Bank Sampah Mawar Putih, Geliat Srikandi Pejuang Sampah

Iqbal Al Fardi
Iqbal Al Fardi

Monday, 30 Jan 2023 16:06 WIB

Bank Sampah Mawar Putih, Geliat Srikandi Pejuang Sampah

PILAH: Proses sampah sampai dipilah di Bank Sampah Mawar Putih.

Permasalahan sampah bukan hanya menjadi bagian dari ekosistem perkotaan, tetapi juga desa. Kemunculan komunitas atau kelompok yang konsisten dalam permasalahan tersebut menjadi garda depan pengurangan sampah. Bank Sampah Mawar Putih yang berlokasi di Karangtemplek, Desa Andongsari, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember salah satunya.

--------------------

BERNAUNG di sebuah pohon yang tak begitu rindang, gudang penyimpanan sampah berpintu seng itu menjadi titik kupul sekelompok ibu-ibu, Sabtu (21/1/2023). Berkarung-karung jenis sampah menjadi pundi emas yang siap dipilah. Mereka adalah kelima anggota dari Bank Sampah Mawar Putih.

Kegiatan itu berlangsung dengan konsisten sejak 16 Maret 2021 silam. Berangkat dari keresahan mengenai sampah sekitar, Ketua Bank Sampah Mawar Putih Ika Rahmawati bersama keempat kawan sesama anggota Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) berinisiatif untuk mendirikan bank sampah. “Bermula dari saya ketemu dengan Ketua Bank Sampah Ambulu Sejahtera, mereka bercerita mengenai bank sampah,” jelasnya pada tadatodays.com.

Karung sampah terkumpul, mereka siap untuk membukanya. Berbagai macam sampah muntah dari karung tersebut. Tiga orang bertugas untuk memilahnya. Satu lainnya mendapat bagian untuk menjemput sampah ke nasabah.

Ika menjelaskan bahwa bank sampah mereka sudah berjumlah 170 sekaligus mitranya yang tersebar di Desa Sidodadi, Pontang, Andongsari, dan Desa Keraton Kecamatan Tempuran. “Dari 26 sekarang sudah 170 nasabah,” terangnya. Terkadang nasabah datang untuk mengantar sampah atau mereka yang menjemput secara bergantian.

TIMBANG: Penghitungan berat sampah di Bank Sampah Mawar Putih. Di level ini sampah usai dipilah dan ditimbang.

Sri, seorang anggotanya, mendapat bagian untuk menjemput sampah dengan sepeda motornya. Meski berumur setengah abad lebih 10 tahun, Sri terlihat begitu energik. Saat itu, ia menjemput sampah tak jauh dari bank sampah yang hanya berjarak beberapa blok rumah, di Ponpes Darul Huda.

Setelah sampai di lokasi, Sri segera mendatangi nasabah untuk mengumpulkan sampah. Dua karung sudah penuh, ia pun meletakkannya di atas sepeda motornya dan menalinya dengan cekatan. Lalu, Sri bertolak kembali ke bank sampah.

Sesampainya, seorang anggota lainnya membantu Sri untuk menurunkan karung sampah tersebut. Kemudian mereka memilah sampah itu. “Setelah kita pilah, kita masukkan ke sak dan diletakkan di gudang. Setelah itu kita jualnya pun posisi terpilah dan bersih,” ungkap Ika.

Sampah tersebut, Ika menjelaskan, tidak hanya disetor tanpa cuan. Sebaliknya, bank sampah itu membeli sampah itu agar nasabah tidak merasa rugi. Sebab, terkadang ada saja nasabah yang menanyakan harga sampah mereka. “Mereka kadang tanya “Kemarin kan satu sak,”. Akhirnya kami jelaskan “ini loh, botolmu cuman segini, embermu dan kalengmu cuman segini,” ungkapnya.

Mereka menerapkan sistem tabungan sampah yang akan dibagikan setiap lebaran. Ika mengatakan ada juga nasabah yang langsung mengambil laba di tiap transaksi. Itu dapat dilakukan asalkan nominal sampahnya lebih dari Rp 10 ribu.  “Mungkin kalau yang cash tidak sampai lima orang,” ujarnya.

Perhitungan pendapatan sampah dilakukan setiap kali setor. Ika bercerita bahwa dalam sekali setor pihaknya berhasil mengumpulkan banyak kardus. “Pernah sekali setor itu 700 Kg dan itu kardus saja,” katanya dengan nada takjub.

Sampah terbanyak yang didapatkan oleh Bank Sampah Mawar Putih ialah botol plastik dan gelas. Selain itu, mereka juga menerima sampah berupa besi, aluminium dan tembaga. “Untuk botol beling itu kami dapat 50 rupiah per botolnya, tapi kami merasa it’s ok,” ungkapnya.

Untuk harga kardus, Ika mengatakan, sedang anjlok dan pihaknya harus menjelaskan kepada nasabah. Sedangkan, harga aluminium per kilogram sebesar Rp 16 ribu. “Dari sekian banyak, yang paling mahal itu tembaga, Rp 90 ribu/kilogram,” rincinya.

Permasalahan yang dijumpai, Ika menceritakan, terkadang nasabah tidak membersihkan sampah saat menyetor ke mereka. Bahkan, mereka pernah menemukan tikus dalam tumpukan sampah. “Ada yang malah kita terima mika makanan asal ditaruh saja, ada belatungnya,” ungkapnya dengan gestur geli.

BERSIH: Namanya bank sampah, tetap wajib menjaga kebersihan. Para petugas bank sampah membersihkan lokasi bank sampah usai bekerja.

Agar tidak terulang kembali, Ika dan anggota lainnya mengedukasi nasabah mereka. Dari usaha itu, merka sedikit menemukan perubahan. “Mereka sudah terbiasa. Misalnya, bekas botol minyak goreng langsung diletakkan di keresek dan misal dapet yang tidak sama langsung diletakkan di kresek lainya,” katanya.

Dari membangun bank sampah, Ika dan kawannya masing-masing bisa meraup hasil sebesar Rp 17 ribu/hari kerja. Perhitungan itu merupakan dari uang hasil setor sampah ke pengepul dikurangi dengan pengeluaran dan uang nasabah. “Bayangkan saja dalam pertahun itu 100 kali beroperasi dan bayangkan saja pendapatannya,” jelasnya dengan sumringah.

Tak hanya cuan, mereka ingin menolong lingkungan agar terbebas dari sampah. “Kita memang sedikit, kalau misalnya satu gang ini setor sampah ke kita kan lumayan banyak tapi kita kan tidak bisa menggerakkan setiap orang,” ungkapnya.

Sebabnya, Ika berharap agar semua orang bisa sadar bahwa sampah masih memiliki manfaat. “Saya lihat orang-orang tidak peduli sampah, habis minum asal buang gitu. Tapi kalau kita sudah terbiasa, dapur saya itu sudah ada kreseknya dan biasa saya memilah,” katanya.

Meski belum mengolah sampah organik, Ika menginginkan hal itu. Lagi-lagi, mereka masih memiliki keterbatasan waktu sebab urusan rumah tangga. “Kami sudah ibu-ibu, malahan ada yang sudah punya cucu,” ungkapnya.

Namun selama ini, Ika menyayangkan pihak desa yang masih belum memberi dukungan nyata. Ia berharap agar pihak desa sedikit melirik usaha kelompoknya. “Alangkah lebih baiknya, kami sedikit diperhatikan, seperti kesejahtraan, tapi kami tidak meminta apa. Mungkin kami butuh tenaga lainnya, seperti yang bertugas untuk sosialisai,” harapnya. (iaf/why)


Share to