Anggaran Program JPK Habis, Pemkab Jember Terlilit Utang
Dwi Sugesti Megamuslimah
Wednesday, 16 Oct 2024 07:29 WIB
JEMBER, TADATODAYS.COM - Pemerintah Kabupaten Jember kini menghadapi krisis finansial di sektor kesehatan setelah anggaran program Jember Pasti Keren (JPK) habis pada pertengahan 2024. Program yang seharusnya mendukung akses kesehatan bagi warga Jember ini malah meninggalkan utang hingga Rp 72-75 miliar.
Meski setiap tahun anggaran program JPK mencapai Rp 65-70 miliar, dana tersebut belum cukup menutupi kebutuhan layanan kesehatan. Tiga rumah sakit dan beberapa puskesmas di Jember kini harus menanggung beban utang yang belum terbayar.
Anggota Komisi D DPRD Jember Achmad Dhafir mengungkapkan bahwa permasalahan ini sudah lama menjadi perhatian pihaknya. Dalam periode DPRD sebelumnya, Komisi D telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan audiensi dengan Dinas Kesehatan serta tiga rumah sakit daerah.
“Program JPK ini sebenarnya ditujukan bagi seluruh warga Jember yang memiliki KTP Jember. Mereka bisa mengakses layanan kesehatan melalui program ini,” ujar Dhafir usai rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (14/10/2024).
Menurut Dhafir, lonjakan utang program JPK disebabkan oleh banyaknya warga yang beralih dari BPJS ke JPK. Banyak masyarakat Jember yang tidak mampu membayar iuran BPJS, sehingga mereka memanfaatkan program JPK yang hanya mensyaratkan KTP Jember.
"Karena merasa berhak, warga akhirnya tidak membayar BPJS dan memilih menggunakan JPK. Ini yang menyebabkan anggaran jebol," jelasnya.
Dhafir juga menjelaskan bahwa program layanan kesehatan ini sudah berjalan sejak 2019 dengan nama program SPM, sebelum diubah menjadi JPK pada 2022. Kini, setelah anggaran JPK habis, rumah sakit menggunakan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk menutupi kebutuhan operasional.
"Rumah sakit tetap harus menerima pasien meski anggaran habis. Mereka menggunakan anggaran BLUD sebagai solusi sementara," tambah Dhafir.
Hingga akhir 2023, anggaran JPK sudah habis dan menyebabkan utang yang signifikan. Tiga rumah sakit daerah menanggung utang sekitar Rp 60 miliar, sementara beberapa puskesmas yang menyediakan layanan rawat inap memiliki utang sekitar Rp 7 miliar.
Sebagai solusi, Dhafir menyarankan agar utang program JPK dibayar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (PAPBD) 2024. Menurutnya, keterlambatan pembahasan anggaran ini memaksa pemerintah menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
“Karena PAPBD terlambat, kita harus menggunakan Perkada. Namun, kita akan konsultasi ke Pemprov Jawa Timur untuk mencari kemungkinan diskresi,” jelasnya.
Dhafir menegaskan, pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Komisi D DPRD Jember akan memanggil kembali Dinas Kesehatan untuk memastikan pengelolaan anggaran kesehatan ke depan lebih baik agar tidak terjadi defisit seperti ini lagi.
“Pelayanan kesehatan ini vital, jadi ke depan penggunaan anggarannya harus lebih hati-hati agar tidak jebol,” katanya.
Terpisah, Plt Dinas Kesehatan Jember dr Hendro Soelistjiono mengatakan bahwa angka itu sebenarnya bukanlah hutang, melainkan merupakan klaim dari pelayanan JPK yang sedang berjalan.
"Sebetulnya bukan utang, tetapi klaim pelayanan JPK. Diawal APBD kami (dinkes) hanya menganggarkan Rp 30 M tapi ternyata ada lonjakan," katanya.
Bahkan, kata dia, dinkes Jember telah menyiapkan anggaran untuk melunasi sisa pengeluaran pelayanan program JPK. "Untuk anggaran sudah disiapkan oleh dinkes tetapi karena tidak ada PAPBD sehingga belum bisa dicairkan," imbuh dr Hendro.
Lebih lanjut, pihaknya mengaku tengah menunggu perkada untuk pengadaan anggaran di tahun berjalan saat ini. "Karena PAPBD terlambat, rencananya menunggu perkada untuk menutupi kekurangannya. Untuk besaran nominalnya mungkin berkisar Rp 63 M, untuk bayar biaya layanan Rp 40 M, sementara sisanya untuk bertahan hingga akhir tahun," ujarnya. (dsm/why)
Share to