Menjemur Harapan di Tengah Cuaca Tak Menentu, Cerita Satira dan Ikan Asin yang Menjadi Nafas Hidup Puger

Dwi Sugesti Megamuslimah
Friday, 17 Oct 2025 14:14 WIB

IKAN ASIN: Puluhan nampan ikan asin yang dijemur di depan rumah salah satu pengerajin ikan asin di Kecamatan Puger, Satira (63).
JEMBER, TADATODAYS.COM - Udara beraroma asin khas pesisir selatan langsung menyapa begitu memasuki kawasan Puger, Kabupaten Jember. Di antara deretan rumah nelayan, aroma ikan asin yang dijemur menyeruak dari halaman rumah-rumah sederhana.
Di salah satu sudut kampung Mandaran, Puger Wetan, Kecamatan Puger, Jember tampak seorang perempuan tua membalik ikan-ikan yang dijemur di atas anyaman bambu. Ia adalah Satira, 63 tahun, perempuan yang telah lebih dari empat dekade hidup bersama ikan asin.
Sejak matahari baru setengah meninggi, Satira sudah berkutat dengan tumpukan ikan segar hasil tangkapan nelayan. Kulitnya yang legam dan tangannya yang kapalan menjadi saksi ketekunan bertahun-tahun dalam profesi yang jarang diminati generasi muda.
“Kalau tidak saya kerjakan sendiri, siapa lagi? Sudah dari muda begini,” katanya, tersenyum sambil membalik ikan satu per satu saat ditemui di rumahnya pada Kamis (16/10/2025) siang.
Satira menekuni usaha pengasinan ikan sejak awal tahun 1980-an. Dari tangan perempuan ini, ikan-ikan seperti benggol, lenguru, dan siyak-siyak diolah menjadi produk siap jual yang gurih dan tahan lama. Namun, prosesnya tidak sesederhana yang terlihat.
.png)
JEMUR: Satira saat menjemur ikan asin di halaman rumahnya.
“Begitu ikan datang, harus langsung diasinkan selama tiga jam. Tidak boleh ditunda, nanti ikan bisa bau dan kualitasnya turun,” jelasnya.
Setelah melalui tahap pengasinan, ikan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sempurna. Proses ini memerlukan kesabaran dan ketelitian tinggi.
Cuaca panas menjadi sahabat terbaiknya, tapi sekaligus tantangan yang tak bisa ditebak. “Kalau panas terik, sehari kering. Tapi kalau mendung atau hujan, bisa sampai tiga hari baru bisa dijual,” tuturnya sambil menatap langit Puger yang mulai berawan.

Musim hujan memang menjadi masa paling berat bagi para pengrajin ikan asin. Namun Satira tak pernah menyerah. Ia tetap menjemur ikan meski harus memindahkannya berulang kali ke tempat teduh ketika gerimis turun. “Capek iya, tapi kalau berhenti ya nggak dapat apa-apa,” katanya lirih.
Dalam sekali produksi, Satira mampu menghasilkan hingga dua kuintal ikan asin. Dulu, hasil produksinya hanya dijual kepada tengkulak yang datang menjemput. Kini, di usia senjanya, ia justru mulai memanfaatkan teknologi.
Anak-anak muda di sekitar rumahnya membantu memasarkan ikan asin lewat media sosial. “Sekarang sudah ada yang pesan lewat online. Ada juga yang ambil untuk dijual ke luar daerah,” ujarnya dengan bangga.
Transformasi sederhana ini membuat jangkauan pasarnya meluas hingga Kencong, Jombang, dan Jember Kota.
Namun perjalanan bisnis ikan asin tak pernah mulus. Harga bahan baku yang fluktuatif sering kali menjadi pukulan tersendiri. Satira masih ingat masa ketika harga ikan segar menembus Rp100 ribu per keranjang. “Kalau nelayan nggak melaut karena ombak besar, ikan jadi langka. Harganya ikut naik,” kenangnya.
Saat harga ikan mentah naik, Satira terpaksa menyesuaikan harga jual ikan asinnya agar tetap untung. “Kalau lagi mahal, bisa Rp60 ribu per kilo. Tapi kalau musim ikan, paling Rp15 ribu sampai Rp16 ribu per kilo,” ujarnya. Selain ikan, garam juga menjadi kebutuhan utama yang harganya tak menentu.
Untuk menjaga kualitas, Satira tidak segan mendatangkan ikan dari Banyuwangi, Madura, hingga Probolinggo. “Yang penting ikannya bagus, biar hasilnya juga enak,” katanya.
Kini, di tengah serbuan produk instan dan makanan modern, keberadaan pengrajin ikan asin seperti Satira menjadi semakin langka. Namun ia tidak gentar. Bagi Satira, pekerjaan ini bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga bentuk cinta terhadap tradisi pesisir yang diwariskan turun-temurun.
Empat dekade sudah Satira hidup berdampingan dengan panas matahari, asin garam, dan aroma ikan kering. Ia tidak kaya, tapi cukup. “Yang penting rezeki halal, bisa buat makan dan sekolah anak-anak," katanya. (dsm/why)


Share to
 (lp).jpg)