Anyaman Rotan Sintetis dari Malang, Besar oleh Kualitas, Keikhlasan dan Kejujuran

Andi Saputra
Sabtu, 08 Oct 2022 13:08 WIB

SINTETIS: UMKM perabotan rotan sintetis Tiban Jaya di Jalan Pahlawan, Kelurahan Balearjosari, Kecamatan Blimbing, Malang, yang dikunjungi rombongan “Capacity Building Media 2022", Jumat (7/10/2022).
JEMBER, TADATODAYS.COM - Sejumlah 37 jurnalis pada Jumat (7/10/2022) mendapatkan kesempatan meningkatkan kapasitas melalui "Capacity Building Media 2022" yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kabupaten Jember. Salah satu agendanya ialah dengan mengunjungi sebuah rumah produksi atau UMKM perabotan rotan Sintetis Tiban Jaya yang ada di Kabupaten Malang.
Rombongan tiba di rumah produksi rotan sintetis Tiban Jaya yang berlokasi di Jalan Pahlawan 249a, Kelurahan Balearjosari, Kecamatan Blimbing, Malang, sekira pukul 13.46 WIB. Rombongan disambut langsung beragam kesibukan para karyawan rumah produksi rotan. Ada yang menganyam, ada yang mengangkut, ada pula pelanggan yang tengah sibuk melihat-lihat hasil produksi.
Namanya Afifudin, salah seorang pengrajin di Tiban Jaya. Tangannya tampak keriput gelap tergilas usia. Namun, jarinya masih terlihat lincah menganyam helai-helai rotan sintetis. Perlahan helai demi helai rotan sintetis itu dibentuk simpul yang bermotif.
Setengah jam kemudian, sudah tampak membentuk kursi ruang tamu yang cantik. "Kalau ini kursi ruang tamu. Ukurannya macam-macam," kata Afifudin.
Dalam sehari, laki-laki berusia nyaris setengah abad itu terbiasa mengerjakan beberapa jenis anyaman rotan Sintetis. Selain membuat kursi ruang tamu dengan berbagai ukuran dan desain, udin juga lihai membuat perabot lain, seperti meja, penyekat ruangan, hiasan cermin, anyaman buah, serta perabot lain sesuai pesanan pelanggan.
"Kalau perabot paling banyak dipesan itu, kursi sama penyekat ruangan," kata Afifudin yang sudah belajar mengayam rotan sejak awal tahun 90-an.
Pria yang karib disapa Udin itu mengaku dulu dirinya belajar menganyam dari orang tuanya. Kemudian ia sempat bekerja di salah satu perusahaan produksi rotan di Surabaya. Namun, setelah krisis moneter menerjang Indonesia pada 1998, dirinya terkena PHK masal.
Setelah terkena PHK itu, dirinya sempat bekerja sebagai buruh serabutan. Dalam perjalanannya, menganyam rotan seperti telah menjadi jalan hidupnya. Hingga pada tahun 2010 ia diminta membantu Imam Budiono, pemilik rumah produksi rotan sintetis Tiban Jaya untuk menganyam rotan sintetis khusus perabotan rumah tangga.
Udin mengatakan, sejak dulu lingkungan Blimbing Malang memang sudah terkenal akan produk anyaman rotan. Namun, saat ini hampir setiap rumah produksi ke bahan rotan Sintetis. Ia tak mengetahui secara pasti sejak kapan para pemilik rumah produksi rotan mengubah bahan dasar anyaman menjadi Sintetis. Selaku, karyawan yang tidak memiliki modal besar dirinya hanya mengikuti perintah pemilik rumah produksi saja.
Dalam, sehari udin mampu menyelesaikan setidaknya 3-5 anyaman kursi ukuran sedang. Setiap satu kursi ukuran sedang itu, dirinya mendapat bagian Rp 70 ribu. Untuk anyaman kursi dengan ukuran yang lebih besar dirinya bisa mendapat bagian hingga Rp 140 ribu. "Tergantung ukuran. Kalau besar kursinya, bagian saya juga besar," tutur Udin diselingi senyum.
Di ruang produksi, Udin tidak sendiri. Di kanan kirinya sedikitnya ada 21 karyawan lain yang setiap hari juga mengerjakan anyaman rotan Sintetis. Salah satu rekan Udin yang bekerja satu dekade lebih adalah Darmaji.
Di sela menganyam rotan sintetis, Darmaji mengatakan, dirinya spesialis anyaman penyekat ruangan. Menurutnya, meski terlihat sepele, perebotan penyekat ruangan, ternyata menjadi produk paling dicari.
Nyaris setiap hari, kata dia, permintaan penyekat ruangan selalu ada untuk itu, dirinya menjadi salah satu karyawan dibagian produksi yang fokus menganyam penyekat ruangan. "Fokus saya di bagian ini (penyekat ruangan, red)," kata Darmaji yang tengah duduk di lantai sambil sesekali membetulkan letak kacamatanya.
Dalam sehari, dirinya mengaku mampu menyelesaikan 3 penyekat ruangan ukuran sedang. Sementara ukuran besar ia hanya mampu dua anyaman penyekat ruangan.
Bagi Darmaji, bekerja menganyam rotan di Tiban jaya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Melalui sistem penggajian sepekan sekali, dirinya mengaku sangat terbantu dan belum mengetahui sampai kapan dia akan berhenti menganyam. "Enak kerja begini. Jelas hasilnya," katanya.

Di balik banyaknya penganyam di Tiban Jaya, ada sosok tangan dingin yang mengawali produksi rotan sintetis itu. Namanya Imam Budiono.
Imam menyambut ramah kunjungan rombongan awak media bersama OJK Jember pada Jumat itu. Pembawaannya yang supel dan murah senyum membuatnya mudah akrab dengan siapapun meski baru bertemu.
Saat itu, dirinya terlihat tengah berada di meja kerjanya sambari menunggu pembeli yang datang. "Selamat datang, monggo lihat-lihat, apa duduk dulu," ujarnya saat menyambut rombongan.
Para awak media yang sedari awal sudah tidak sabar mendengar kisah sukses rumah produksi rotan sintetis milik Imam, langsung mengajukan pertanyaan seputar awal mula rumah produksi rotan ini.
Lalu Imam dengan lanyah bercerita bahwa usaha rumah produksi rotanya disebut olehnya sebagai rumah produksi kuno. Sebutan kuno disematkan olehnya karena sejak awal berdiri pada awal 2010-an hingga saat ini, ia tidak menggunakan sistem pembukaan dan juga tidak melakukan strategi pemasaran kekinian. "Modal saya kualitas, jujur. Pemasaran ya dari mulut ke mulut itu," katanya, lalu terkekeh.
Meski tidak menerapkan pemasaran modern atau digital, produknya telah terjual dihampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Imam mengatakan, permintaan produk kursi dan meja paling mendominasi, mereka yang memesan rata-rata adalah pengusaha rumah makan, kafe, dan hotel.
Dalam sebulan, Imam mengaku, rata-rata mengantongi hasil bersih sebesar Rp 25 juta dari penjualan produk rotan sintetisnya. "Pembukuan tidak ada. Tetapi paling dikit dikitnya Rp 25 juta," katanya.
Imam mengakui produknya memang bukan rotan asli melainkan rotan Sintetis yang diambil olehnya dari pabrik yang ada di Ngoro, Mojokerto. Pilihan bahan itu dilatari alasan mahal dan langkanya rotan asli. Meski demikian, ia mengaku jika ada klien meminta rotan asli, tetap akan mengupayakan. Tentu dengan harga yang jauh lebih mahal.
Untuk satu kilogram rotan Sintetis itu, ia mendapatkan harga Rp 40 ribu. Sementara untuk satu kursi sedang, ia menghabiskan 2,5 kilogram rotan sintetis atau senilai Rp 100 ribu.
Menurutnya, rotan sintetis selain harga lebih terjangkau, Sintetis memiki kelebihan daya tahan lebih lama karena tak mungkin dimakan rayap.
Imam mengatakan, harga produk yang dihasilkan di rumah produksinya beragam. "Harga terendah Rp 350 ribu. Paling mahal bisa Rp 15 juta," katanya. Harga tersebut, lanjutnya, lebih murah hingga 3 kali lipat jika dibanding bila ia menggunakan bahan rotan asli.
Terkait survival usahanya yang telah berjalan 10 tahun lebih, Imam berbagi tips. Menurutnya bertahan atau tidaknya sebuah usaha tergantung pada dua hal. Dua hal itu adalah kualitas produk dan kejujuran dalam pengelolaan. Melalui dua hal itulah kemudian timbul kepercayaan.
Dari kepercayaan itulah sebuah usaha terus tumbuh dan bertahan. "Harus jujur, harus berkualitas," katanya.
Pria berusia 57 tahun itu menutup ceritanya tentang pentingnya ikhlas dalam usaha. Selama ia membuka rumah produksi, ia mengaku tak terhitung dirinya ditipu oleh pelanggan.
Walau begitu, Imam selalu berusaha mengikhlaskan dan tidak memburu orang yang menipunya. Meski terdengar ekstrem, ternyata rezeki malah terus datang. Bahkan semakin banyak yang mengenal produknya. "Ikhlas saja sudah, nanti ada gantinya. Usaha harus begitu. Sudah risiko," tuturnya. (as/why)




Share to
 (lp).jpg)