Pameran Seni Rupa di J-KLAB: Metamorfosa dalam Bingkai Karya
Iqbal Al Fardi
Monday, 21 Nov 2022 04:59 WIB
Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian (UKMK) Unej dan Komunitas Perupa Jember (KPJ) menggelar pameran seni rupa di gedung Jember Kreatif Lab (J-KLAB) pada Kamis-Minggu (17-20/11/2022) pukul 09.00-21.00. Pameran ini bertajuk “Metamorfosa dalam Bingkai Karya”. Tidak hanya pameran, mereka turut mengadakan kelas menggambar dan melukis.
--------------------
RUANG pameran itu sedikit legang. Pada Jumat (18/11/2022) sore itu, beberapa panitia tengah melepas penat usai seharian menjamu para pengunjung. Hanya tersisa beberapa orang pengunjung yang ingin menikmati karya seni rupa lukisan dari UKMK dan KPJ.
Tak hanya itu, beberapa orang juga sedang berlatih melukis. Beberapa sedang menggambar sketsa orang di depannya. Tentu terdapat beberapa pasang pengunjung pula.
Sepasang pengunjung wanita muda mengitari lukisan yang terpampang di ruang pameran sebelah tengah, tepat setelah pintu depan. Mereka memerhatikan setiap lukisan. “Ckrek…” sesekali kedua wanita itu berpose di depan lukisan dengan gaya seakan memerhatikan.
Tak lama berada di pameran itu, seorang lelaki paro baya diam-diam memerhatikan tim tadatodays.com. Setelahnya, ia turut berkeliling di ruang pameran itu. Sesekali, ia mengobrol dengan beberapa orang.
“Pas zaman Covid dulu, gelaran ini ingin kami adakan di Alun-alun Jember. Jadi, lukisan-lukisan ini nantinya akan mengitari Alun-alun itu,” jelas pria paro baya bernama Widisono yang juga sebagai ketua KPJ.
SKETSA: Di arena pameran seni rupa juga ada spot melukis sketsa wajah oleh perupa Okki.
Inginnya, pameran itu diikuti oleh perupa se wilayah Tapal Kuda. Setiap pelukis harus membawa dua lukisan. Namum, Bupati Jember tidak megizinkan pihaknya karena maraknya kasus Covid. “Sudah mau dipinjamkan gedung Pemkab. Tapi kan tujuannya bukan itu. Tujuan kami itu mengenalkan lukisan-lukisan ke masyarakat umum. Kalau di gedung kan enggan masyarakat,” terang Wiwid, sapaan Widisono.
Sempat pihaknya akan menggelar pameran tersebut di double way Unej. Sayangnya, setelah dua hari pihak Unej mengeluarkan izin tersebut ada dua orang di kantor pusat terkena Coivid. “Dicabutlah izin itu akhirnya,” terangnya.
Setelah sekian lama tertunda, akhirnya pihaknya berkesampatan memamerkan karya di J-Klab. “Kita izin ke Bupati langsung. Karena waktunya mepet, ya akhirnya ini sudah pamerannya,” ungkapnya yang juga akrab disapa sebagai Wiwid.
Wiwid berdiri tepat di depan karya lukisnya yang memvisualkan sebuah sungai dengan batu-batu besar. “Di sungai tempat saya melukis ini, terdapat sebuah batu yang besarnya segini. Batu itu menurut saya peninggalan prasejarah, ada tulisannya,” jelasnya sambil memperkirakan ukuran batu setinggi dadanya.
Ia membawa dua lukisan. Karya lainnya menggambarkan tentang sebuah warung di Kecamatan Ambulu dekat aliran sungai penyebrangan. Terdapat pula aktivitas penduduk sekitar yang sedang melepas penat dan seorang bocah yang sedang mengayuh sepedanya.” Namun, saat ini warung tersebut sudah tak ada lagi,” terangnya.
Menurut Wiwid terdapat sekitar 120an lukisan di pameran tersebut. Lukisan terdiri tersebut berbentuk realis, abstrak, 3D, kartunis, doodle, dan sebagainya. “Terdpat sekitar 120an lukisan,” pendapatnya.
Di ruang belakang pameran terdapat sebuah lukisan jurang 3D yang siap menyambut pengunjung untuk berswafoto. Beberapa lukisan juga berjejer di sana. Ada pula karya ciptaan dua anak sekolah.
Dua lukisan itu ialah hasil goresan krayon yang berjejer vertikal. Lukisan pertama berjudul “Berkemah” berkisah tentang anak-anak yang sedang asik berkemah di alam bebas.
Lukisan kedua bertajuk “Bencana Alam” yang menggambarkan suasana cemas masyarakat di tengah bencana gunung meletus. Dua lukisan pemenang juara 3 Nasional Festival Anak Soleh di Palembang 2022 itu masing-masing dilukis oleh Al Makki dan El Syaugi.
RUPA: Sejumlah pengunjung menikmati karya-karya yang dipamerkan di J-KLAB.
“Ada anak difable yang pemenang karikatur nasional dari Jember. Ada anak SD yang menang juara tiga anak SD. Biasanya kita itu ada yang juara di Cina, Ceko, Jepang, dan Rusia. Sebetulnya kita punya potensi yang luar biasa itu,” jelasnya.
Di luar gedung pameran itu, ada empat orang yang sedang melukis dan membuat sketsa. Seorang sedang melukis sebuah gambar bunga matahari dan dua lainnya membuat sketsa seorang gadis. Seorang lainnya sedang melukis gadis yang duduk di depannya.
Mereka tampak lihai mensketsa. Gadis berkacamata dengan rambut sepanjang bahu itu diam beku di depan para penggambar itu. Sret...sret…sret, bunyi pensil mereka saat menggoreskan sebuah paras cantik gadis itu.
Lepas membuat sketsa, Okki juga menampilkan dua lukisannya. Dua lukisannya menggambarkan seorang wanita yang sedang menatap air terjun dan memainkan gawai. “Lukisan ini berseri. Aku kasih judul “Kontak Alam 1 dan 2”,” jelasnya.
Ia mendapat inspirasi dari kegelisahannya. Ia pun menemukan model yang lain ialah temannya asal Malang. “Untuk alamnya sendiri itu beberapa gabungan dari air terjun. Ada air terjun Mandakaripura, Tumpak Sewu, dan Tancak Tulis,” terangnya.
Mengapa diberinya judul tersebut? Okki mengungkapkan bahwa saat dirinya tak bisa bercerita tentang kegelisahan, gundah dan senangnya kepada siapapun. “Sebab itu, saat aku alami suka maupun duka yang sangat mendalam, aku berusaha mendengarkan suara alam,” ungkapnya.
Seraya membaca deskripsi lukisannya, Okki mengatakan bahwa pesan yang ingin dibawakan di lukisannya ialah apa yang kita cari di alam ini. “Dari penjelasan di tulisan itu, sebenarnya pesanku itu apa sih yang dicari di alam ini? Ketika kita melakukan perjalanan bahkan sampai akhir. Di situ pasti ada suatu keseimbangan cinta yang menghidupkan dan mematikan,” jelasnya.
Di lukisan itu, Okki menggabungkan tiga air terjun yang digabungkan menjadi satu. Lukisan di atas terdapat lukisan aliran Tancak Tulis dan bagian masuk sebelum menuju Mandakaripura. Lukisan di bawah itu merupakan gambaran dari Mandakaripura dan Tumpak Sewu. “Tiga air terjun itu saya gabung,” tuturnya.
Media yang digunakan Okki untuk melukis ialah oil on canvas. “Ditunjang dengan kuas dan alat pencucinya,” jelasnya.
Riska, salah seorang pengunjung, datang seorang diri saat petang. Ia menjelaskan bahwa kedatangannya ke sana itu hanya untuk melihat-lihat. “Melukis juga kan,” terangnya yang sudah melukis sejak kelas tiga SMP.
Ia berpendapat bahwa gairah seni rupa di Jember masih cenderung diremehkan. “Masih underrated sih,” ungkapnya. Dengan gelaran tersebut, Riska berharap agar dunia seni rupa bisa naik ke permukaan masyarakat umum. “Semoga bisa dikenal oleh masyarakat umum,” harapnya.
Sedikitnya jumlah pengunjung turut diungkapkan oleh Wiwid. Ia mengatakan bahwa jumlah pengunjung masih di bawah harapan. “Sebenarnya tugas kita kan bukan publikasi, ya. Kita merangkap jadi tim publikasi. Kita kan seniman. Sebenarnya harus ada tim khusus. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau tidak memulai siapa yang akan melakukannya,” pungkasnya. (iaf/why)
Share to