Penghayat Kepercayaan di Jember Masih Dapatkan Diskriminasi

Iqbal Al Fardi
Iqbal Al Fardi

Thursday, 06 Jul 2023 06:50 WIB

Penghayat Kepercayaan di Jember Masih Dapatkan Diskriminasi

KEPERCAYAAN: Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Sjamsul Hadi (tanpa blangkon) saat berbincang bersama penghayat kepercayaan di Jember.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Penghayat kepercayaan di Jember masih mengalami diskriminasi di tengah konsep bhineka tunggal ika. Bahkan, mereka mendapatkan diskriminasi dari keluarga sendiri.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kabupaten Jember Budi Siswanto.

Kepada tadatodays.com, Budi Siswanto menjelaskan bahwa pihaknya masih mendapatkan diskriminasi dari sekitar. “Wong saya sendiri juga ada (mendapatkan diskriminasi, red), bahkan dari keluarga sendiri kadang,” ungkapnya, Rabu (5/7/2023).

Meski begitu, Budi menjelaskan meski mendapatkan diskriminasi, ia lebih memilih untuk menghindar. “Kami kan orang Jawa yang diajari tentang bagaimana berbuat bijak, sebijak-bijaknya,” jelasnya.

Menurutnya, jika berbicara tentang kepercayaan atau ketuhanan, tidak mudah untuk dibuktikan. “Sama dengan kebudayaan, antara kebudayaan satu dengan lainnya, antara agama satu dengan yang lainnya itu adalah sesuatu yang sifatnya memang orang lain tidak tahu,” katanya.

Bentuk diskriminasi yang biasa dialaminya, Budi menyebutkan, berupa ejekan. “Kemudian menempatkan kami di posisi yang tersudut, seperti di sosmed,” ujarnya.

Selanjutnya, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Sjamsul Hadi menjelaskan, bahwa bentuk diskriminasi bagi penghayat ialah dalam pelayanan publik dan keterbukaan ruang untuk berkegiatan.

“Masih belum terbuka. Kalau bagi penghayat itu kan (beribadah, red) bisa dari rumah, cukup. Tapi kan, untuk bertemu, berkumpul, berdiskusi, ruang ini masih belum,” jelasnya kepada tadatodays.com.

Terkait aturan sanggar bagi penghayat, lanjutnya, berbeda dengan aturan pendirian rumah ibadah. “Karena sanggar ini tempat pertemuan saja, tidak harus menyelenggarakan ritual di sanggar. Kemarin saya meresmikan sanggar Sapto Dharmo di Desa Sukoreno yang Desa Pancasila itu sekaligus pelantikan MLKI Jember," katanya.

Sebab itu, Hadi mengungkapkan bahwa para penghayat mengharapkan adanya ruang. “Saya sudah memberikan ruang, mereka bisa menyelenggarakan sarasehan perokat dan penghayat dan mengundang semua warga penghayat se-Kabupaten Jember dan Lumajang,” jelasnya.

Untuk itu, Hadi mengungkapkan, sebagai pemerintah, pihaknya berkewajiban untuk memberikan ruang dan fasilitas. “Harapan mereka sementara kan MLKI, di Kabupaten Jember ini baru kemarin, sehingga gerakan MLKI ini nanti mengayomi perokat dan penghayat,” paparnya. (iaf/why)


Share to