Semangat Kakek Sunar, Puasa sambil Jualan Keranjang Keliling

Zainul Rifan
Zainul Rifan

Wednesday, 13 Apr 2022 08:45 WIB

Semangat Kakek Sunar, Puasa sambil Jualan Keranjang Keliling

SEMANGAT: Makan sahur di depan pertokoan tak memudarkan semangat kakek Sunar untuk tetap menjalankan ibadah puasa di siang hari, sambil bekeliling menjajakan keranjang bambu. Dari kakek asal Desa Wedusan, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo itulah kita belajar untuk tidak berpangku tangan di tengah keterbatasan.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Sunar, adalah kakek berusia 65, warga Desa Bedusan, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Meski tubuhnya tak sekuat saat ia masih muda, namun semangatnya untuk bekerja sambil berpuasa tak kalah dengan mereka yang masih muda. Bahkan, rela bersantap sahur di jalanan sambil membawa keranjang dagangannya.

Secara tidak sengaja, tadatodays.com bertemu dengan kakek Sunar di depan teras sebuah toko di pinggir Jalan Raya Panglima Sudirman Kota Kraksaan, Jumat (8/4/2022). Saat melihat jarum jam, tadatodays.com bertemu dengannya sekira pukul 03.00 WIB. Saat itu ia sedang makan sahur. Menu sahur itu ia dapatkan dari pemberian seseorang.

Kakek Sunar sedang sendirian sambil menatap sisa keranjang dagangannya. Total ada 23 keranjang yang masih tersusun rapi menjadi dua bagian, dan belum terjual. Satu bagian diberdirikan, dan satu bagian lainnya ditidurkan. Nah, susunan keranjang yang ditidurkan itu untuk menghalangi angin dingin yang berhembus ke tubuhnya. Khususnya angin yang dihasilkan dari kendaraan yang melintas.

Sunar menceritakan, sekali berjualan, dirinya berkeliling di jalanan selama 2-3 hari. Tergantung laris tidaknya keranjang yang ia jajakan. Ia sudah mengatur jadwal antara berjualan dengan waktu untuk istirahat.

Di siang hari ia manfaatkan dengan berkeliling sambil membawa keranjang dengan cara dipikul menggunakan kayu. Lalu, pada malam hari ia memilih untuk beristirahat di depan toko-toko di pinggir jalan raya. Tentunya, tempat yang ia pilih adalah toko yang telah tutup sehingga bisa ia tempati untuk tidur dengan beralas kardus dan berselimut sarung.

Lalu, kapan waktunya untuk pulang ke rumah? Sunar mengatakan bahwa hal itu tergantung dagangannya. Yang pasti, jika semua keranjang sudah habis terjual, iapun pulang ke rumahnya dengan menumpang angkutan desa arah Kecamatan Tiris. "Pulang (ke rumah) istirahat 1-2 hari, baru berangkat lagi," ucapnya.

Saat ditanya mengenai alamat lengkap dirinya, Sunar tidak tahu nama dusun dan Rt Rw-nya. Ia hanya ingat pada alamat desanya.

Sunar menuturkan bahwa sebenarnya ia tidak boleh bekerja oleh keempat anaknya, masing-masing dua perempuan dan laki-laki, yang sudah berkeluarga. Apalagi bekerja keliling jualan keranjang, di saat usianya sudah tidak muda lagi. "Kalau saya tinggal sama anak yang nomor 4, yang perempuan" katanya.

Hanya saja, Sunar tetap bersikeras karena ingin memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya tanpa merepotkan anak-anaknya.

Sunar mengatakan kalau pekerjaan itu sudah ia geluti sejak istrinya meninggal sekitar 10 tahun silam. Tapi sebelum ditinggal pendamping hidupnya itu, ia bersama istrinya menjadi buruh tani. Saat mengingat masa lalu, Sunar mengenang bahwa istrinya setiap menemaninya selama bekerja di sawah.

Karena itu, ia tetap bertekad untuk tetap berjualan keranjang  bambu keliling selagi tubuhnya masih kuat. Keranjang-kerajang itu ia dapat dari perajin keranjang yang ada di sekitar rumah. Untuk setiap satu keranjangnya ia jual antara Rp 17 ribu sampai dengan 20 ribu. Tergantung pembeli yang menawarnya. Dari harga itu, ia mendapat keuntungan mulai dari Rp 2 ribu sampai 5 ribu setiap satu keranjangnya.

Nah, saban satu kali perjalanan ia membawa sedikitnya 40 buah keranjang bambu. Keranjang-keranjang itu ia angkut dengan menumpang angkutan desa dari Kecamatan Krucil, lalu turun di pertigaan Jalan Raya Pajarakan.

Dari Kecamatan Pajarakan itulah ia lalu berkeliling dengan berjalan kaki ke arah timur. Sunar memang bertemu dengan tadatodays.com di Kecamatan Kraksaan. Tapi ia mengaku bahwa dirinya berjualan keranjang itu sampai ke Kecamatan Paiton.

Jika menyusuri poros jalan nasional mulai dari Pajarakan hingga Paiton, jaraknya kira-kira 15 km. Jarak itu ia tempuh dengan berjalan kaki sambil memikul puluhan keranjang bambu. Tentu sangat berat apa yang dilakukannya. Tapi, beban itu seakan tak dirasakannya karena besarnya semangat Sunar untuk tetap bekerja sambil berpuasa. "Alhamdulilah tidak pernah putus (puasanya). Eman, bulan puasa," tuturnya sambil tersenyum.

Kakek berkulit hitam itu menuturkan, untuk kebutuhan makan sahur dan berbuka puasa ia membeli di warung-warung sederhana yang ada di sepanjang jalan yang ia lalui. Lauk tak begitu penting baginya, asalkan bisa sahur dan berbuka makanan yang harganya murah. Jika beruntung, ia akan bertemu dengan mereka yang berbelas kasih dengan memberinya makan dan minum gratis. Namun tak jarang ia tidak makan sahur karena tidak ada warung sederhana yang buka.

Alasan Sunar memilih warung yang menjual makanan dengan harga murah itu untuk menghemat keuangannya. Karena ongkos angkutan desa dan ojek dari rumahnya ke Pajarakan atau sebaliknya, sekitar Rp 30 ribu. Jadi kalau pulang pergi, ia harus menyiapkan Rp 60 ribu. "Alhamdulilah, kerja 3 hari itu kadang sisa Rp 50 ribu, kadang Rp 60 ribu," ucapnya seraya bersyukur.

Dari penghasilan itu, Sunar mengaku tetap bersyukur. Karena sedikit uang itu sangat bermanfaat untuk kebutuhan dirinya. Dibanding dengan orang yang sudah tidak bisa bekerja, dan tidak mempunyai penghasilan.

Tetap semangat, kakek Sunar! Semangatmu telah memberi contoh bahwa usia dan keterbatasan tak menjadi halangan untuk terus bekerja. (zr/don)


Share to