Mepe Kasur, Tradisi Suku Osing Banyuwangi untuk Tolak Bala

Rifky Leo Argadinata
Rifky Leo Argadinata

Wednesday, 06 Jul 2022 08:34 WIB

Mepe Kasur, Tradisi Suku Osing Banyuwangi untuk Tolak Bala

TOLAK BALA: Warga Kemiren Banyuwangi yang mepe (menjemur) kasur di depan rumahnya sebagai tradisi untuk menolak penyakit dan mara bahaya.

BANYUWANGI, TADATODAYS.COM - Jelang Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriyah, puluhan warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, menjalankan tradisi “mepe kasur” atau menjemur kasur. Tradisi yang konon mampu menolak bala dari penyakit dan marabahaya itu terlihat dilakukan warga pada Selasa (5/7/2022).

Tradisi mepe kasur di Desa Kemiren sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Tradisi tersebut bertahan sampai kini. Dalam tradisi ini, warga mepe kasur sejak pagi hari hingga siang hari. Namun, karena bertujuan menjalankan tradisi, acara mepe kasur itu dilakukan warga secara bersamaan.

Seperti terlihat pada Selasa itu, warga mepe kasur merah dan hitam yang berjejer di depan rumah. Selain itu, tampak beberapa warga yang saling bergantian memukul kasur dengan rotan. "Untuk warna merah itu berani. Sedangkan warna hitam itu keabadian atau kelanggengan," ujar Adi Purawadi, salah satu warga Desa Kemiren kepada tadatodays.com.

Adi menjelaskan, saat mengeluarkan kasur di depan rumahnya, warga Desa Kemiren mengaharapkan rumah ataupun lingkungan tempat tinggalnya terhindar dari barbagi penyakit serta marabahaya. "Tradisi ini juga bisa disebut bersih desa, karena selain kasur para warga juga membersihkan rumah terutama kamar dan ranjang serta kasur yang memiliki arti untuk kehidupan," ungkapnya.

Sementara, menurut Ketua Adat Desa Kemiren Suhaimi, tradisi mepe kasur sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Mepe kasur dilakukan karena merupakan benda yang dekat dengan masyarakat, sehingga debu-debu yang ada bakal dibersihkan. "Mepe kasur dilakukan sejak pagi hari hingga siang hari atau sampai matahari melewati kepala," jelasnya.

Selain itu, Suhaimi menambahkan, awalnya warga sejak pagi sudah menyiapkan berbagai keperluan guna melengkapi tradisi. Lantas mereka akan segera mungkin mengeluarkan kasurnya ketika terlihat sinar matahari sudah muncul dengan disertai doa dan siraman air di depan rumah.

Setelah matahari melewati atas kepala, kasur segera diangkat. "Kalau tidak segera diambil, khasiat yang didapat akan menurun apalagi sampai sore, jelas mulai memudar, dan ketika sampai malam baru diangkat, akan percuma, tidak ada khasiatnya sama sekali. Malah bisa jadi tidak sehat," bebernya.

Adapun kasur yang memiliki warna merah dan hitam, wajib dimiliki warga Desa Kemiren. Karena itu, warna yang dimiliki warga hampir keseluruhan sama. Yang beda cuma ukuran dan ketebalan kasur. Semakin tebal kasur, maka ia merupakan warga yang berada serta memiliki pengaruh yang kuat di Desa Kemiren.

Selain itu, kasur dengan warna merah dan hitam ini juga memiliki arti di keluarga. Hal yang paling dasar ketika warga ataupun keluarga melakukan pernikahan, wajib bagi keluarganya untuk membuatkan kasur tersebut. Tentu dengan warna yang menjadi ciri khas Desa Kemiren yakni warna merah dan hitam.

Usai melakukan tradisi mepe kasur, warga akan melanjutkan dengan arak - arakan barong yang memutari desa hingga berakhir di batas desa. Setelahnya warga akan langsung menuju makam leluhur atau penjaga desa untuk berdoa bersama. (rl/why)


Share to