Melalui Wayang Golek, Cak Amir Tebar Literasi di Masa Libur Sekolah

Alvi Warda
Alvi Warda

Monday, 26 Jun 2023 10:07 WIB

Melalui Wayang Golek, Cak Amir Tebar Literasi di Masa Libur Sekolah

TEBAR LITERASI: Cak Amir saat memainkan wayangnya sebagai salah satu cara menebar semangat literasi.

Jarum jam menunjukkan pukul 12.00 WIB pada Minggu (25/6/2023) itu. Saatnya Cak Amir, pemuda asal Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo itu menebar literasi di Desa Pohsangit Tengah, Kecamatan Wonomerto. Kali ini, ia menggunakan wayang golek sebagai media literasinya sembari mengisi waktu libur sekolah anak-anak.

--------------------

SEMANGAT Cak Amir untuk menebar literasi seperti tiada habisnya. Pria bernama lengkap Muhammad Amir Hamzah ini usianya sudah menginjak 24 tahun. Namun ia tetap bersemangat menumbuhkan literasi pada anak di desa-desa terpencil. Pada 2021 lalu ia berhasil membangun rumah baca untuk anak-anak. Kini, ia menebarkan semangat literasi melalui wayang golek. 

Minggu itu matahari berada tepat di atas kepala. Cak Amir dan istrinya, Nur Lia, bersiap menuju ke ladang pohon pepaya belakang Rumah Baca Cahaya mereka. Ya, mereka bermain wayang di pekarangan atau sawah, supaya sepoi angin meredakan hawa panas siang bolong.

PENONTON: Tak hanya anak kecil, ibu-ibu di desa juga turut menonton pertunjukkan wayang oleh Cak Amir.

Ada sekitar 20 anak yang siang itu sudah menunggu kedatangan Cak Amir. Dari rumah tinggalnya di Kecamatan Tongas, Cak Amir mengendarai sepeda motor yang ia sebut motor tempur butut. Ia memeriksa wayang-wayang golek buatannya sendiri, lalu mengemasinya.

Tas hitam motor kurir atau saddle bag, ia junjung di kepalanya atau di bahunya. Tas itu Amir sebut menjadi saksi bisu wadah buku hingga wayang untuk dirinya menebar literasi ke satu desa ke desa yang lain. 

Amir tiba di ladang pohon papaya, di mana 20 anak sudah duudk rapi di atas terpal berwarna abu-abu. Ternyata tak hanya anak kecil, ibu-ibu juga anteng duduk di belakang barisan anak-anak. Amir mulai memasang banner, batang pisang dan besi penyanggah, lalu menancapkan wayang-wayang yang akan ia gunakan.

Sekitar 30 menit, Amir berwayang. Di sela-sela pertunjukkannya, anak-anak dan ibu-bu terlihat interaktif dan menikmati cerita Amir.

MENYENANGKAN: Saat wayag dimainkan, anak-anak anteng menonton. Gelak tawa sesekali mewarnai pertunjukan.

Amir membawa cerita bahayanya putus sekolah dan pernikahan dini. Cerita ini menurut Amir selaras dengan kondisi yang terjadi di desa-desa terpencil di Kabupaten Probolinggo. Masih ada ribuan anak putus sekolah. Salah satu faktor penyebabnya ialah karena mereka memilih menikah, meski usianya masih dini.

Tokoh wayang andalannya adalah Ca’I Ojan-ojan yang memilih putus sekolah. Saat menginjak dewasa Ca’I Ojan-Ojan justru menjadi pemuda yang melanggar hukum. Ia suka mencuri dan meminum minuman keras. Alhasil, Ca’I Ojan-Ojan menjadi pemuda jalanan, tanpa satu orangpun yang peduli. Ca’I Ojan-Ojan menyesal, karena tidak memiliki ijazah untuk melamar kerja.

Cerita ini, ingin Amir sampaikan agar anak-anak bisa sada pentingnya pendidikan di masa depan. Amir berharap, generasi penerus bangsa bisa terus memiliki pengetahuan sehingga memiliki cita-cita yang cemerlang.

Pesan cerita kehidupan Ca’I Ojan-Ojan dapat dipahami oleh anak-anak itu. Reza siswa kelas 3 SD Negeri Pohsangit Tengah, salah satunya. Ia tak menginginkan nasibnya seperti yang terjadi pada Ca’I Ojan-Ojan. “Gak mau jadi berandal. Harus sekolah terus,” katanya.

Penampilan wayang golek yang dibawakan Amir melahirkan kesan lucu bagi anak-anak. Terlebih bagi ibu-ibu yang juga menonton. Menurut mereka, pemuda seperti Amir harus medapat dukungan dari lingkungan sekitar. Agar anak mereka bisa berliterasi dan tidak hanya asyik bermain.

Kepada tadatodays.com, Amir mengatakan bahwa kegiatan wayangnya itu bermula dari melihat monotonnya kegiatan rumah baca. Hanya membaca dan mengerjakan tugas sekolah. Terbitalah ide wayang sebagai medianya berliterasi.

Dari pertunjukkan wayang itu, ia akan membawakan tema-tema yang berhubungan dengan pendidikan. “Dukungan orang tua untuk pendidikan anak, pencegahan putus sekolah dan polemik pernikahan dini. Di Probolinggo itu lagi tinggi pernikahan dini,” ucapnya.

Dengan menggunakan rompi dan udeng batik biru, Cak Amir melihat antusias anak dan ibu-ibu. Ia akan melanjutkan kegiatan wayang dan literasi ala dirinya itu. “Saya menggunakan sawah juga agar anak-anak bisa menyatu dengan alam. Pesan bisa tersampaikan,” tuturnya. (alv/why)


Share to