Melawan Tuberkulosis di Jember melalui Pendekatan Komprehensif

Andi Saputra
Andi Saputra

Tuesday, 25 Jun 2024 19:11 WIB

Melawan Tuberkulosis di Jember melalui Pendekatan Komprehensif

TUMPENG: Manajer kasus komunitas Yulanda Irma Tiara (baju hitam) memberikan potongan tumpeng pada dr. Rita Dinkes Jember penanda pekan skrining TB dimulai.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Kendala skrining tuberculosis (TB) saat ini tidak semua masyarakat bersedia diperiksa. Rasa malu bahkan takut, menjadi alasan kebanyakan masyarakat di Jember.

Hal itu diungkapkan oleh manajer kasus komunitas SSR Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Yabhysa) Kabupaten Jember, saat FGD dan launching pekan skrining TB bersama Dinkes dan tim skrining, Selasa (25/6/2024) sore. "Ada yang malu, ada yang benar-benar tidak mau," katanya.

Fenomena itu, kata Yulan, berdasarkan pengalaman skrining di tahun-tahun sebelumnya. Kendati demikian, Yulanda optimis program pekan skrining TB serentak di seluruh Posyandu di Kabupaten Jember oleh yayasannya bakal sesuai target.

Yulanda mengatakan mulai pekan ini, sebanyak 150 kader Yabhysa bakal melakukan skrining TB serentak. Skrining itu merupakan serangkaian pemeriksaan untuk deteksi dini TB, dimana di dalamnya meliputi tes dahak, foto tontgen, tes mantoux, dan terahir skoring TB.

Menurut Yulanda, skrining adalah kunci penanganan TB. Jika skiring berjalan maksimal, katanya, maka pengobatan serta pencegahan TB bisa lebih maksimal. Ia berharap skrining tahun ini dapat meningkatkan capaian penemuan kasus positif TB sehingga dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin untuk mewujudkan eliminasi TBC 2030.

Alumni Universitas Muhammadiyah Jember itu menyampaikan program Yabhysa tidak sekedar skrining, tetapi juga menggunakan pendekatan komprehensif. Maksudnya, upaya melawan sebaran TB dilakukan oleh kader Yabhysa tidak sekedar menemukan dan mengobati pasien sampai sembuh. Tetapi juga mencegah penularan dengan melakukan penyuluhan berkala di setiap klasifikasi zona sebaran TB.

Ia menyebut, sebaran TB di Kabupaten Jember menjangkit beragam usia. Tanpa terkecuali juga anak Balita. Dalam data skrining Yabhysa tahun 2023 setidaknya terdapat 365 balita terkena TB, sementara hingga Juni 2024 sebanyak 251 Balita terkonfirmasi TB.

Melalui data tersebut, ia berharap pekan skrining kali ini mampu menjangkau lebih banyak lagi pasien TB sehingga pengobatan dan pencegahan bisa dilakukan secara lebih efektif dan terukur. "Kami berharap skrining bisa maksimal, karena tim skrining kami sampai tingkat desa, selain bertugas menemukan mereka jika melakukan pendampingan," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jember dr. Rita Wahyuningsih yang hadir dalam FGD menyampaikan data di Dinkes Jember selama 2024 ini sedikitnya terdapat 7600 pasien yang diduga terpapar TBC. Dimana 1.141 pasien di antaranya dinyatakan positif terpapar TB.

Namun dari jumlah tersebut tidak semua pasien yang positif TB menjalani pengobatan di fasilitas kesehatan hanya 913 pasien yang memperoleh perawatan medis. Kesadaran pasien TB menurutnya menjadi tantangan berikutnya, selain malu dan takut diskiring sebagaimana yang dialami tim dari Yabhysa.

Berikutnya, pasien anak. dr. Rita menyebut deteksi TB pada anak menjadi kendala yang memerlukan pendekatan khusus lantaran gejala TB pada anak tidak seperti orang dewasa.

Anak yang terpapar TB, kata dia, hanya ditandai dengan batuk. Biasanya orang tua menganggap batuk tersebut sebagai batuk biasa dan enggan dilakukan pemeriksaan lanjutan.  "Untuk anak ini agak sulit dideteksi, karena anak yang terpapar TBC gejalanya itu batuk, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang, dengan memeriksa bagian kulit," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya mendukung penuh upaya eleminasi TB dari Yabhysa yang menggunakan metode pendekatan komprehensif yang bukan hanya menemukan tetapi juga mendampingi pasien secara berkala.

Dokter Rita menambahkan berdasar data internalnya sebarkan kasus TB terbesar saat ini berada di tiga kecamatan Kota di Kabupaten Jember. Yakni, Sumbersari, Patrang, dan Kaliwates, tiga kecamatan tersebut masuk zona merah.

Masuknya tiga kecamatan kota sebagai zona merah TB menurut dr. Rita bisa karena berbagi macam faktor. Rita menduga zona merah di tiga kecamatan bukan karena banyak masyarakat kena TB tetapi karena kesadaran masyarakatnya tinggi, akses menuju ke fasilitas kesehatan mudah sehingga TB lebih cepat terdeteksi.

Dari situ ia berharap kesadaran akan TB juga menjadi kesadaran masyarakat di seluruh Kecamatan sehingga penanganan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan tepat oleh Dinkes selaku OPD penanggung jawab utama sebaran penyakit di Kabupaten Jember. (as/why)


Share to