Taufiq: Tekuni Bisnis Travel Haji&Umrah, karena Pernah Melihat Ada Jamaah Telantar

Zainul Rifan
Zainul Rifan

Sabtu, 09 May 2020 16:57 WIB

Taufiq: Tekuni Bisnis Travel Haji&Umrah, karena Pernah Melihat Ada Jamaah Telantar

BIMBINGAN: Taufiq memberikan pengarahan pada calon jamaah umrah di miniatur Kakbah yang berangkat melalui travel umrah dan haji miliknya.

Peluang bisnis bisa dating dari banyak pintu. Bahkan juga tak disangka-sangka. Seperti yang ditekuni Taufiq, pemilik travel umrah dan haji Attaufiqiyah. Ia memutuskan menjadi pengusaha travel karena pernah ditolak masuk hotel dan melihat jamaah telantar saat menjalani ibadah.

 

DI sela-sela kesibukan mengurusi bisnis travel haji dan umrah Attaufiqiyah miliknya, Karsono atau yang akrab disapa Taufiq menyempatkan diri untuk berbincang dengan tadatodays.com. Ditemui di kediamannya di Desa Pondok Kelor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Taufqi saat itu tengah bercengkerama dengan keluarganya.

Obrolan hangat pun dimulai. Pikirannya menerawang jauh saat ia menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Misbahul Huda desa setempat. Setelah lulus ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Madrasah Tsanawiyah Nurul Jadid (MTsNJ).

Meski sekolah di ruang lingkup pesantren, Taufiq kecil tidak langsung mondok di sana. Ia baru benar-benar mondok saat sering berkumpul dan menginap di pondok Bersama teman-temannya yang memang mondok. Setelah mondok, ia tak lagi mengayuh sepeda pancalnya sejauh satu kilometer dari rumah ke sekolah.

“Saya mondok pas kelas 3, waktu itu tahun 1997,” katanya. Setelah lulus dari MTsNJ, ia melanjutkan studinya di Madrasah Aliyah Nurul Jadid (MANJ). Merasa tidak cukup ilmu di sekolah menengah, putra dari pasangan Dahlan Sayuti dan Nafisah ini, langsung melanjutkan studi di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Nurul Jadid (IAINJ).

Di perguruan tinggi yang kini sudah menjadi universitas itu, Taufiq lulus tepat waktu. Dua tahun sebelum lulus, yakni tahun 2004, Taufiq tak lagi mondok. Ia berangkat kuliah seperti saat MTs dulu. Yakni dari rumah.

BERSAMA JAMAAH: Jamaah haji dan umrah Attaufiqiyah foto bersama di Jabal Tsur Madinah.

Ada hal yang tak terlupakan saat ia masih menjadi santri. Setiap Senin malam ada kegiatan hafalan dan pidato. Bagi siapa yang tidak hafal, maka akan dihukum dengan diberi songkok di kepala dengan menggunakan kendil (alat masak nasi kuno, Red). “Terkadang wajahnya dibedakin arang,” katanya sembari tertawa.

Selama di pesantren, Taufiq juga yang pernah menjadi ketua kamar itu, juga aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Fastabiqul Khoirot (HMFasco). Termasuk juga pernah mengikuti perkaderan di HMI dan PMII.

Setelah lulus dari perguruan tinggi, lelaki kelahiran 7 Februari 1982 ini dinikahkan oleh orang tuanya dengan Mega Silfia. Perempuan yang masih satu desa dengannya. Meski tidak mempunyai pekerjaan tetap saat itu, Taufiq mengiyakan perintah orangtuanya. Enam bulan menikah, ia merantau ke Jogjakarta dengan niatan bekerja.

Sayangnya, Ketika tiba di Jogja,Taufiqmengaku tidak menemukan pekerjaan yang pas. Pernah ingin bekerja sebagai pegawai hotel bersama teman sekolahnya, namun tidak jadi. Setelah itu, ia memutuskan pulang dan kembali berkumpul bersama keluarganya. “Karena tidak membuahkan hasil, saya pulang,” kenangnya.

Tepat pada tahun 2010, ia di berangkatkan haji ke Makah oleh orang tuanya. Di sini awal karir kesuksesannya dimulai. Saat berada di Makah, ia melihat ada beberapa jamaah yang telantar. Melihat kejadian tersebut, terbesit di pikirannya untuk menjadi pembimbing haji. Selepas pulang haji, ia ikut organisasi Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kecamatan Paiton.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2011 ia langsung menjadi pembimbing haji. Namun masih nebeng di travel Mujahadah yang berada di Joglo Kuningan Jakarta. Itu pun hanya bertahan satu tahun.

SAYANG KELUARGA: Taufiq Bersama Mega Silvia, istrinya, dan 3 orang anaknya.

Ada cerita menarik kala menjadi pembimbing haji saat itu. Ketika ia membawa jamaahnya untuk berangkat ke tanah suci Makah, dan akan tinggal di salah satu hotel di Madinah, ia dicegat oleh petugas hotel dengan alasan biaya hotel masih belum dibayar. Padahal, sebelum berangkat ia dan jamaahnya dijanjikan untuk tinggal di salah satu hotel yang berada di Madinah.

Beruntung ada temannya yamg bernama Herman asal Desa Gili, Kabupaten Sampang, Madura, yang membantu membayarkan biaya hotel saat itu. Jamaahnya pun dipersilahkan masuk. “Karena pernah mengalami situasi seperti itu, saya punya keinginan memberikan perlindungan pada jamaah. Jangan sampai telantar,” katanya.

Sempat pindah kerja menjadi distributor pupuk, cita-citanya menjadi pengusaha travel umrah dan haji akhirnya terwujud. Berkat dukungan dari keluarga dan teman-temannya, salah satunya Herman yang membantunya saat di Makah, Taufiq resmi mendirikan Attaufiqiyah pada tahun 2015.

Bisnis travelnya tersebut ia syukuri masih tetap eksis hingga sekarang. Bahkan, penggunanya juga banyak dari luar daerah. Bidang pekerjaan yang ia tekuni saat ini sudah sesuai dengan apa yang di cita-citakannya sejak kecil. Yakni menjadi pengusaha.

“Saya berpesan kepada para santri, pertama niat belajar lillahita'ala, kedua belajar sungguh-sungguh, cita-cita wajib ada. Patuhi kedua orang tua. Selama di pondok tidak boleh melanggar dan takzim pada guru,” katanya sembari bersiap-siap berangkat ke masjid untuk Tarawih. (zr/sp)


Share to