Jember Jadi Wilayah Tertinggi Jumlah Perlintasan Sebidang Tak Terjaga di Daop 9

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Wednesday, 24 Sep 2025 14:23 WIB

Jember Jadi Wilayah Tertinggi Jumlah Perlintasan Sebidang Tak Terjaga di Daop 9

PERLINTASAN: Aktivitas pengendara di perlintasan sebidang JPL 139 Mangli.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Kabupaten Jember tercatat sebagai wilayah dengan jumlah perlintasan sebidang tak terjaga terbanyak di Daop 9 Jember. Dari total 311 perlintasan sebidang yang membentang dari Pasuruan hingga Ketapang, sebanyak 122 di antaranya masih belum dijaga.

Manager Hukum dan Humas KAI Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro, menyebut Jember menempati posisi tertinggi dengan 52 perlintasan tanpa penjaga. Angka itu jauh di atas kabupaten lain yang juga masuk wilayah Daop 9. “Dengan jumlah sebanyak itu, risiko kecelakaan di perlintasan sebidang Jember cukup tinggi,” jelas Cahyo saat sosialisasi keselamatan di JPL 139 Mangli, Kecamatan Kaliwates, Rabu (24/9/2025) siang.

Sosialisasi yang digelar dalam rangka Hari Perhubungan Nasional dan HUT ke-80 PT KAI. Kegiatan melibatkan Dishub Jember, Balai Teknik Perkeretaapian, kepolisian, TNI, hingga komunitas pecinta kereta api. Tujuannya untuk mengedukasi pengguna jalan agar lebih disiplin saat melintas.

“Harapan kami, masyarakat lebih berhati-hati dan mematuhi rambu lalu lintas. Karena Jember punya tingkat risiko kecelakaan di perlintasan sebidang yang cukup tinggi,” tegas Cahyo.

Data KAI menunjukkan, sepanjang 2025 terjadi 15 kecelakaan di perlintasan sebidang wilayah Daop 9. Jember dan Banyuwangi masing-masing mencatat 4 kejadian, sedangkan terbanyak di Probolinggo dengan 5 kejadian.

Menurut Cahyo, kecelakaan umumnya dipicu faktor pengguna jalan yang abai terhadap keselamatan. “Banyak pengendara terburu-buru, tidak berhenti, dan tidak memperhatikan rambu lalu lintas,” ungkapnya.

Ia menegaskan, peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang membutuhkan peran bersama pemerintah daerah dan pusat. Hal itu disesuaikan dengan status jalan yang dilintasi, apakah kabupaten, provinsi, atau nasional. “Karena norma dalam undang-undang sebenarnya mengatur agar perlintasan kereta api tidak sebidang. Kalau pun sebidang, sifatnya hanya darurat,” tegasnya.

Dengan tingginya jumlah perlintasan tanpa penjaga, Cahyo berharap ada upaya serius untuk mitigasi risiko, baik melalui sosialisasi maupun kajian pembangunan fasilitas alternatif seperti underpass.

"Nanti bisa dikaji bersama, apakah bentuknya underpass, flyover, atau alternatif lain. Karena keselamatan perjalanan kereta api dan pengguna jalan adalah komitmen bersama,” katanya. (dsm/why)


Share to