Petani Jember Enggan Budidayakan Anggur Shine Muscat : Rentan Penyakit dan Butuh Pupuk Lebih Banyak

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Thursday, 31 Oct 2024 15:25 WIB

Petani Jember Enggan Budidayakan Anggur Shine Muscat : Rentan Penyakit dan Butuh Pupuk Lebih Banyak

ANGGUR: Salah satu petani anggur di Jember, Hadi Purnomo

JEMBER, TADATODAYS.COM - Penelitian terbaru menemukan bahwa buah anggur shine muscat mengandung residu zat kimia berbahaya dalam kadar yang mengkhawatirkan. Di Jember, petani anggur mengaku enggan membudidayakan anggur shine muscat. Selain pengembangannya yang susah, jenis anggur tersebut rentan terserang penyakit dan membutuhkan pupuk lebih banyak.

Hadi Purnomo menjadi salah satu petani anggur yang membenarkan hal tersebut. Menurutnya, selain rentan terserang hama, jenis shine muscat memerlukan pupuk yang lebih banyak ketimbang varietas anggur lain.

Petani asal Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang itu mengaku, ada jenis varian anggur lain yang memiliki cita rasa sama dengan kualitas yang lebih dari shine muscat. "Shine muscat itu selain budidayanya susah, perlu pupuk jadi zat kimia yang akan masuk dan dikonsumsi tubuh juga lebih banyak," katanya Kamis (31/10/2024).

Hadi mengaku tidak lagi membudidayakan anggur jenis ini. Ia lebih memilih jenis lain yang kualitasnya sama dengan shine muscat, seperti tamaki, sinklave, dan livia yang berasal dari Eropa.

"Pemeliharaannya sangat mudah namun buahnya lebat. Pemupukannya normal dengan dosis sedikit dan daya tahan lebih kuat. Rasa buahnya manis dan tektur buah lebih renyah dari pada shine muscat," jelasnya.

Terlebih, anggur jenis shine muscat kini tengah ramai diperbincangkan lantaran diketahui terdapat residu kimia berbahaya di dalamnya. Petani di Jember pun semakin enggan untuk menanam anggur jenis tersebut.

Di kebun miliknya, Hadi tidak hanya membudidayakan dan menjual buahnya. Tetapi, dia juga memberikan pengalaman pada pembeli untuk memetik buah secara langsung. "Bahkan pernah ada yang datang dari Surabaya cuma mau metik anggur sendiri," sambungnya.

Namun demikian, di pasaran Hadi mengaku masih kalah saing dengan buah-buah impor, terutama jenis anggur. Padahal, kata dia, dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk bisa sampai ke market Indonesia.

Hadi juga mengaku kalah bersaing dari segi harga. Anggur impor harganya relatif lebih murah berkisar diangka Rp 30-50 ribu/kg. Sedangkan harga anggur hasil budidaya petani dibandrol dengan harga Rp 50-100 ribu/kg.

"Bukan tidak mungkin ada tambahan pengawetnya, karena anggur segar yang baru dipetik saja, dibiarkan seminggu sudah kusut dan layu. Apalagi buah yang melewati perjalanan jauh dan panjang," jlentrehnya. (dsm/why)


Share to