Penertiban Tambak di Jember Masih Terhambat Absennya RTDR

Iqbal Al Fardi
Iqbal Al Fardi

Tuesday, 21 Mar 2023 06:30 WIB

Penertiban Tambak di Jember Masih Terhambat Absennya RTDR

JEMBER, TADATODAYS.COM - Banyak tambak ilegal sudah lama menjamur di pesisir pantai selatan Kabupaten Jember, mulai Kecamatan Puger sampai Kencong. Perihal penertiban tambak tersebut dengan HPL (Hak Pengelolaan Lahan), Pemkab Jember mengaku terhambat karena masih menunggu kajian master plan dan RTDR (Rencana Detai Tata Ruang).

Pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) juga membuat masyarakat melihat peluang investasi. Sebab itu, kemunculan jual beli lahan secara ilegal, pemukiman hingga tambak bermunculan.

Kepala Dinas Perikanan Indra Tri Purnomo mengatakan, jumlah total tambak yang berada di pesisir pantai selatan sebanyak 33. “Tapi yang berizin itu tiga sampai empat kalau tidak salah. Sedikit,” ungkapnya usai rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Jember, Senin (20/3/2023) siang.

Keempat tambak yang telah berizin, Indra menerangkan, berbentuk produksi. “Sudah budi daya, itu mulai zaman sbelumnya pak Djalal (mantan Bupati Jember, red). Penertibannya baru sekarang,” jelasnya.

Indra menganggap proyek JLS eksotis. “Yang menjadi permasalahan ialah klaim sepihak dari masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan,” ujarnya.

Untuk mengatur tambak ilegal, Indra menjelaskan, pihaknya harus meng-HPL-kan dulu. Ia pun mengaku menemui banyak kesulitan dalam menerbitkan setifikat HPL. “Banyak sekali tantangannya, seperti nunggu kajian masterplannya dulu karena kalau nunggu RTDR,  terlalu lama,” ungkapnya.

Jember sendiri telah memiliki RTRW sejak 2015 silam yang tertuang dalam Perbub nomor 1 tentang RTRW Kabupaten Jember tahun 2015-2023. Namun, Indra mengatakan, pihaknya harus menunggu RTRW terlebih dahulu. “Kita sudah sounding ke Kementrian Agraria ternyata harus ada masterplan dulu, peruntukannya untuk apa,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi B David Handoko Seto menjelaskan, sikap pemkab dalam merumuskan RDTR sangant lambat. “Zaman Bupati sebelumnya selama lima tahun tidak pernah diutik-utik sama sekali. Padahal Perda RTRW ini sudah terbit sejak tahun 2015,” ungkapnya.

Selanjutnya, David berharap agar Bupati segera menerbitkan regulasi tersebut. “Tidak harus Perda, bisa Perbub sebagai turunan dari RTRW sendiri dan tentunya setelah dilakukan kajian-kajian,” katanya.

Untuk mempercepat itu, Davin mengatakan, tidak harus dimulai dari nol. Sebab, sudah terdapat kajian mengenai sempadan pantai sejak dulu. “Hanya tinggal nanti Bapedda membuka lagi arsip mereka dan menyesuaikan dengan kondisi sekarang,” jelasnya.

Kebutuhan RDTR, lanjutnya, bukan hanya untuk sempadan panti, tetapi juga mencakup hanyak orang banyak. “Salah satunya, lahan pertanian berkelanjutan. Termasuk kita akan membatasi alih fungsi lahan hijau di lahan perumahan dan jika diteruskan itu Jember akan rusak,” ungkapnya.

David pun menyetujui bahwa proyek JLS membuat masyarakat melirik investasi. Ia menilai orang akan melihat 10-20 tahun mendatang sehingga praktek alih kelola lahan menjadi tren dan banyak pihak yang bermain kepentingan.

“Seperti yang demo kemarin. Kalau mereka menamakan aktivis pecinta lingkungan ini permasalahannya mulai dari Puger sampai Bande Alit, tidak hanya di situ. Mohon maaf, saya melihatnya ada kepentingan pragmatis jika hanya mendemo untuk kepentingan 3,7 hektare,” ungkapnya. (iaf/why)


Share to