. Sesuai namanya, buku tersebut merekam aktivitas medis di kala pandemi Covid-19. Buku tersebut merupakan karya dari seorang doter juga fotografer bergelar distingsi salon foto, DR. dr. J. Teguh Widjaja.

Menurut Bahiroh, koleksi buku fotografi itu tidak hanya hasil publikasi dari dalam negeri, tetapi juga mancanegara. Ia mengatakan ada 28 buku fotografi yang dibawa. Satu buku di sana menggunakan bahasa Jerman sebagai keterangan atau caption foto. Ada pula buku yang menggunakan bahasa Jepang.

FOTO: Salah satu buku fotografi yang memuat foto kumpulan kopi siap saji.

“Kalau konsep bukunya bermacam-macam sih mulai dari yang sifatnya jurnalistik, abstrak, dan ada yang memang mereka jelasin secara naratif sama visual-visual kayak gitu,” paparnya.

Perpustakaan buku foto itu, kata Bahiroh, bertujuan untuk memperkenalkan buku foto kepada publik. Sebab menurutnya, khalayak luas masih banyak yang tidak tahu tentang buku foto. Jember merupakan satu dari sekian daerah yang dikunjungi oleh koleksi buku tersebut.

Untuk agenda di Jember, Bahiroh menjelaskan, akan berlangsung selama dua pekan terhitung sejak Selasa (5/9/2023). Ia berencana akan mengelilingi sejumlah tempat di Jember untuk menjajaki buku-buku itu. Bahiroh sendiri mengusulkan dirinya untuk jadi relawan atau volunteer untuk penjajakan itu.

BUKU: Tumpukan buku fotografi di meja berpola catur di FIB Unej.

“Kalau misal kotanyamau didatengin perpustakaan bisa. Dari kemarin ada yang dari Ternate segala nanti dibagi, ada rutenya, estafet box ini dua. Satu kotak (bisa sampai, red) dua minggu mulai kalau dari pusat,” ungkap perempuan pegiat fotografi itu kepada tadatodays.com saat ditemui.

Selain itu, Bahiroh mengungkapkan bahwa ia akan menggelar perpustaannya bersamaan dengan acara pameran tunggal foto di salah satu kafe di Jember. Gelaran itu akan berlangsung selama dua hari sejak 9-10 September 2023. Tidak hanya itu, ia menjelaskan bahwa ia akan juga menggelar diskusi seputar dunia fotografi.

Kebanyakan buku memang memilih bahasa tulis. Hal tersebut berbeda dengan buku fotografi atau berisikan foto yang memilih visual sebagai bahasanya. Bahiroh berpendapat bahwa buku yang berbasis foto itu memiliki kelebihan yang dapat melahirkan interpretasi luas dari pembaca.

“Ada beberapa buku foto yang memang disediakan narasi gitu. Ada beberapa yang cuma ya narasi satu-dua kalimat dan visualnya kadang abstrak. Jadi, sebagai penikmat itu bisa berimajinasi secara luas. Ini maksudnya nggak cuma dilihat secara teknis bagus, tapi kita bisa paham apa yang disampaikan. Menurut saya sih, kekuatan penyampaian pesannya ity yang bisa sangat luas,” jelasnya

Untuk geliat fotografi di Jember secara kolektif, Bahiroh berpendapat bahwa geraknya masih belum tampak di permukaan. Ia mengatakan bahwa kebanyakan gerak fotografi di Jember masih berorientasi secara komersil. “Kalau untuk foto-foto yang buku foto memang bersifat idealis, yang mau cerita tentang sesuatu, itu masih jarang,” ungkap perempuan yang menggeluti fotografi sejak bangku SMP itu. (iaf/why)


Share to