Kepala Disdikbud Kota Probolinggo Jadi Tersangka Korupsi

Alvi Warda
Alvi Warda

Tuesday, 31 May 2022 06:57 WIB

Kepala Disdikbud Kota Probolinggo Jadi Tersangka Korupsi

JADI TERSANGKA: Kepala Disdikbud Kota Probolinggo Maskur saat keluar dari kantor Kejari Probolinggo kemudian digiring menuju kendaraan yang mengantarnya ke Lapas Kelas 2B Kota Probolinggo.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Probolinggo mengungkap kasus korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Probolinggo.  Senin (30/5/2022), Kejari Kota Probolinggo menetapkan status tersangka dan menahan 4 orang dalam kasus dana BOSDA tahun 2020 untuk penggandaan LKS dan buku modul. Salah satu yang ditetapkan tersangka adalah Kepala Disdikbud Maskur. 

Selain Maskur, Kejari menetapkan tersangka pada AB sebagai PPTK di Disdikbud; BWR selaku mantan kepala Bidang Pendidikan Dasar (Pendas) di Disdikbud; dan ES selaku Direktur CV Mitra Widyatama sebagai perusahaan penyedia barang atau percetakan. 

Empat orang itu pada Senin (30/5/2022) lebih dulu diperiksa di kantor Kejari Kota Probolinggo di Jl Mastrip mulai sekitar pukul 13.00. Lalu pukul 18.10, keempat orang itu tampak digiring keluar kantor Kejari kemudian diangkut menuju Lapas Kelas 2B Kota Probolinggo.  Mereka ditetapkan berstatus tersangka dan menjadi tahanan Kejari Kota Probolinggo.

Kajari Kota Probolinggo Hartono menjelaskan, tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan empat tersangka ini seputar program penggandaan peningkatan mutu dan akses pendidikan kegiatan belanja barang dan jasa dari dana BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah).  

Pada tahun anggaran 2020, dana BOSDA di Kota Probolinggo untuk SD senilai Rp 2,4 miliar. Sedangkan untuk SMP senilai Rp 4,5 miliar. Dari dana BOSDA senilai Rp 6,9 miliar itu ada yang dialokasikan penggandaan LKS (Lembar Kerja Sekolah) dan buku modul untuk SD  dan SMP. 

Nah, dalam realisasi program itu Kejari mengendus ada dana yang dikorupsi. “Berdasar hasil audit BPKP, ada dana yang dikorupsi senilai Rp 974.915.919,” kata Kajari Hartono.

Menurut Kajari, prosedur saat melakukan penggandaan barang dan jasa untuk keperluan BOSDA tidak dilakukan dengan sesuai. Tersangka melimpahkan praktik pada orang lain secara pribadi. Tersangka menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan merugikan negara.

Lalu menurut Kajari Hartono, dalam praktiknya, penggandaan LKS dan buku modul yang dilakukan ini amburadul dan tidak sesuai prosedur. “Tidak ada perjanjian kontrak, penentuan harga pokok penjualan (HPP, red), dan administrasinya pun abal-abal,” katanya. 

Sejatinya, kata Kajari Hartono, tersangka kasus ini ada lima orang. Namun, salah satu calon tersangka lebih dulu meninggal dunia saat kejari melakukan penyidikan terhadapnya. Kajari Hartono menyebut calon tersangka yang meninggal tersebut adalah Direktur PT Arpus. 

Selanjutnya, 4 tersangka itu dijerat pasal  2 ayat 1, juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah ke UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (alv/why)


Share to