Cerita Ferry Sugeng, Pembatik Pasuruan yang Konsisten Pakai Warna Alam hingga Tembus Eropa

Amal Taufik
Sabtu, 04 Oct 2025 21:31 WIB

PENGUNJUNG: Ferry Sugeng Santoso bersama pengunjung Padepokan Batik Alam.
Berkarya dan Bawa Batik ke Kancah Dunia
PASURUAN, TADATODAYS.COM - Di Kabupaten Pasuruan, ada seorang pembatik yang konsisten menggunakan pewarna alam pada setiap karyanya. Ketekunannya memproduksi batik warna alam ini membawanya hingga ke Eropa.
Namanya Ferry Sugeng Santoso (45), warga Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo. Seluruh batik yang dia hasilkan dibuat di Padepokan Alam Batik miliknya.
Ia bercerita, mulai bergelut dengan batik sejak tahun 2005. Kala itu ia sudah menggunakan warna alam, meski hal tersebut tidak populer di dunia perbatikan. Pewarna alam dinilai tidak menarik dan berbau.
Namun Ferry tetap berpegang pada prinsipnya sembari menyebarkan edukasi tentang batik warna alam. Pada tahun 2007, ia menggandeng sejumlah ahli pertanian untuk meneliti bahan-bahan penghasil warna alami.
Beberapa ekstrak warna alami yang masih digunakan sampai sekarang seperti warna jingga dari bixaorelana, warna merah dari kulit kayu mahoni, warna kuning dari kayu tegeran, warna biru dari indigo strobhilantes.
WISATA: Wisatawan luar negeri belajar membatik di Padepokan Batik Alam.
"Ada juga warna-warna lainnya yang berbahan alam. Saya konsisten menggunakan warna alam," kata Ferry, Sabtu (4/10/2025).
Tiap batik warna alam yang dia hasilkan memiliki pasarnya sendiri. Karya-karya Ferry selalu mendapat apresiasi tinggi dari penyuka batik. Apalagi pasar luar negeri, batik warna alam milik Ferry banyak diminati.
NYANTING: Proses pembuatan batik di Padepokan Batik Alam.
Batik Filosofis
Ferry memosisikan batik bukan sekadar komoditas fashion belaka. Batik, bagi dia, adalah semacam karya yang dibuat dengan rasa, filosofi, seni. Perlu prosesi ritual khusus sebelum membuatnya. Hubungan Ferry dengan batik mirip seperti hubungan empu dengan keris.

Di Padepokan Batik Alam, ada tiga 'mazhab', kain batik yang dihasilkan. Pertama, adalah batik yang fungsinya untuk memenuhi pasar fashion. Biasanya, peminatnya tertarik pada motif yang menarik dan bahan kain yang digunakan.
Kedua, batik seni. Batik ini mengutamakan estetika seni dan biasanya digarap dengan menonjolkan pada eksplorasi bentuk motif, sehingga bentuk motif yang dihasilkan berbeda dari pada umumnya.
Sedangkan yang ketiga adalah batik filosofis. Ini adalah batik yang proses pembuatannya sangat personal dan eksklusif. Selain itu waktu pengerjaannya juga tidak tentu, serta terdapat prosesi ritual sebelum membatik.
Dalam pembuatannya, batik diletakkan dalam medan karya seni yang memiliki filosofis. Goresan canting pada selembar kain harus mempertimbangkan nilai falsafi. "Batik filosofis ini juga harganya berbeda. Lebih mahal dan eksklusif, " ujarnya.
Beberapa batik filosofis yang pernah dihasilkan antara lain batik 'Wahyu Putra Manjing', batik 'Tali Sukma', batik 'Wahyu Tirta Rahayu', dan batik 'Kasampurnan'.
Ferry bercerita salah satunya, yakni batik 'Kasampurnan'. Batik 'Kasampurnan' dibuat selama satu tahun dan pernah dipamerkan di Jakarta. Saat itu ada pengusaha asal Singapura yang ingin membeli, tetapi tidak dijual oleh Ferry.
Akhirnya si pengusaha memesan batik 'Kasampurnan' secara personal kepada dia. Selama proses pembuatan, pembatik dan pemesan intens berkomunikasi. Bagi Ferry, dalam motif batik filosofis harus ada makna yang tersirat dan doa yang tersembul.
"Batik itu laku pada tahun 2012 dengan harga Rp 350 juta. Saya pernah total 8 batik filosofis. Harganya kurang lebih sama seperti batik 'Kasampurnan," kata Ferry.
Dari lembaran-lembaran batik yang dihasilkan itu, Ferry pernah diganjar penghargaan juara 1 Batik Nasional pada tahun 2018. Ia juga pernah mengikuti sejumlah pameran di Belanda, Italia, hingga Korea Selatan.
Padepokan Batik Alam milik Ferry saat ini tidak hanya sekadar tempat memproduksi batik. Lebih dari itu, tempat ini juga menjadi jujukan edukasi bagi siapapun yang ingin belajar membatik.
Pengunjungnya mulai wisatawan lokal hingga luar negeri. Di padepokan itu, mereka akan belajar pembuatan batik warna mulai awal hingga akhir. Wisatawan dari Finlandia, Belanda, Italia, Prancis, pernah berkunjung ke sana.
Menurutnya, batik tulis masih memiliki pangsa pasar yang bagus. Selalu ada pembeli yang bisa menghargai batik tulis yang dikerjakan dengan kualitas terbaik. Baik pasar lokal, nasional, hingga internasional.
Kini, Ferry juga menggandeng anak-anak muda untuk turut berkarya di dunia batik. "Apalagi batik ini merupakan warisan budaya. Kita bisa berkarya dan membawa batik ke kancah dunia internasional," tutur Ferry. (pik/why)


Share to
 (lp).jpg)