SPMB 2025 di Banyuwangi, Sekolah Dilarang Terima Siswa Melebihi Kuota

Mohamad Abdul Aziz
Tuesday, 03 Jun 2025 13:46 WIB

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Alfian
BANYUWANGI, TADATODAYS.COM - Pemkab Banyuwangi melalui Dinas Pendidikan menerapkan kebijakan baru SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) 2025 sebagai bentuk pemerataan pendidikan. Salah satu kebijakan utama adalah larangan bagi sekolah untuk menerima siswa melebihi daya tampung yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Dinas Pendidikan.
"Setiap kelas maksimal hanya boleh diisi 32 siswa. Jika melebihi, sistem secara otomatis akan memblokir data siswa tersebut dalam Dapodik dan siswa dianggap tidak tercatat secara resmi," kata Sekertaris Dinas Pendidikan Banyuwangi Alfian usai rapat di DPRD Banyuwangi, Selasa (3/6/2025).
“Tahun lalu, kalau melebihi kuota hanya diberi tanda blok merah, tapi masih bisa masuk. Tahun ini sistem langsung memotong otomatis,” imbuh Alfian.
Alfian menegaskan, kebijakan ini berlaku untuk seluruh sekolah tanpa pengecualian. Tidak ada lagi istilah kelas A, B, atau C untuk menampung kelebihan siswa. Jika satu sekolah sudah penuh, siswa akan diarahkan ke sekolah lain terdekat guna mencegah ketimpangan antara sekolah.

Juknis (petunjuk teknis) SPMB tahun ini lanjut Alfian, tidak banyak berubah secara prinsip, namun memberi perhatian lebih pada kelompok masyarakat kurang mampu. Siswa dari keluarga tidak mampu tetap mendapatkan prioritas melalui jalur afirmasi, dengan syarat memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), atau kartu penunjang lainnya. "Jalur khusus seperti penghafal Alquran (tahfidz) juga tetap tersedia," Jelasnya.
Alfian menjelaskan, Kementerian Pendidikan juga membatasi dominasi satu sekolah dasar terhadap satu SMP favorit. Ia mencontohkan, jika satu SD seperti SD 4 Penganjuran selama ini menyumbang banyak siswa ke SMPN 1 Banyuwangi, tahun ini dibatasi maksimal 10 persen. Jadi jika kuota SMPN 1 adalah 40 siswa, hanya 4 orang dari SD yang sama boleh diterima. Sisanya diberikan kesempatan kepada siswa dari SD lain agar tercipta pemerataan antar sekolah.
Sistem ini juga memastikan tidak hanya nilai yang menentukan, melainkan asal sekolah pun jadi faktor persaingan. “Bisa saja dari SD A dengan nilai 95 tidak masuk, tapi dari SD B dengan nilai 93 diterima. Itu karena sistem membatasi dominasi satu sekolah,” imbuhnya.
Dengan sistem ini, nilai rapor bukan satu-satunya indikator. karena setiap sekolah memiliki karakteristik berbeda, Tidak semua sekolah menggunakan sistem penilaian A hingga F secara seragam. "Oleh karena itu, kebijakan baru ini diharapkan bisa menciptakan keadilan, pemerataan, dan transparansi dalam dunia pendidikan Indonesia," terang Alfian. (azi/why)

Share to
 (lp).jpg)