Harga Cabai dan Bawang Merah di Jember Meroket, Pasokan Seret Jelang Musim Hujan Nataru

Dwi Sugesti Megamuslimah
Wednesday, 10 Dec 2025 18:28 WIB

PASAR: Aktivitas transaksi antara pedagang dan pembeli di Pasar Tanjung, Jember.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Lonjakan harga sejumlah komoditas sayuran kembali menghantui warga Jember menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Dalam sepekan terakhir, Pasar Tanjung di Kecamatan Kaliwates mencatat kenaikan signifikan pada cabai dan bawang merah akibat pasokan yang kian terbatas dari sentra produksi.
Salah satu pedagang sembako, Katiem, menyebut harga cabai menjadi komoditas yang paling bergejolak. Cabai rawit sret yang biasanya dilepas Rp 75 ribu per kilogram kini bertengger di angka Rp80 ribu. Sedangkan cabai rawit super melambung hingga Rp 85 ribu – Rp 93 ribu per kilogram.
“Cabai ini tidak bisa ditebak. Hari ini Rp 80 ribu, besok bisa turun, bisa juga naik lagi,” ujar Katiem, Rabu (10/12/2025).
Kenaikan juga terjadi pada cabai hijau besar yang meroket dari harga normal Rp 30 ribu – Rp 35 ribu menjadi Rp 50 ribu per kilogram. Cabai rawit hijau ikut menanjak ke posisi Rp 40 ribu.
Untuk bawang merah, lonjakan harga tidak kalah drastis. Bawang merah ukuran besar yang biasanya dibanderol Rp 35 ribu – Rp 40 ribu kini naik menjadi Rp 60 ribu – Rp 65 ribu per kilogram, terutama jenis super dari Probolinggo. Bawang merah ukuran kecil dijual Rp 45 ribu per kilogram.

Katiem mengatakan pasokan bawang kini bercampur antara impor dari Filipina dan Thailand serta bawang lokal dari Bima, Sumatera, hingga Probolinggo yang baru panen dua hari terakhir. “Bawang impor itu lebih kering, tapi kulitnya tipis dan gampang rusak. Kalau lokal lebih kuat,” tuturnya.
Sejumlah komoditas lain yang ikut naik antara lain kubis dari Rp 6 ribu menjadi Rp 8 ribu per kilogram, dan wortel yang melesat dari Rp 12 ribu menjadi Rp 20 ribu. Sebaliknya, harga kentang justru turun dari Rp 16 ribu menjadi Rp 13 ribu. Tomat terpantau stabil di Rp 12 ribu per kilogram.
Katiem mengungkapkan kenaikan harga berlangsung sejak sepekan terakhir. Menurutnya, faktor utama penyebab gejolak harga adalah musim hujan yang memicu gagal panen di berbagai daerah. “Menjelang Nataru biasanya hujan besar. Banyak tanaman yang terendam atau kena hama, jadi barangnya susah,” jelasnya.
Minimnya pasokan juga membuat pemasok membatasi distribusi ke pedagang. “Biasanya minta 10 kilogram, sekarang cuma dikasih 5 kilogram. Dibagi-bagi,” katanya.
Kondisi ini berdampak langsung pada penurunan daya beli masyarakat. Pembeli kini hanya mengambil sayur dalam jumlah kecil. “Orang beli seperempat, setengah ons, atau cuma satu ons. Secukupnya saja, tidak berani nyetok,” imbuh Katiem yang sudah 26 tahun berjualan di Pasar Tanjung. (dsm/why)





Share to
 (lp).jpg)