Akademisi dan Mantan KI Jatim: Jember Belum Butuh KID

Iqbal Al Fardi
Sunday, 19 Mar 2023 13:56 WIB

ANGGARAN: Cuplikan layar Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Pemkab Jember Tahun Anggaran 2023, diakses Jumat (18/3/2023) pukul 13.36 yang masih bentuk ringkasan, masih bulat, belum rinci.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Wacana bahwa Kabupaten Jember sudah saatnya memiliki Komisi Informasi Daerah (KID) belum bulat. Akademisi dan mantan komisioner KI Jawa Timur justru berpandangan bahwa KID belum sepenuhnya diperlukan.
Seyogiannya, keterbukaan informasi dilaksanakan oleh pemerintah daerah setempat. Begitu pula Kabupaten Jember. Terlebih, di “Kota Seribu Gumuk” ini terdapat peraturan yang mengatur keterbukaan informasi publik, yakni Perda nomor 8 tahun 2016. Namun, implementasi Perda tersebut masih dirasa belum maksimal.
Pada Rabu (15/3/2023) siang lalu, Komisi A DPRD Jember menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai masalah keterbukaan informasi publik di Jember. Hasil rapat tersebut menyimpulkan bahwa Jember membutuhkan terbentuknya Komisi Informasi Daerah (KID).
Menanggapi hal itu, akademisi Unej Dr. Sutomo M.Si berkomentar bahwa road map informasi publik yang harus ada ialah transparansi daerah. “Kalau transparansi stake holders itu ditegakkan, baru menginjak ke badan informasi publik. Wong PPID-nya nggak beres, mau buka (KID, red) itu,” jelasnya kepada tadatodays.com, Sabtu (18/3/2023).
Sedangkan mantan Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur periode 2014-2019 Mahbub Djunaidi menuturkan pengalamannya. Saat dirinya masih menjadi komisioner KI Jatim, ada beberapa kabupaten yang lebih dulu membuat Perda dengan klausul amanat pendirian KI daerah.
“Kalau tidak salah itu Bojonegoro, Malang dan Mojokerto, tapi sampai sekarang itu tidak dilaksanakan. Itu artinya, mereka realistis dan ada prioritas lain yang lebih membutuhkan APBD itu,” katanya.
Sebab itu, Mahbub menilai, menimbang postur APBD untuk membentuk KID menjadi penting. “Oke secara total mungkin jumlahnya fantastis (APBD, red), tetapi sekarang postur ABPD kita sehat atau tidak? Kalau tidak salah sekitar 30 persen untuk belanja pembangunan,” ungkapnya.

Sementara, masih banyak masalah yang belum juga tertangani dengan baik, seperti kasus tengkes atau stunting. “Kenapa bukan itu yang diperbaiki dulu,” kata Mahbub.
“Prioritasnya belum di situ (membangun KID, red),” timpal Dr. Sutomo.
Selain itu, Mahbub menanggapi, keterbukaan informasi merupakan mandat konstitusi. Seyogiannya, badan publik yang disebutkan dalam UU 14 tahun 2008 wajib melaksanakan keterbukaan informasi publik.
Ia mengatakan bahwa sesuai dengan UU tersebut, pemerintah memang wajib untuk membentuk Komisi Informasi. “Di pasal lainnya, Komisi Informasi yang wajib terbentuk itu di pusat dan provinsi. Sementara di tingkat kabupaten atau kota itu berdasarkan kebutuhan dan kemampuan karena mau tidak mau, seluruh biaya honor maupun operasional itu dibebankan kepada anggaran daerah,” jelasnya.
Indeks keterbukaan informasi publik di kabupaten tetangga, Mahbub menilai, jauh lebih baik dari pada Jember. “Kalau tidak salah, dan di sana itu tidak butuh untuk membentuk KI,” jelasnya.
Kemudian, Mahbub menyampaikan, KI bukan solusi untuk mendorong transparansi daerah. “Ada buktinya saya bicara begini. Komisi Informasi tingkat kabupaten yang eksis lebih dulu, KI Bangkalan dan Sumenep, ternyata tidak menjamin bahwa keterbukaan informasi, dan good governance yang kita idamkan itu tidak lebih baik dari kabupaten lain,” tegasnya. (iaf/why)


Share to
