Draft Raperda RTRW 2024-2044 Disorot: Masih Cacat Materiil dan Logika

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Friday, 16 Aug 2024 13:50 WIB

Draft Raperda RTRW 2024-2044 Disorot: Masih Cacat Materiil dan Logika

ANALISA: Divisi Pengetahuan dan Data Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers) Bayu Dedie Lukito.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jember 2024-2044 memasuki tahap pencermatan naskah akademik oleh DPRD setempat. Namun demikian, draft raperda itu dinilai cacat materiil dan logika.

Hal itu diungkapkan Divisi Pengetahuan dan Data Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers), Bayu Dedie Lukito. Menurutnya, draft RTRW 2024-2044 masih terkesan berantakan dan penuh kecacatan.

Salah satu yang menjadi sorotan ialah tidak dicantumkannya peta mitigasi kebencanaan. Padahal, wilayah Jember memiki potensi bencana megathrust yang tinggi, karena berada di kawasan samudra Hindia, dan dipastikan akan terdampak langsung.

"Kecacatannya itu tidak ada konsideran yang memuat soal kebencanaan. Sebab Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang memuat tentang kebencanaan tidak dimasukan oleh penyusun naskah akademik ni," kata Bayu, Kamis (15/8/2024) malam.

Selain itu, wilayah pesisir Jember yang berhadapan langsung dengan lempeng Australia, apabila terjadi tumbukan lempeng tektonik, besar kemungkinan terjadi potensi tsunami.

"Tumbukan lempeng benua Australia yang hari ini ramai diperbincangkan bakal terjadi megathrust di pesisir Jawa berkekuatan 8,7-9 magnitudo. Itu berarti berpotensi tsunami di kawasan Selatan Jawa termasuk Jember, dan itu ada di depan mata kita semua," urainya.

LIKUIFAKSI: Peta potensi bencana likuifaksi Jember. (sumber: Analisa LSDP SD Inpers 2023)

Tak berhenti di situ, Jember juga memiliki potensi bencana likuifaksi atau tanah bergerak yang akan berdampak hampir di seluruh wilayah Kabupaten Jember. Namun hal itu juga tidak dimaksukan dalam naskah akademik draft RTRW.

"Bukan tidak mungkin, karena jarak pesisir Jember hari ini dengan lempeng tersebut hanya berkisar 80 kilometer. Tetapi tidak dimuat dalam naskah akademik. Kami beranggapan ini cacat secara materi," tegas Bayu.

Dirinya sangat menyayangkan, tidak adanya penjelasan secara rinci terkait potensi serta dampak dari bencana-bencana di dalam draft rancangan RTRW 2025-2044 yang dapat dibaca oleh orang-orang awam. "Sebagai sebuah naskah publik, fakta tentang kemungkinan bencana dan akibatnya itu tidak disampikan, dan ini sudah masuk suatu kebohongan publik," imbuhnya.

Lebih lanjut, draft Raperda RTRW tidak memuat data dan pengelolaan pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Kabupaten Jember. "Jember ini kan punya pulau-pulau kecil, berdasarkan Permendagri 2007 ada sekitar 80-an pulau tapi tidak dimasukkan soal pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil ini seperti terlupakan dan datanya tidak dimasukkan dalam RTRW," sambungnya.

Dalam draft Raperda RTRW 2024-2044 itu, lanjut Bayu, hanya sebatas mengatur tentang pertambangan, wilayah tambak serta Gumuk. "Kami sangat mendukung pemerataan pembangunan itu kami setuju, tapi kepentingan dan hajat hidup masyarakat juga harus diutamakan," pungkasnya.

Terpisah, Anggota Pansus DPRD Jember, David Handoko Seto mengungkapkan hal serupa. Peta mitigasi bencana tidak dicantumkan dalam naskah revisi draft Raperda RTRW. Padahal, wilayah Jember akan terdampak secara langsung apabila terjadi Megathrust di samudra Hindia.

"Hasil pencermatan kemarin, Jember menjadi wilayah yang tidak akan luput ketika 20 tahun nanti terjadi pergeseran lempeng yang mengakibatkan Megathrust, maka potensi tsunami berkekuatan 9SR benar adanya," ungkapnya.

Tidak adanya peta mitigasi bencana dalam naskah akademik RTRW, namun dalam Raperda justru menetapkan 31 kecamatan di Jember sebagai wilayah potensi industri.

"Itu yang kami kritisi dan beberapa lembaga kajian juga menyarankan untuk melakukan penyempurnaan dalam naskah akademik. Karena kalau daerah industri, harus diimbangi dengan pemetaan mitigasi bencana," urai Ketua Fraksi Partai Nasdem itu.

Menurutnya, pansus DPRD Jember tidak perlu terburu-buru untuk mengesahkan Raperda RTRW ini karena menyangkut hajat hidup 2,6 juta rakyat Jember 20 tahun mendatang.

David juga menilai naskah akademik RTRW memiliki banyak kecacatan hukum sehingga perlu ditinjau ulang.

"Yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat hingga 20 tahun mendatang, sebagai pejabat kami boleh salah, tapi tidak boleh berbohong," tegasnya.

Lebih lanjut, pihaknya akan berkirim surat kepada Kementerian ATR/BPN untuk meminta perpanjangan waktu pembahasan terkait Raperda RTRW tersebut. Menurutnya, masih banyak sekali substansi yang perlu penyempurnaan. Salah satunya, masalah kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan potensi bencana lain di Kabupaten Jember.

"Jember memiliki gunung dan sungai yang sangat rawan longsor ataupun banjir. Belum lagi peta kebutuhan air di Kabupaten Jember. Termasuk kawasan beberapa tambang yang di RTRW ini berbunyi eksisting atau telah beroperasi," katanya.

Sementara, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman (PRKP) Rahman Anda yang juga mengikuti percermatan draft Raperda RTRW itu mengatakan, pihaknya memiliki waktu dua bulan sejak persetujuan substansi untuk menyelesaikan raperda RTRW.

"Perda ini sangat ditunggu masyarakat, karena terkait pemanfaatan, pengelolaan, dunia usaha, investor. Kami berharap sebelum pelantikan DPRD di 21 Agustus 2024 nanti Raperda ini sudah tuntas. Karena secara materi, substansi, hingga persetujuan lintas sektor sudah dilakukan pembahasan bersama," katanya.

Dirinya menyangkal tidak adanya peta mitigasi bencana di dalam naskah akademik draft RTRW 2024-2044 seperti yang telah disebutkan. Namun memang tidak dibahas secara rinci terkait mitigasi serta peta bencana di wilayah Jember.

"Sudah masuk di RTRW kita. Secara umum sudah kami tuangkan di dalamnya, tetapi masuk dalam ketentuan khusus. Secara teknik ditindaklanjuti oleh Raperda Kebencanaan," imbuh Rahman. (dsm/why)


Share to