Salut! Kumpulan Disabilitas Netra Probolinggo Raya Produktif Bikin Keset

Alvi Warda
Sunday, 09 Feb 2025 11:16 WIB

PRODUKSI: Mereka berkumpul di satu ruangan untuk membuat keset.
Bangga, Meski Tak Bisa Melihat Hasil Kerjanya
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Memiliki keterbatasan fisik bukanlah penghalang agar tetap bisa produktif. Keterbatasan fisik justru dijadikan motivasi diri untuk terus menyalurkan kreatifitas. Inilah yang dilakukan penyandang disabilitas netra di Probolinggo. Mereka membuat keset yang layak jual.
Sabtu (8/2/2025) sekitar pukul 09.00 WIB, enam orang tengah berkumpul di ruangan Sekretariat Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Probolinggo. Kantor itu berada di Jalan Kolonel Sugiono Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Enam orang itu adalah penyandang disabilitas netra atau orang yang mengalami gangguan penglihatan. Mereka berasal dari Kota dan Kabupaten Probolinggo. Mereka, dengan tugas masing-masing tampak gigih membuat keset berbahan kain potongan.
ALAT: Saat proses memasukkan kain pada alat.
Ada yang duduk di lantai bersila ada yang duduk di atas kursi. Mereka yang duduk di bawah bertugas memilah kain, menggunting kain, melobangi dan menyambungnya hingga membungkus keset yang sudah jadi.
Sementara yang duduk di atas kursi, bertugas memasukkan kain pada alat terbuat dari besi. Nantinya, dengan alat tersebut, satu keset akan dibentuk. Ada satu orang dengan penglihatan normal bertugas membantu mereka.
Sesekali mereka bergurau untuk memecahkan suasana hening yang terjadi. Bertanya pada masing-masing seperti apa progress yang tengah dikerjakan.
Saat jurnalis tadatodays.com mendatangi lokasi itu, mereka terlihat menikmati mengerjakan masing-masing tugasnya. Fida Afisyiatul Febiana, perempuan 18 tahun yang baru lulus sekolah, bertugas menyusun kain pada alat besi. Ia tampak kesulitan menyusun alat sebelum dimasukkan kain.
SIAP JUAL: Keset ala Arta Proya yang siap dijual.
Satu per satu besi dengan panjang 50 cm itu, ia susun berdasarkan angka. Lalu dimasukkan pada sebuah kayu yang telah memiliki lubang. Agar besi bisa berderi tegak, Febi menahannya dengan mulai memasukkan kain pada sela-sela besi. Sekaligus mengawali tugasnya.
Menurut Febi, menjadi tuna netra bukanlah penghalang dirinya untuk berkreatifitas. "Meskipun saya tidak tahu hasil pekerjaan saya seperti apa, tapi saya bisa merasakan bahwa saya bisa berkreatifitas," katanya.
Perempuan asal Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo ini, mengaku senang bisa bergabung di Pertuni Probolinggo. "Ini atas kemauan saya sendiri. Banyak teman disini, bisa bercanda dan bisa bekreasi," ujarnya.
Bukan hal asing, jika tanganya luka karena terjepit besi pada alat yang dipegangnya. Menurutnya, luka tersebut menjadi pendorong bagi Febi untuk terus belajar. "Sakit ya sakit, tapi senang juga. Berarti aku harus belajar lebih giat lagi," katanya sembari mengepal tangannya.
Febi tidak hanya bertugas menyusun kain pada alat. Tetapi semua tugas pernah ia coba. "Tanganku kena gunting, itu juga pernah. Jadi sebisa mungkin semua step itu kita coba," ucapnya.

Penyandang disabilitas dari Kota dan Kabupaten Probolinggo ini, sudah 4 bulan lebih membuat keset. Awalnya, mereka diberi pelatihan oleh CSR PLN Paiton. Alat besi yang dipakai juga didapat dari pelatihan tersebut. Hingga kini, sudah puluhan keset mereka jual baik secara online maupun langsung.
PENJUALAN: Pelanggan saat membeli keset Arta Proya di Pasar Minggu Alun-Alun Kota Probolinggo. (Foto: Istimewa)
Ketua Pertuni Probolinggo Mohammad Anshori mengatakan, pada Oktober 2024 lalu ia mengajukan proposal pelatihan, yang kemudian menjadi awal kreatifas mereka. Tidak disangka, ternyata CSR PLN Paiton mengabulkan permintaan mereka. "Malah disumbang alatnya juga ada sekitar 10, " katanya.
Saat pelatihan ada puluhan penyandang tuna netra yang ikut. Namun, setelah berlatih mereka merotol. "Karena beberapa alasan mereka ndak nerus sampai sekarang. Ada yang sibuk, ada yang rumahnya jauh di Sukapura. Sementara sekretariat kami di kota," terangnya.
Hal itu tidak membuat Anshori dan teman-temannya patah semangat. Sebisa mungkin setiap Hari Sabtu mereka tetap berkumpul meski hanya menghasilkan 5 sampai 10 keset. "Yang penting berkumpul," ujarnya.
Potongan-potongan kain berbahan kaos, Anshori menerangkan mereka beli dari perusahaan tekstil kain. Di Kota Probolinggo ada beberapa pabrik yang mau menjual. "Tapi kadang susah kita dapat," katanya.
Mereka membeli kain, plastik untuk membungkus keset, stiker merk mereka yang bertuliskan "Arta Proya" atau singkatan dari Arek Buta Probolinggo Raya dengan uang hasil penjualan keset.
Setelah mendapatkan semua barang yang diperlukan, mereka kemudian membagi tugas. "Awalnya diikat dulu, kain-kain yang sudah dipilih jadi memanjang. Lalu ada kain yang digunakan sebagai urat itu dilubangi. Kalau sudah cukup semuanya baru disusun di alatnya. Habis itu, dikasih kain urat tadi, dan dirapikan. Baru dibungkus," tuturnya.
Dengan menggunakan alat besi tersebut, keset Arta Proya bisa tahan hingga lima tahun. "Banyak yang testimoni, katanya rapat susunan kainnya," ujarnya.
Pujian-pujian didapati dari pelanggan mereka. Arta Proya awalnya hanya dipasarkan melalui kenalan mereka secara online. Pesanan lumayan berdatangan. Mereka juga memasarkannya di Pasar Minggu Alun-Alun Kota Probolinggo. 10 keset ludes tidak tersisa. Satu keset dibandrol Rp 30 Ribu.
"Ini ada orderan yang masih belum kita penuhi. Alhamdulillah penjualan meningkat. Meskipun kita batasi sepuluh keset atau belasan. Karena kita kekurangan tenaga juga," kata Anshori.
Anshori berharap, kegiatan ini bisa membuat dirinya dan teman-temannya termotivasi untuk terus berkarya. "Bahwa kita yang tuna netra, hanya kekurangan penglihatan bukan kekurangan ide dan semangat," tuturnya.
Motivasi tersebut juga dirasakan sukarelawan yang mendampingi mereka. Pada Sabtu pagi itu, ada satu sukarelawan yang membantu mereka. Namanya, Uznilatul Rohmah (23).
Uzni, sapaan akrabnya bahkan sudah sejak tahun 2019 menjadi sukarelawan untuk mendampingi Pertuni Probolinggo. "Bagi saya, kenapa saya yang melihat gak bisa. Sementara mereka, teman-teman dengan keterbatasan fisik mau belajar," katanya.
Berada di tengah-tengah mereka yang tidak memiliki kemampuan melihat, Uzni mengaku sudah terbiasa. "Kalau susah gak susah, karena kita kan sudah dekat. Terua sering bercanda. Jadi saya senang," ucapnya.
Uzni ingin, kemampuan yang tidak dimiliki oleh teman-teman penyandang tuna netra bisa membantu kreatiftas mereka. "Kalau mereka gak bisa melihat, saya bisa melihat. Saya insyallah siap membantu mereka kapanpun," tuturnya. (alv/why)

Share to
 (lp).jpg)