Tradisi Unik Masyarakat Osing Kemiren, Barengan Jemur Kasur sebagai Ritual Bersih Desa

Mohamad Abdul Aziz
Thursday, 29 May 2025 14:57 WIB

JEMUR KASUR: Mbah Ani, salah seorang warga Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, tengah menjemur kasur di depan rumahnya, Kamis (29/5/2025).
BANYUWANGI, TADATODAYS.COM - Memasuki bulan Dzulhijah, warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, memiliki tradisi unik yang sudah berlangsung secara turun temurun yaitu "Mepe Kasur" atau menjemur kasur. Tradisi ini dilakukan sebagai rangkaian bersih desa di setiap tahunnya.
Dalam pantauan tadatodays.com, Kamis (29/5/2025) pagi, ratusan kasur berwarna merah dan hitam dijemur secara serempak di depan rumah-rumah warga. Bahkan, sepanjang jalan Desa Kemiren dipenuhi kasur dengan warna seragam. Ini menjadi pemandangan khas yang hanya bisa ditemui saat ritual.
Tak sedikit warga membersihkan kasurnya dengan cara khas, yaitu memukulinya menggunakan penebah dari rotan untuk menghilangkan debu yang menempel.
Ani, salah satu warga Kemiren, menceritakan bahwa warna merah dan hitam bukan sekadar pilihan estetika. “Merah melambangkan keberanian. Sedangkan hitam berarti kelanggengan. Ini jadi simbol, bahwa dalam rumah tangga, kita harus berani dan langgeng dalam menjalaninya,” urainya.
Sementara Ketua Adat Kemiren Suhaimi menjelaskan, kasur dianggap sebagai benda yang paling dekat dengan manusia, sehingga wajib dibersihkan secara ritual.

“Menjemur kasur dimulai sejak matahari terbit hingga menjelang tengah hari. Saat menjemur, warga membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman rumah. Tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit,” jelas Suhaimi.
Uniknya, kasur harus segera dimasukkan kembali ke dalam rumah, sebelum matahari terbenam. Jika tidak, dipercaya khasiatnya untuk menangkal penyakit dan membawa berkah akan hilang. “Kalau sampai sore ya nanti khasiatnya menurun. Apalagi kalau kemalaman. Bisa ndak sehat,” tambah Suhaimi.
Menurutnya, setiap pasangan yang menikah, pasti akan mendapatkan kasur baru dari orang tuanya. “Karena, kasur ini sebagai simbol ikatan keluarga," ujarnya.
Puncak acara berlangsung pada malam hari, dengan ritual Tumpeng Sewu. Warga secara serentak mengeluarkan tumpeng khas Osing, berupa pecel pitik yang disajikan dengan parutan kelapa. (azi/why)

Share to
 (lp).jpg)