"Sate Lanjeng" ala Santri Ponpes Bani Rancang Probolinggo, Filosofi Menuntut Ilmu Sepanjang Hidup

Alvi Warda
Tuesday, 10 Jun 2025 09:46 WIB

SATE LANJENG: Santri memanggang sate kurban.
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Ada cara unik untuk menikmati daging kurban, seperti yang dilakukan santri Pondok Pesantren Bani Rancang, Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Saban Hari Raya Idul Adha, mereka memasak sate dengan dipanggang secara serentak memanjang yang disebut "Sate Lanjeng". Tidak sekedar memasak, Sate Lanjeng juga memiliki nilai filosofis.
Sate lanjeng ini bahasa Madura. Artinya, sate panjang. Nah, ponpes yang terletak di Desa Lemah Kembar tersebut memanggang sate sepanjang 50 meter. Santri putra sepanjang 25 meter, santri putri sepanjang 25 meter.
Tradisi sate lanjeng dilakukan pada Senin (9/6/2025) malam. Sekitar pukul 19.00 WIB, mereka bersiap. Meletakkan arang pada tempat arang yang sudah ada sejak dahulu. Tempat tersebut dari seme dan batu bata mirip tempat panggang sate pada umumnya.
Sekitar 500 santri kompak mengenakan baju putih bawahan gelap. Mereka mengipasi sate yang telah tertusuk. Sate tersebut telah dipotong-potong dari 40 kambing yang sebelumnya disembelih di Ponpes Bani Rancang.
Tahun ini, Ponpes Bani Rancang menyembelih dua ekor sapi dan 90 ekor kambing. Empat puluh ekor disisihkan untuk santri, agar dapat menikmati nikmatnya hewan kurban. Sementara lainnya dibagikan pada masyarakat sekitar dan masyarakat yang membutuhkan.
Setelah selesai memanggang, mereka makan bersama di teras madrasah pondok. Mereka menyebutnya "polo’an", makan nasi dengan alas daun dan beramai-ramai. Santri-santri terlihat lahap menikmati sate dan nasi, juga telur rebus.
Seperti yang disampaikan santri Maulidatun Nabila (19). Ia mengatakan senang sekali karena tahun ini bisa kembali menikmati sate lanjeng. "Alhamdulillah tahun ini bisa makan sate lanjeng, kayak tahun-tahun sebelumnya. Momen ini memang ditunggu banget," ujarnya.

Ia mengatakan, sate lanjeng lebih nikmat ketimbang sate lainnya. Sebab, ia bisa makan beramai-ramai dengan teman sepondoknya. "Meskipun sederhana tapi karena bareng-bareng, rasanya enak banget," ucapnya.
Sate lanjeng ini memiliki makna dan filosofi tersendiri bari Ponpes Bani Rancang. Ketua Pengurus dan Senior Suhud Al-Fauzi menceritakan filosofi penamaan sate lanjeng. "Artinya ialah sate panjang yang dimaknai sebagai Kulli Hayat atau mencari ilmu sepanjang hidup," katanya.
Filosofi tersebut diharapkan menjadi tuntunan santri, agar tetap menimba ilmu sepanjang hidup. "Diharapkan agar santri terus menggali ilmu dimanapum berada sepanjang hidupnya. Karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap umat islam," ucapnya.
Nah, makan nasi poloan memiliki filosofi kesederhanaan dan kebersamaan. Santri diajarkan hidup sederhana namun tetap berbagi dengan sesama. "Sederhana itu seharusnya melekat dengan santri namun tetap bersama-sama," ujarnya.
Sementara itu, santri medapatkan kesempatan menghubungi Pengasuh Ponpes Bani Rancang Gus Agus Hasan Muktasim Billah yang sedang berhaji. Ia menyampaikan semoga santri mendapat berkah dari makanan kurban tahun ini.
"Semoga santri kami dapat memetik filosofi dan makna sate lanjeng, yaitu mencari ilmu sampai liyang lahat. Juga senantias keberkahan selalu mendampingi santri-santri," tuturnya. (alv/why)

Share to
 (lp).jpg)