Kulit Kopi Disulap Menjadi Biopelet, Bahan Bakar Alternatif

Iqbal Al Fardi
Friday, 30 Sep 2022 11:01 WIB

KULIT KOPI: Ir. Soni Sisbudi Harsono dengan mesin pencetak biopelet. Dari kulit kopi ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar alternatif.
Kulit kopi ternyata masih bisa dimanfaatkan lagi. Ada yang menjadikannya kaskara, yaitu bahan minuman serupa teh. Ada pula yang menggunakannya sebagai pupuk organik. Di tangan dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (Unej) Dr. Ir. Soni Sisbudi Harsono, kulit kopi berhasil diolah menjadi biopelet, yaitu bahan bakar alternatif.
--------------------
KASKARA merupakan hasil olahan kulit kopi yang dinikmati serupa teh. Kulit kopi yang dihasilkan dari sekali produksi berjumlah 39 persen. Namun, apakah semua petani memanfaatkan limbah kopi tersebut menjadi kasakara? Ternyata tidak demikian, meski di daerah penghasil kopi, sebut saja Kabupaten Bondowoso.
Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso Sumarni menuturkan, selama ini petani kopi di desanya memanfaatkan limbah kulit kopi menjadi pupuk, sehingga mengganggu warga. Limbah kulit kopi yang dihasilkan tidaklah sedikit dengan jumlah dua ribu ton di setiap panen raya. “Setiap panen raya, desa kami menghasilkan dua ribu ton,” ungkapnya.
Lalu siapa sangka jika limbah kulit kopi bisa dijadikan bahan bakar alternatif di tengah kenaikan harga BBM? Hal itu berhasil dilakukan oleh dosen sekaligus peneliti dari Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Unej Dr. Ir. Soni Sisbudi Harsono, M.Eng. M.Phil. Ia menyulap limbah kulit kopi menjadi sumber bahan bakar alternatif terbarukan berupa biopelet.
Lalu, Ir. Soni menjelaskan kebiasaan petani kopi menumpuk limbah kulit kopi di pojokan kebun atau di tepian sungai menyebabkan kondisi tanah dan air menjadi tidak bagus. “Sebab kulit kopi bersifat asam sehingga dalam jumlah banyak itu tidak bagus buat tanah dan air,” jelasnya pada Kamis (29/9/2022).
Untuk menjadi pupuk, lanjutnya, kulit kopi perlu waktu tiga hingga empat bulan karena perlu tahapan dekomposisi. Belum lagi bau busuknya sangat mengganggu warga, bahkan kesehatan. “Bau busuk kulit kopi bisa mengganggu warga, hingga kesehatan mereka,” ungkapnya.
Mengapa Ir. Soni memilih kulit kopi untuk bahan biopelet? Sebab proses pembuatannya mudah. “Pembuatan biopelet dari kulit kopi itu mudah,” kata pria lulusan Humboldt University Berlin Jerman ini.
Dalam proses pembuatannya, Ir. Soni menjemur kulit kopi hingga kadar airnya menjadi 12 persen. Kulit kopi yang sudah kering kemudian ditumbuk dan dihaluskan sampai sehalus tepung. Kemudian, dirinya menyiapkan tepung tapioka sebagai lem kanji dan mengaduk semua bahan hingga rata. “Tepung tapioka dilarutkan di air. Lalu semua bahan diaduk sampai rata,” jelasnya.
Komposisi idealnya, tambahnya, yaitu kulit kopi sebanyak 90 persen dan 10 persen lem kanji. Setelah diaduk rata, bahan diproses di alat pencetak biopelet hingga menghasilkan bahan bakar briket berbentuk silinder kecil. “Semua bahan dimasukkan ke alat pencetak biopelet hingga menghasilkan bahan bakar briket,” sambungnya.
Selanjutnya, Ir. Soni mengatakan bahwa biopelet tersebut masih perlu dijemur di ruang terbuka. Hal tersebut bertujuan untuk pemanfaatan panas matahari selama kurang lebih dua hari. Keuntungan lainnya, jika benar-benar kering, biopelet mudah disimpan dan tahan lama selama penyimpanannya sesuai aturan. “Biopelet mudah disimpan dan tahan lama selama penyimpanannya sesuai aturan,” katanya.
Tidak hanya ramah lingkungan, bahan bakar dari kulit kopi juga ramah di kantong. Pasalnya, untuk menghasillkan satu kilo biopelet hanya membutuhkan modal Rp 2.500. Dalam kapasitas biopelet serupa dapat memasak satu kilo nasi, lauk pauk atau air selama delapan jam.

Klaim hemat itu bukan tanpa dasar. Ir. Soni telah mengkalkulasi perbandingan biaya penggunaan antara biopelet dan gas elpiji. Hasilnya, ia bisa lebih menghemat 25 persen biaya produksi. “Caranya pun mudah. Seperti menggunakan arang,” jelasnya.
Bahan biopelet bukan hanya dari kulit kopi, namun juga bisa dari limbah organik lainnya seperti daun dan batang tanaman lain yang tak sulit ditemukan di pedesaan.
Selain menjadi salah satu komoditas Kabupaten Bondowoso, kopi di sana juga menjadi salah satu yang diunggulkan di Indonesia. Hal ini disadari oleh mantan Bupati Bondowoso Amin Said Husni saat di tahun 2016 silam hingga mendeklarasikan Bondowoso Republik Kopi. Di tahun 2018, Kabupaten Bondowoso mamapu menghasilkan 3 ribu ton kopi Arabika dan sepertiganya diekspor ke pasar dunia.
Sebab itu, menurut Ir. Soni, potensi biopelet sebagai bahan bakar alternatif terbuka lebar. Sebab, bahan bakunya gampang dijumpai di pedesaan.
Inovasi yang dikerjakannya mendapatkan pembiayaan dari Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian pada Masyarakat DIKTI Kemdikbudristek. Agenda tersebut telah dijalankan sejak September 2022 dengan melibatkan kelompok tani di Desa Sukorejo.
Sebabnya, pihaknya membantu mewujudkan desa mandiri energi dan kesejahteraan masyarakat desa. Solusi tersebut disambut baik oleh warga Desa Sukorejo yang disampaikan oleh Kepala Desa Sukorejo Sumarni. “Warga sekitar menyambut baik inovasi tersebut,” kata Sumarni.
Nantinya, pihaknya akan terus mendampingi petani kopi di Kecamatan Sumberwringin yang juga menjadi binaan Unej. Mesin penghancur dan pembuat biopelet pun akan dihibahkan untuk warga di sana.
Tidak hanya menawarkan biopelet, Ir. Soni juga menyiapkan kompor yang biaya produksinya berkisar Rp 175 ribu untuk memasak. Kompor tersebut didesain oleh Kepala Laboratorium Rekayasa Alat Mesin Pertanian FTP Unej.
Kompor yang ditawarkan pun cocok bagi usaha mikro dan kecil. Ir. Soni menjamin bahwa kompornya mudah dipakai, terlebih tidak menimbulkan asap berlebih. “Saya jamin tidak menimbulkan asap berlebih,” ungkapnya.
Sekarang, Ir. Soni dibantu oleh ketiga mahasiswanya untuk menyempurnakan kompor biomassa tersebut. Harapannya, agar bisa disebarluaskan hingga membuka potensi usaha pembuatan kompor tersebut. “Semoga bisa disebarluaskan untuk potensi usaha,” jelasnya.
Dengan pelatihan tersebut, pihaknya mengharapkan dapat mengurangi limbah. Sekaligus meminimalisir ketergantungan warga terhadap BBM atau elpiji untuk memasak. “Harapannya, semoga dapat mengurangi ketergantungan warga terhadap BBM atau elpiji,” tuturnya. (iaf/why)

Share to
 (lp).jpg)