Berpotensi Rugikan Petani, APTI Jember Menolak PP 28 Tahun 2024 soal Tembakau

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Sunday, 06 Oct 2024 13:46 WIB

Berpotensi Rugikan Petani, APTI Jember Menolak PP 28 Tahun 2024 soal Tembakau

MENOLAK: APTI Jember bersama beberapa petani saat melakukan penolakan adanya PP 24 tahun 2024.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember menolak Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengaturan Industri Hasil Tembakau (IHT).  Mereka menilai kebijakan tersebut merugikan petani bahkan para pengusaha kecil.

APTI Jember menyebut kebijakan itu justru makin memperburuk kondisi para petani. "Kami bersama para petani dan pelaku usaha tembakau kecil menyatakan menolak dengan adanya kebijakan itu, kami tidak ingin Jember yang identik dengan tembakau ini hanya jadi sejarah," ungkap Ketua APTI Jember Suwarno, Minggu (6/10/2024).

Diketahui, PP tersebut memuat tentang pengendalian zat adiktif produk tembakau, dan ketentuan untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek sebagai bagian dari standardisasi kemasan. Rancangan aturan ini berpotensi menciptakan dampak besar terhadap keberlangsungan tenaga kerja dan dapat mendorong peningkatan rokok ilegal secara signifikan.

"Harapan kami sebagai petani ya PP 28 itu minta dicabut. Soalnya itu menyengsarakan kami sebagai petani," tegas Suwarno.

Muji Sholeh, salah satu petani tembakau asal Desa Nogosari mengeluhkan hal yang sama. Bahkan, kata dia, harga jual tembakau Jember juga mengalami penurunan harga. Terlebih jenis Besuki Na Oogst pada tingkat petani.

Tahun ini saja, harga tertinggi hanya sembilan juta rupiah per kwintal. Harga itu turun jauh dari tahun lalu yang menyentuh harga Rp 15 juta per kwintal. "Harga tembakau jenis Na Oogst per kwintal lembaran daun kering mulai Rp5-9 juta di tingkat petani, itu pun masih di sortir sesuai dengan kualitas," katanya.

Padahal, tembakau jenis ini merupakan unggulan yang hanya dapat tumbuh di Jember dengan pangsa pasar ekspor sebagai bahan pembuatan cerutu.

Dari segi pertumbuhan, kata Sholeh, saat ini merupakan masa terbaik kualitas tanaman tembakau. Hanya saja untuk mencukupi kebutuhan air perlu usaha ekstra memakai diesel.

Sholeh juga menuturkan jatuhnya harga tembakau di tingkat petani, lantaran mereka kalah bersaing dengan perusahaan yang menanam tembakau melalui kemitraan. "Sekarang perusahaan juga ikut menanam bahkan luas lahannya lebih dari milik para petan. Sewa lahannya juga lebih tinggi, per hektar bisa dihargai 25 juta permusimnya," lanjut Sholeh.

Dampaknya, para petani yang ingin menanam tembakau harus mengikuti harga sewa lahan yang tinggi itu. Bahkan, tembakau petani yang tidak bermitra dihargai lebih murah oleh perusahaan. "Ya kami cuma bisa pasrah, padahal tembakau ini jadi ladang penghidupan bagi ribuan orang Jember, bahkan Jember kan terkenal sama kota tembakau," katanya. (dsm/why)


Share to