Komunitas Sobung Sarka, Terbentuk saat Melihat Sampah di Perut Penyu

Andi Saputra
Andi Saputra

Sunday, 21 Feb 2021 16:59 WIB

Komunitas Sobung Sarka, Terbentuk saat Melihat Sampah di Perut Penyu

PILAH: Komunitas Sobung Sarka saat memilah sampah sebelum dikelola, mulai dari sampah kering dan basah.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Sebuah wilayah yang indah tidak hanya berbicara soal pertamanan. Pengelolaan sampah juga termasuk di dalamnya. Baik sampah yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh warga.

Adalah Nurul Hidayah. Ia merupakan salah satu pegiat sampah di Kabupaten Jember, melalui komunitasnya bernama "Sobung Sarka".  Kata "Sobung Sarka" merupakan bahasa Madura, yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti "Tidak Ada Sampah".

Sobung Sarka sendiri merupakan komunitas yang mengkampanyekan gaya hidup zero waste atau nol sampah dengan cara menstimulan masyarakat untuk memiliki kesadaran terhadap dampak buruk sampah, dan berupaya mendorong masyarakat agar mampu melakukan pengendalian sampah dengan sistem 5R (Reduce, Refuse, Rot, Rycicle, dan Rumah tangga).

PLASTIK: Plastik menjadi salah satu sampah yang jadi perhatian khusus Cak Oyong dan kawan-kawan karena sulit terurai. Salah satu kegiatan komunitas Sobung Sarka yakni mengelola sampah plastik menjadi barang bernilai.

Reduce yakni, mengendalikan sampah dengan cara mengurangi pemakaian terhadap barang-barang yang berpontensi menjadi sampah. Refuse, mengendalikan sampah dengan menolak atau menghindari pemakaian bahan yang menggunakan plastik dan lebih memilih bahan yang lebih alami.

Selanjutnya, Rycicle mengendalikan sampah dengan cara mendaur ulang sampah seperti sampah timba rusak menjadi tempat sampah/pot tanaman, botol air kemasan menjadi tempat detergen, kaos bekas menjadi keset/pel/lap, dan lain sebagainya.

Sementara, Rot merupakan pengendalian sampah dengan cara melakukan pembusukan. Jika masih ada sisa makanan, kita cukup dengan membuat kompos dari material tersebut, tentu tidak dengan mencampurnya dengan sampah anorganik lainnya, Kemudian, pengendalian sampah berbasis rumah tangga yakni, mengurangi serta meminimalisir sampah yang timbul karena aktivitas domestik secara tersistem.

Cerita berdirinya komunitas Sobung Sarka sendiri, bermula dari pengalaman pribadi Nurul Hidayah atau akrab disapa Cak Oyong.

Pengalamannya perihal sampah itu, didapat saat Cak Oyong jauh sebelum ia mendirikan Sobung Sarka.

Pada tahun 2013 melalui komunitas yang diikuti Cak Oyong sebelumnya, yaitu komunitas "Grebek Sedekah Jember", ia aktif terlibat dalam melakukan giat sosial bersih sampah sungai.

PENDIRI: Nudul Hidayah yang karib disapa Cak Oyong, adalah penggagas komunitas Sobung Sarka. Komunitas itu dibentuk, setelah ia melihat minimnya kesadaran masyakat akan pentingnya pengelolaan sampah.

Kegiatan itu, selain untuk memberihkan sampah yang kerap menumpuk di sungai, juga dimaksudkan sebagai bentuk edukasi tentang pentingnya tidak membuang sampah sembarangan. "Agar masyarakat yang membuang sampah sembarangan malu, karena dia yang membuang kok kita yang membersihkan," katanya.

Maksud hati mengedukasi, namun fakta berlawanan justru didapat Cak Oyong. Pada saat tengah membersihkan sampah di tahun 2017, tiba-tiba ia melihat ada warga yang membuang sampah dari atas jembatan. Padahal, saat itu, dirinya bersama rekan tengah bersusah payah membersihkan sampah yang berserakan di tepi sungai.

Tak berhenti disitu, Cak Oyong menuturkan, di tahun berikutnya pengalaman lain soal sampah juga ia dapatkan saat dirinya

bertugas sebagai pegawai konservasi di Dinas Perikanan Kabupaten Jember, sejak tahun 2013 silam.

Ketika menjadi pegawai konservasi itu, ia giat melakukan pendampingan penangkaran tukik atau anak penyu, kemudian melepaskan tukik-tukik ke alam liar secara berkala bersama masyarakat yang dibinanya.

EDUKASI: Tak hanya aktif bersama anggota komunitasnya, Cak Oyong juga menggandeng komunitas ibu-ibu untuk memberikan edukasi pengelolaan sampah.

Suatu ketika, sekira pertengahan 2018, Cak Oyong menemukan 2 penyu mati menepi di pantai yang ada di Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember. Diduga penyu tersebut mati karena terlalu banyak menelan sampah. Sebab, saat dibelah kedua perut penyu terdapat sampah plastik.

Saat itulah, ia berfikir bahwa apa yang dilakukannya terasa sia-sia apabila ternyata tukik-tukik yang dilepasnya ke alam liar akan mati karena sampah. "Kemudian saya berfikir harus mengubah kesadaran masyarakat dengan cara sosialiasi," kata Cak Oyong sembari mengingat.

Dua pengalaman penting itu, cukup membuatnya terdorong untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang dampak buruk sampah dengan cara yang baru. Tanpa pikir panjang, ia mulai belajar secara otodidak melalui internet serta mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pengelolaan sampah.

Setelah cukup memahami konsep pengendalian sampah, mulailah Cak Oyong melakukan sosialisasi gaya hidup nol sampah atau biasa dikenal zero waste ke berbagai kalangan, mulai dari sekolah hingga komunitas masyarakat.

Semula kegiatan yang dilakukannya tak memiliki nama, lantaran pada saat itu sosialisasi yang dilakoninya belum berbentuk komunitas dan masih Cak Oyong seorang diri yang melakukannya.

PEDULI: Anggota komunitas Sobung Sarka saat foto bersama. Mereka tetap konsisten untuk peduli dengan kondisi sampah.

Setelah sering mendapatkan pertanyaan dari mana Cak Oyong berasal, akhirnya, pada 29 April 2019, Cak Oyong membuat akun instagram kampanye bernama "Sobung Sarka". Tanggal tersebut, kemudian dijadikan tanggal berdirinya gerakan yang dibangunnya itu.

Di tahun 2019 gerakanya semakin dikenal luas dan mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Tak jarang, Cak Oyong diminta sebagai pembicara oleh instansi maupun komunitas serupa untuk berbagai ilmu tentang zero waste.

Mengetahui gerkanya mendapat sambutan positif, Cak Oyong selaku penggagas gerakan Sobung Sarka sekaligus kordinator belajar Zero Waste Indonesia, terus mengembangkan gerakanya dan mengajak 6 rekanya untuk bergabung bersamanya.

Tercatat, hingga Januari 2020 lalu sudah ada 6 orang temannya dengan visi-misi yang sama bersedia bergabung menjadi pengelola di Sobung Sarka. "Enam rekan yang membantu itu, punya keahlian masing-masing perihal zero waste," ujarnya.

Hingga saat ini, komunitas Sobung Sarka memiliki berbagai macam kegiatan rutinan seperti pelatihan, pendampingan, pengelolaan, educamp, dan event zero waste.

Pelatihan yang diselenggarakan beragam. Mulai dari pelatihan pembuatan sabun dan lilin dari minyak curah, pelatihan pembuatan ecoenzym dari buah busuk dan potongan sayur, pembuatan pupuk organik, serta pelatihan membuat kerajinan daur.

Selama ini, selain kalangan pelajar, peserta yang didampinginya banyak didominasi oleh Ibu rumah tangga. Sebab, salah satu pemegang kunci pengendalian sampah adalah Ibu rumah tangga. Oleh karena itu, pihaknya konsen membina komunitas ibu rumah tangga.

Cak Oyong pun membuka kepada siapapun yang ingin belajar ke Sobung Sarka. Karena menurutnya, penangendalian sampah adalah tanggung jawab bersama. "Selama setiap individu belum bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri, selama itulah pengendalian sampah yang diharap-harapkan akan semakin sulit dicapai," katanya. (as/don)


Share to