Mbah Guco, Penyangga Tradisi Jawa di Kota Probolinggo

Alvi Warda
Alvi Warda

Sabtu, 14 May 2022 17:22 WIB

Mbah Guco, Penyangga Tradisi Jawa di Kota Probolinggo

JAWA: Guco Bambang Supriono Suronoto atau Mbah Guco, tokoh penyangga tradisi Jawa di Kota Probolinggo.

TADATODAYS.COM, PROBOLINGGO - Inilah Mbah Guco, tokoh penyangga tradisi jawa di Kota Probolinggo. Nama aslinya Guco Bambang Supriono Suronoto. Ia merupakan keturunan Tumenggung Kartowijoyo.

Mbah Guco ialah orang tua Yuyun Widowati, pendiri Sanggar Mardi Budoyo yang bermarkas di Jl. Juanda, Kota Probolinggo.

Usia Mbah Guco saat ini menginjak 75 tahun. Mbah Guco lahir di Madiun tahun 1950-an. Sejak kecil ia sudah tak asing dengan yang namanya kesenian, tradisi dan kebudayaan Jawa.

Jumat sore (13/05/2022), Mbah Guco berbagi cerita pada tadatodays.com. Saat itu Mbah Guco mengenakan baju yang menjadi pakaiannya kala menjalankan tradisi jawa. Lencana yang ada di bajunya, disematkan oleh keluarga keraton Yogyakarta.

Mbah Guco sebenarnya besar di Ponorogo. Kota Reog itu menjadi tempatnya mempelajari tradisi dan kebudayaan Jawa. Setelah umur delapan tahun, ia kembali ke Kota Probolinggo untuk meneruskan apa yang sudah ia pelajari. “Lahir di Madiun, besar di Ponorogo. Saya umur delapan tahun kembali kesini (Kota Probolinggo), setelah belajar Reog,” ucap Mbah Guco.

Mbah Guco menempuh jenjang SMA di Sekolah Kerajinan Negeri Kota Probolinggo. Namun, sekolah itu kini sudah tidak lagi berdiri.

Baginya, saat masih belia, tak ada hari tanpa berkesenian.  Ibunya dan mbahnya, merupakan pelaku wayang orang. Ia menyebutnya Werdi Peni, yaitu wayang yang pelakunya adalah para wanita. Sedangkan Mbah Guco menjadi orang yang mengiringinya atau menabuh gamelan saat wayang orang ditampilkan.

Menjadi penerus tradisi bukanlah hal yang mudah bagi Mbah Guco. Ia pun dipercaya untuk menjaga peninggalan-peninggalan dari leluhurnya, seperti tombak, keris dan payung agung songsong.

Tentang usia benda-benda peninggalan itu, Mbah Guco tidak bisa memastikannya. Ia memperkirakan, sudah ada bahkan sejak masa kerajaan atau sebelum penjajahan. Namun, hingga saat ini peninggalan itu tetap dipakai saat tradisi seperti larung sesaji di grebek suro. “Cuma payung itu yang dipakai kalau Larung Sesaji,” kata Mbah Guco sembari menunjuk Payung Agung Songsong miliknya.

Di samping berkecimpung sejak kecil di kesenian, Mbah Guco dulu juga bekerja sebagai pegawai di pemerintahan Kota Probolinggo. Ia pensiun di tahun 1991. Sejak itu, hidupnya kembali didedikasikan pada kesenian dan tradisi Jawa.

Ia menikah dengan seorang wanita yang juga asli Kota Probolinggo. Dari pernikahannya, Mbah Guco memiliki seorang anak perempuan, yang kini menjadi pendiri sanggar Mardi Budoyo, yaitu Yuyun Widowati. “Yuyun yang saya harapkan bisa meneruskan tradisi Jawa. Kan saya sudah tua,” ujar Mbah Guco diiringi tawa kecilnya.

Ia masih ingat saat para leluhurnya mengatakan “Iki diterusne” yang artinya, ini diteruskan. Maksudnya, Mbah Guco diminta oleh para leluhurnya untuk meneruskan adat dan tradisi etnis jawa. Omongan dan perintah dari leluhurnya inilah yang menjadi alasan Mbah Guco untuk tetap melestarikannya.

Ia mengenang tahun-tahun sulit saat berkesenian. Salah satunya di tahun 1965. Tahun itu merupakan tahun dimana pemerintah menghentikan kegiatan masyarakat yang berbau pki. Seperti kesenian. Mbah Guco berhenti bermain gamelan, karena larangan pemerintah. Sampai tiga tahun kemudian, ia kembali bermain gamelan karena sudah tak lagi dilarang.

“Tahun 65 itu, semua masyarakat takut termasuk saya. Pemerintah bilang kalau gamelan itu haram. Jadi saya berhenti dulu sampai tahun 1998,”ucapnya.

Tahun 2020 juga menjadi tahun tersulit baginya. Pasalnya, tradisi seperti grebek suro tak bisa diadakan, karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat akibat pandemi.

Harapannya, tradisi dan kebudayaan bisa terus lestari. Ia sangat bersyukur ada anak-anak yang mau belajar di sanggar Mardi Budoyo. Sehingga cita-citanya untuk melestarikan kesenian bisa terpenuhi. “Harapan saya semoga anak-anak di Mardi Budoyo bisa terus belajar kesenian. Supaya peninggalan leluhur tidak punah,” kata Mbah Guco. (alv/why)


Share to