KPU Kota Probolinggo Ajak Perempuan Berperan Aktif di Pemilu 2024

Alvi Warda
Alvi Warda

Friday, 18 Nov 2022 07:38 WIB

KPU Kota Probolinggo Ajak Perempuan Berperan Aktif di Pemilu 2024

SOSIALISASI: Komisioner KPU Kota Probolinggo Upik Raudhotul Hasanah saat memberikan materi tentang tahapan Pemilu 2024 dan peranan perempuan dalam Pemilu. Ia berharap, perempuan tidak sekedar memilih, namun juga berperan aktif dalam penyelenggaraan.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan diselenggarakan tepat pada 14 Februari 2024 mendatang. Pemilu juga membutuhkan peran serta kaum perempuan. Untuk itu, KPU Kota Probolinggo mengajak perempuan untuk berperan aktif terlibat dalam pelaksanaan pemilu.

Kamis (17/11/2022) sore di Hotel Bromo View, KPU Kota Probolinggo melakukan Sosialisasi Pemilu Segmen Pemilih Perempuan. Dalam forum itu hadir para perempuan yang bisa berperan aktif dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. 

Upik Raudhotul Hasanah selaku Divisi Penyelenggaraan KPU Kota Probolinggo yang sekaligus narasumber pertama, menjelaskan bahwa keterlibatan perempuan dalam pemilu terhitung menurun. Pada Pemilu 2014, jumlah perempuan pengguna hak pilih sekitar 53,23 persen dari jumlah pemilih perempuan. Sedangkan dalam Pemilu 2019, tercatat 52,22 persen pemilih perempuan.

Upik berpesan, perempuan sekali-sekali bisa menjadi pelaksana Pemilu. Seperti halnya mendaftar menjadi badan ad hoc yang akan segera dibuka oleh KPU. Badan ad hoc merupakan sebuah badan yang dibentuk untuk membantu pelaksanaan kerja KPU terkait pemilu, baik di tingkat kecamatan, kelurahan maupun Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Badan ad hoc ini terbagi menjadi lima bagian. Ada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) TPS.

Poin penting yang harus diperhatikan dan persyaratannya menurut Upik, seperti salah satunya masyarakat yang bukan anggota partai politik (Parpol), usia minimal 17 tahun, berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat. “Jangan hanya laki-laki yang bisa, perempuan coba sekali-kali terlibat,” terangnya.

Materi kedua disampaikan Ilmiyah, anggota Bawaslu Kota Probolinggo. Ia mengangkat materi “Perempuan Mengawasi Pemilu”. Menurutnya, perempuan memang penting keterlibatannya dalam Pemilu. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari seperti lingkup rumah tangga, perempuan memiki peran pendidik bagi keluarganya. “Kita bisa ngurus anak, bisa ngurus dapur, apalagi ngurus pemilu?” ucapnya.

Ia juga membeberkan potensi pelanggaran yang rentan terjadi dalam pemilu. Salah satunya adalah politik uang. Nah, ia meminta semua perempuan ikut aktif mengawasi mana saja parpol yang menggunakan politik uang demi memenangkan suara rakyat. “Bisa dilaporkan bu, kan biasanya perempuan itu paling cak-cek ya,” terangnya. Bawaslu sendiri memiliki Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) yang 30 persennya adalah perempuan.

Sedangkan materi terakhir disampaikan oleh Amiq Fikriyati selaku Koordinator Provinsi JPPR jatim. Menurutnya, setiap perempuan memiliki hak terlibat dalam pemilu. Baik sebagai pelaksana maupun pemilih. Namun, dalam kenyataannya keterlibatan perempuan masih terbilang tidak memenuhi standar.

Faktornya macam-macam. Menurut Amiq, perempuan bisa tidak terlibat, sebab memiliki faktor dan kendala. Misalnya, pengetahuan yang rendah, kultur yang timpang gender, pembeturan antara peran keluarga dan publik, regulasi yang belum ramah gender, dan geografis.

Tetapi kendala itu bisa dipecahkan dengan strategi. Amiq sedikitnya memberikan empat poin strategi yang bisa dilakukan. Pertama, adakan advokasi atau edukasi politik tentang kesadaran hak politik bagi perempuan. Kedua, komunikasi politik dengan memaksimalkan media komunikasi dengan wacana gerakan perempuan. Ketiga, pembentukan organisasi peran politik perempuan. Terakhir, perempuan memilih perempuan.

Sementara Hosna, peserta sosialisasi dari PC Muslimat NU Kota Probolinggo, mengatakan selalu terlibat dalam pelaksaan pemilu. Namun, itu membuatnya dilema. Ia menceritakan pengalamannya saat menjadi pelaksana seperti PPK. Kegiatannya menurutnya sampai memakan waktu hingga dini hari. “Mengganggu waktu, dan kesehatan juga terganggu,” ucapnya.

Walau menjadi pelaksana pemilu tidaklah susah, karena bekerja bersama tim, namun ia berharap ada segmen waktu tertentu bagi perempuan. “Kalau bisa, jangan seperti itu lagi lah,” harapnya.

Upik Raudhotul Hasanah kepada tadatodays.com mengatakan, urgensi sosialisasi ini ialah karena partisipasi perempuan dalam pemilu semakin menurun. “Kita lihat saja dari tahun-tahun,” ucapnya.

Permasalahan ini menjadi urgensitas bagi KPU. Ia berharap, perempuan tidak sekedar menjadi pemilih, namun juga menjadi bagian dari pelaksana pemilu. Namun, ia juga tidak bisa mengelak dari kultur atas batasan-batasan untuk perempuan. “Sebenarnya, itu semua bergantung pada lingkungan,” tuturnya.

Meski nantinya 30 persen itu tidak terpenuhi, maka tidak akan memengaruhi pemilu. Namun, tetap saja perempuan harus terlibat. “Bahasanya itu bukan mewajibkan, tetapi ini kan menjadi pemasalahan yang penting,” ujarnya. (alv/why)


Share to